Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Vasektomi dalam Perspektif Hukum Islam dan Kebijakan Publik
12 Mei 2025 16:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rahmawaty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Indonesia masih berjuang keras dalam mengatasi kemiskinan yang kian membebani masyarakat. Program bantuan sosial (Bansos) yang dirancang untuk membantu keluarga miskin kerap dianggap tidak efektif karena seringkali salah sasaran. Baru-baru ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengusulkan ide kontroversial yang menarik perhatian publik: menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima Bansos. Dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah pada 28 April 2025, ia menyarankan agar pasangan di daerah miskin menjalani metode keluarga berencana, terutama vasektomi, sebagai syarat untuk memperoleh bantuan. Menurutnya, banyak keluarga miskin yang memiliki anak lebih banyak daripada kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan tanggung jawab pengaturan kelahiran seharusnya tidak hanya dibebankan pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Meskipun niat kebijakan ini berfokus pada pemberdayaan keluarga miskin, wacana tentang vasektomi ini menuai reaksi keras, baik dari segi hak reproduksi individu maupun perspektif hukum Islam yang terkait dengan prosedur ini.
Kontroversi Publik dan Tanggapan MUI
Vasektomi, sebuah prosedur medis yang dilakukan pada pria dengan tujuan kontrasepsi permanen, kini menjadi topik yang hangat diperbincangkan di Indonesia. Metode ini dilakukan dengan memotong atau menutup saluran sperma (vas deferens), sehingga mencegah sperma masuk ke dalam ejakulasi dan menghindari terjadinya kehamilan. Meskipun prosedur ini relatif sederhana dan tidak mempengaruhi kehidupan seksual pria, penerapan vasektomi dalam konteks kebijakan sosial memunculkan banyak kontroversi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan tanggapan tegas terhadap wacana ini. Ketua Bidang Fatwa MUI Pusat, Kiai Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa vasektomi adalah haram menurut syariat Islam, kecuali dalam kondisi tertentu yang sah secara agama. Ia menegaskan bahwa Islam memperbolehkan penggunaan kontrasepsi, namun tidak untuk metode yang permanen, seperti vasektomi, yang dapat dianggap sebagai tindakan pemandulan.
ADVERTISEMENT
Ia juga menekankan bahwa kebijakan yang mengaitkan penerimaan Bansos dengan syarat vasektomi harus dikoreksi, karena dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Fatwa MUI dan Perkembangannya
Fatwa MUI mengenai vasektomi telah mengalami beberapa perkembangan. Pada tahun 1979, MUI menyatakan bahwa vasektomi adalah haram karena dianggap sebagai bentuk pemandulan yang dilarang oleh Islam. Namun, fatwa ini mulai sedikit melunak pada tahun 2012 setelah adanya bukti bahwa rekanalisasi (pemulihan fungsi saluran sperma) bisa dilakukan dengan sukses. Fatwa terbaru MUI menyatakan bahwa vasektomi diperbolehkan dalam kondisi tertentu, asalkan tidak menimbulkan kemandulan permanen dan ada jaminan untuk mengembalikan fungsi reproduksi.
ADVERTISEMENT
Namun, fatwa ini tetap membatasi penggunaan vasektomi hanya pada keadaan darurat atau alasan medis tertentu, dan bukan sebagai bagian dari program kontrasepsi permanen.
Hak Reproduksi dan Kebijakan Sosial
Selain pandangan hukum Islam, kebijakan vasektomi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang hak reproduksi individu dan implikasi sosial dari kebijakan tersebut. Achmad Nur Hidayat, seorang pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, menilai kebijakan ini bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang kesejahteraan sosial. Menurutnya, penerimaan Bansos merupakan hak dasar setiap warga negara yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak seharusnya dikaitkan dengan keputusan pribadi terkait reproduksi.
Ia menambahkan bahwa bantuan sosial harus berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, bukan sebagai alat untuk mengendalikan jumlah penduduk.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi melanggar prinsip anti-diskriminasi yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin setiap individu untuk membentuk keluarga dan memiliki keturunan melalui perkawinan yang sah.
Implikasi Sosial
Kebijakan menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima Bansos menimbulkan dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar masalah kontrasepsi. Kebijakan ini berpotensi melanggar hak-hak individu, seperti hak untuk menentukan cara membentuk keluarga dan memiliki anak. Sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, Indonesia perlu memastikan bahwa kebijakan sosial tidak mengganggu kebebasan individu dan hak dasar warga negara.
Pemerintah harus mempertimbangkan kembali penerapan kebijakan semacam ini dan mencari cara untuk memberdayakan keluarga miskin tanpa mengorbankan hak reproduksi mereka. Isu kemiskinan memang memerlukan perhatian serius, tetapi solusi yang ditawarkan harus adil dan menghormati hak-hak individu, bukan hanya berfokus pada kontrol demografis.
ADVERTISEMENT