Konten dari Pengguna

Dedolarisasi: Upaya Dunia Melawan Hegemoni Amerika Serikat

Raihan Muhammad
Manusia biasa yang senantiasa menjadi pemulung ilmu dan pengepul pengetahuan - Direktur Eksekutif Amnesty UNNES
9 April 2023 7:13 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raihan Muhammad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dolar Amerika Serikat. Foto: Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dolar Amerika Serikat. Foto: Shutterstock.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1944, ekonomi dunia sedang goyah, serta negara-negara sekutu berusaha untuk berdiskusi dan membahas sekaligus mencari solusi atas masalah yang melanda pertukaran mata uang. Kemudian, muncul perjanjian yang diikuti oleh 44 negara dan 730 delegasi yang diselenggarakan di Negara Bagian New Hampshire, Amerika Serikat (AS), bernama Bretton Woods. Sesuai dengan nama tempat diselenggarakannya, perjanjian ini disebut sebagai Perjanjian Bretton Woods.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Bretton Woods bertujuan untuk mendorong pengurangan tarif dan hambatan perdagangan antarnegara, serta menciptakan kerangka ekonomi global yang lebih sedikit konflik. Adanya perjanjian ini turut melahirkan dua institusi internasional: International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (yang semula adalah International Bank for Reconstruction and Development [IBRD]).
Perjanjian Bretton Woods menghasilkan sebuah sistem ekonomi baru untuk mencapai tujuannya yang dinamakan Sistem Bretton Woods—yang dinilai sebagai penanda berakhirnya merkantilisme. Salah satu hal penting yang dicapai oleh Perjanjian Bretton Woods ialah penggunaan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia, yang dikaitkan dengan harga emas tetap.
Dalam kerangka sistem Bretton Woods, dolar AS dipilih sebagai mata uang cadangan dunia dan diikat dengan harga emas sebesar $35 per ounce. Oleh karena itu, negara-negara anggota IMF dapat menukar dolar mereka dengan emas pada tingkat ini. Sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional dan keuangan global, dolar AS memberikan kekuatan ekonomi dan politik yang besar bagi AS karena mereka memiliki kendali atas pasokan dolar dan cadangan emas dunia.
Dang Dolar AS. Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Akan tetapi, keuntungan ini juga menghasilkan tekanan pada ekonomi AS. Sebagai mata uang cadangan dunia, AS mesti memastikan pasokan dolar yang cukup untuk memenuhi permintaan global. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini, mereka harus mencetak dolar tambahan yang dapat memicu inflasi di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, tekanan ini terbukti terlalu besar dan pada tahun 1971, AS mengumumkan bahwa mereka tak lagi akan menukar dolar dengan emas pada harga tetap $35 per ounce. Tindakan ini menandai akhir resmi sistem Bretton Woods dan memungkinkan nilai tukar dolar untuk mengalami fluktuasi bebas terhadap mata uang lainnya di pasar valuta asing.
Kendati demikian, dolar AS merupakan mata uang yang paling banyak diperdagangkan di seluruh dunia. Dalam perdagangan internasional, dolar AS sering dipakai sebagai mata uang pembayaran untuk pelbagai komoditas, seperti minyak dan emas, sehingga banyak negara mesti membeli dolar AS untuk membayar impor mereka. Kebanyakan pinjaman internasional juga diberikan dalam dolar AS, sehingga negara-negara yang meminjam harus membayar kembali pinjaman mereka dalam dolar dan mesti mempunyai pasokan dolar yang cukup untuk membayar kembali pinjaman mereka.
Karyawan menghitung uang dolar Amerika Serikat (AS) di tempat penukaran valuta asing, Jakarta, Rabu (6/1). Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Dalam hal ini, kekuatan ekonomi dan politik AS pun berperan penting dalam ketergantungan dunia pada dolar karena AS mempunyai kendali atas pasokan dolar dan cadangan emas dunia.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, ketergantungan dunia pada dolar AS pun bisa menjadi masalah karena fluktuasi nilai tukar dolar dapat memengaruhi ekonomi negara-negara lain. Apabila nilai dolar AS turun secara signifikan, ini juga dapat memengaruhi nilai cadangan devisa negara-negara yang memegang dolar sebagai bagian dari cadangan mereka.
Oleh karena itu, kini banyak negara di dunia yang mulai mencari alternatif lain untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS. dedolarisasi mencakup pelbagai upaya yang dilakukan oleh negara-negara ataupun lembaga-lembaga internasional untuk mengurangi ketergantungan dunia pada dolar AS, serta mencari alternatif mata uang.
Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi dampak fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap ekonomi negara-negara lain dan mengurangi kekuatan ekonomi dan politik Amerika Serikat yang terkait dengan kendali atas pasokan dolar serta cadangan emas dunia.
ADVERTISEMENT

BRICS Melawan AS dengan Dedolarisasi

Ilustrasi BRICS. Foto: Shutterstock.
Negara yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan atau biasa diakronimkan sebagai BRICS, yakni kumpulan negara yang didirikan pada tahun 2006, negara-negara anggota mendirikan kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, serta sejak itu telah melaksanakan pertemuan dan konferensi tingkat tinggi untuk membahas masalah global dan memperkuat hubungan di antara mereka.
Kelompok BRICS dianggap sebagai kekuatan dunia yang sedang berkembang baik secara ekonomi maupun politik serta memiliki potensi pengaruh yang signifikan dalam isu-isu global.
Akhir-akhir ini, BRICS juga melakukan upaya dengan mewacanakan dedolarisasi untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap hegemoni AS, yang mana AS memiliki wewenang yurisdiksi terhadap sanksi ekonomi terhadap negara-negara di dunia.
ADVERTISEMENT
Untuk melawan AS dalam sektor ekonomi dan politik, BRICS tampaknya serius dalam menggarap wacana terkait mata uang sebagai upaya mengurangi ketergantungan mereka terhadap mata uang yang dinilai stabil dan paling banyak digunakan oleh negara-negara di dunia tersebut. Upaya dedolarisasi yang dilakukan oleh BRICS tampaknya nanti akan membawa pengaruh bagi dunia.

Dunia Melawan Hegemoni Amerika Serikat

Bendera Amerika Serikat. Foto: Shutterstock.
Dunia tampaknya sudah mulai gerah dengan hegemoni AS, banyak negara di dunia yang sudah mulai meninggalkan dolar AS sebagai sarana perdagangan dunia. Misalnya Cina dan Rusia, mereka dalam bertransaksi menggunakan mata uang yuan dan rubel. Hal ini dapat dibuktikan dengan Cina membayar gas Rusia memakai mata uang rubel, hal ini menyusul dari adanya sanksi terhadap Rusia karena konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina.
ADVERTISEMENT
Selain itu, negara-negara di Eropa pun berusaha melakukan dedolarisasi. Dilansir dari Forbes.com, pemerintah Prancis, Jerman, dan Inggris Raya sudah menemukan solusi untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran dengan mengembangkan kendaraan tujuan khusus yang memungkinkan bisnis Eropa untuk melaksanakan perdagangan non-dolar dengan Iran tanpa melanggar sanksi AS. Solusi tersebut dikenal sebagai INSTEX—sekarang sudah aktif dan berjalan. Hal tersebut memungkinkan Eropa untuk menjaga hubungan perdagangan mereka dengan Iran meskipun adanya sanksi AS.
Tidak hanya di Eropa, di Asia, khususnya kawasan ASEAN pun turut melakukan dedolarisasi, pertemuan antara menteri keuangan negara-negara di Asia Tenggara dan Bank Sentral ASEAN setuju untuk meningkatkan kerja sama dalam hal sistem pembayaran di kawasan. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa 5 bank sentral di negara ASEAN sudah menandatangani Memorandum of Understanding mengenai implementasi cross-border interconnectivity dan interoperability, penggunaan QRIS, serta transaksi lokal.
ADVERTISEMENT
Bahkan, sejak dulu Cina telah mengupayakan untuk perlahan meninggalkan transaksi menggunakan Dolar AS. Dilansir dari The Times, pada 2011, Jepang membuat perjanjian dengan Cina untuk memperdagangkan mata uang nasional, langkah yang diambil kedua negara dapat membantu apresiasi yuan terhadap mata uang lainnya. Cina dipandang secara tak alami menjaga yuan di bawah nilai, yang membantunya mengalami surplus terhadap mitra dagangnya.
Dunia tampaknya perlahan mulai melakukan upaya untuk tidak bergantung kepada dolar AS, yang mana negara tersebut mempunyai kekuatan besar, khususnya dalam hal sanksi ekonomi. Hegemoni AS dalam bidang politik tentunya akan berdampak terhadap ekonomi, yang tentu akan menimbulkan guncangan terhadap banyak negara. Negara-negara di belahan dunia mau tidak mau harus tunduk terhadap kebijakan AS, tentu ini bukan hal yang diinginkan.
ADVERTISEMENT

Upaya Indonesia dalam Mengurangi Ketergantungan terhadap Dolar AS

Bendera Indonesia dan Amerika Serikat. Foto: Shutterstock.
Seperti negara-negara lain, Indonesia pun berupaya keluar dari ketergantungan dolar AS. Indonesia menggunakan skema Local Currency Settlement (LCS), sederhananya berarti sebuah proses penyelesaian pembayaran internasional yang mana mata uang lokal digunakan tanpa perlu menukarkan ke mata uang asing. Dalam skema LCS, dua pihak dalam transaksi perdagangan menggunakan mata uang negara masing-masing, sehingga tidak ada mata uang ketiga yang terlibat sebagai perantara.
LCS juga memungkinkan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional dan membantu mengurangi ketergantungan pada mata uang asing, termasuk dolar AS. Dampak baiknya antara lain bisa mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar dan biaya transaksi. Selain itu, LCS pun bisa meningkatkan volume perdagangan dan memperluas akses pasar bagi pelaku usaha lokal.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, Indonesia kurang lebih telah melakukan skema LCS ini dengan pelbagai negara, di antaranya Cina, Malaysia, Thailand, dan Jepang. Kemudian, Bank Indonesia juga ingin memperluas LCS ini dengan Korea Selatan dan India.
LCS menguntungkan kedua negara karena mengizinkan penggunaan mata uang lokal setiap kali berlangsung transaksi perdagangan bilateral maupun investasi. Dengan skema ini, kedua negara dapat meminimalisir ketergantungan dengan dolar AS.