Kontroversi Penyajian Konten di Netflix Akibat Lemahnya Praktik Kebijakan Sensor

Raisa Zakiah
Saya adalah mahasiswa yang sedang menempuh perkuliahan jenjang S1 di Fakultas Humaniora dan Bisnis Jurusan Ilmu Komunikasi - Universitas Pembangunan Jaya.
Konten dari Pengguna
3 November 2020 9:27 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raisa Zakiah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lahirnya media baru sebagai konvergensi analog menjadi digital dipengaruhi erat oleh kemajuan dan kecanggihan teknologi di era globalisasi. Salah satu media baru di bidang sarana hiburan yang dapat dijumpai saat ini adalah layanan streaming online Netflix. Netflix adalah platform streaming film ataupun TV show legal yang dapat dikonsumsi oleh setiap orang karena kelengkapan film dan konten yang disajikan oleh Netflix. Setiap film yang ditampilkan juga sudah memenuhi standard kualitas, yaitu best quality, dengan resolusi 4K+HDR dan bisa di nikmati kapan saja menggunakan laptop, televisi maupun smartphone tanpa jeda iklan.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah eksistensinya selama 5 tahun, Netflix menuai berbagai sorotan publik karena tidak adanya kebijakan regulasi sensor pada adegan atau konten yang tidak layak. Konten tidak layak yang sering kali ditampilkan di Netflix berupa pornografi, kekerasan, unsur SARA, perdagangan manusia, dan lain-lain. Ide hiburan yang menampilkan adegan tersebut dapat menimbulkan provokasi, pertentangan antar kelompok, serta menggeser nilai - nilai asusila. Ribuan petisi dan kecaman telah digaungkan oleh masyarakat maupun Lemba Sensor Film Indonesia (LSF).
Aime Duffy, penyanyi asal Wales turut mengirim surat terbuka kepada Netflix karena menayangkan film yang memvisualisasikan kekerasan seksual dan penculikan brutal dalam film 365 days. Seperti yang diketahui, film 365 days bercerita tentang seorang anak bos mafia yang menculik seorang wanita asal Polandia karena terobsesi untuk menjadikannya sebagai kekasih. Film tersebut menanyangkan adegan pemerkosaan serta perampasan kehormatan seorang wanita tanpa sensor sedikit pun. Hal tersebut mengingatkan Dufffy akan masa lalunya yang pernah mengalami hal yang sama. Ia keberatan dengan keputusan Netflix untuk menanyangkan film tersebut karena dapat membuka trauma luka lamanya. “Film ini seharusnya bukan ide untuk dijadikan hiburan dan juga tidak boleh digambarkan seperti itu atau dikomersialkan dengan cara ini. Aku menulis kata-kata ini (yang aku tidak percaya aku menulis pada tahun 2020, dengan begitu banyak harapan dan kemajuan yang diperoleh dalam beberapa tahun terakhir) karena diperkirakan 25 juta orang saat ini diperdagangkan di seluruh dunia dan belum lagi jumlah orang yang tak terhitung,” Jelas Duffy. Sejauh ini, Netflix telah melakukan banyak pelanggaran hak siar, seperti menyajikan konten kontroversial, tidak ada sistem flagging yaitu sistem pelaporan konten yang tak pantas sehingga bisa ditake down, dan yang ketiga adalah pemberlakuan pajak.
ADVERTISEMENT
Masyarakat meminta agar LSF dapat bertindak lebih tegas menanggapi output negatif dari penyajian konten tidak layak pada Netflix. Namun, LSF menyatakan bahwa belum ada payung hukum resmi dari perundang-undangan di Indonesia untuk menjangkau penyensoran terhadap sebuah konten yang ditampilkan. "Meski belum ada payung aturan tersebut. layanan streaming merasa basisnya di luar negeri, tidak menjadi objek aturan. itu bisa saja. Oleh karena itu butuh lembaga-lembaga lain untuk membuat peraturan sensor itu," Kata Ahmad Yani selaku ketua Lembaga Sensor Film saat diwawancarai media CNN.com
Ketua KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) juga meresahkan adanya polemik kontroversi pada konten di Netflix. Ia tidak menyanggah bahwa output negatif sudah begitu marak akibat tidak adanya praktik penyensoran. Penyajian konten yang tak terfilter tentunya akan mengancam kepribadian dan nilai-nilai bangsa.
ADVERTISEMENT
KPI bukanlah lembaga yang berwenang untuk melakukan objek pengawasan pada layanan streaming platform digital seperti Youtube dan Netflix. KPI hanya berwenang untuk mengatur isi konten yang ada di televisi dan radio sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Sehingga KPI tidak bisa bertindak di luar kewenangannya.
Tantangan utama KPI dan LSF yang belum mampu menjangkau penyensoran adalah karena tidak adanya kewenangan untuk menindak praktik penyensoran pada platform Netflix. Sehingga mereka berpendapat, alternatif yang bisa dilakukan saat ini adalah upaya masyarakat untuk melakukan sensor secara mandiri. Pengawasan hukum tentunya tetap ada, namun porsi dan intensitasnya tidak akan sama seperti pengawasan konten di televisi atau radio, melainkan akan lebih terminimalisir.
ADVERTISEMENT
PT Telkom Group sebagai mitra operator yang telah lama berkolaborasi dengan Netflix turut merespond pelanggaran pedoman standard penyiaran yang kerap dilakukan oleh Netflix. Sejak 2016, PT Telkom melalui indihome telah memblokir layanan Netflix akibat banyaknya konten yang kontroversial, sehingga bagi siapapun yang ingin mengakses film harus menggunakan VPN. Indihome memblokir akses layanan streaming Netflix sebagai langkah tegas untuk mendesak Netflix agar berkomitmen menampilkan konten yang sesuai dengan nilai - nilai budaya masyarakat di Indonesia. PT Telkom juga mengajukan beberapa syarat agar Netflix bisa berpeluang mempertahankan eksistensinya di tanah air. Syarat tersebut meliputi kebijakan take down policy konten, perlindungan terhadap pelanggan, serta persetujuan untuk tetap tunduk dengan aturan penyiaran di Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Netflix menyepakati beberapa syarat yang diajukan oleh PT Telkom, di antaranya Netflix mulai menyediakan fitur Parental Control. "Kami juga memiliki fitur kontrol orang tua (parental control) serta PIN untuk mengatur konten pada tingkat-tingkatan usia tertentu di akun Netflix," kata Manajer Komunikasi Netflix, Kooswardini Wulandari, saat dihubungi detikINET.
Parental control adalah sistem untuk membatasi akses atas tayangan atau konten yang tidak sesuai dengan umur pengguna. Di mana ketika ada anak di bawah umur mengakses konten film yang tidak sesuai dengan kecukupan umurnya, maka dipastikan layanan tersebut tidak tersedia. Selanjutnya, Netflix diharapkan untuk segera menyediakan tools dan mekanisme untuk penanganan keluhan pelanggan sebagaimana yang dimiliki oleh Youtube.
Ketetapan take down policy akan diterapkan pada konten yang menampilkan kekerasan dalam adegan pembunuhan, pelecehan suatu golongan atau RAS tertentu, serta aksi-aksi seksual berlebihan yang melampaui batas. Kebijakan take down pada konten yang berbenturan dengan standard pedoman penyiaran disetujui oleh Menteri Komunikasi dan Informasi yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti adegan tidak senonoh tersebut. Menteri Johnny G Plate juga menegaskan pihak Netflix untuk memperhatikan setiap konten yang akan ditayangkan karena bisa meresahkan masyarakat apabila tidak sesuai dengan etika asusila bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, kebijakan sensor pada Netflix belum bisa diterapkan secara optimal dan intens oleh Lembaga Sensor Film (LSF), maupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal tersebut disebabkan karena aturan perundang-undangan belum memberlakukannya. Namun, pengawasan atau kontrol mandiri bisa dilakukan sebagai upaya pencegahan dampak dan output negatif dari tayangan konten yang tak tersensor. Netflix telah mematuhi beberapa opsi dan syarat yang diajukan oleh PT Telkom Group untuk membuat fitur dan tools sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tayangan konten yang bertentangan dengan nilai, etika, dan norma masyarakat Indonesia. Kebijakan take down pada konten yang tidak mematuhi pedoman standard penyiaran juga telah disetujui oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. Namun, hukum dan regulasi penyensoran pada platform Netflix harus tetap ada agar ketika pelanggaran terjadi, pengguna memiliki dasar hukum yang kuat untuk melapor dan menindaklanjuti segala bentuk pelanggaran yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Referensi utama:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/01/160113_indonesia_sensor_netflix_lsf.html