Partisipasi Politik di Era Digital Melalui #BlackLivesMatter

Raissa Bernadine Putri
Mahasiswi aktif Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Kristen Satya Wacana
Konten dari Pengguna
7 Oktober 2023 12:14 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Raissa Bernadine Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tanda jalan Black Lives Matter Plaza terlihat di dekat Gereja Episkopal St. John di Washington, AS. Foto:  REUTERS/Carlos Barria
zoom-in-whitePerbesar
Tanda jalan Black Lives Matter Plaza terlihat di dekat Gereja Episkopal St. John di Washington, AS. Foto: REUTERS/Carlos Barria
ADVERTISEMENT
Internet dan media sosial tidak bisa lepas dari kehidupan kita saat ini. Keajaiban teknologi ini telah memberikan semua orang jalur langsung ke massa. Sekarang, kita dapat dengan mudah mengakses internet dan berbagi pemikiran dengan orang lain. Dengan internet dan media sosial, setiap orang dapat mengakses berita apa pun. Tidak hanya itu saja, platform digital seperti Twitter, Facebook, dan Instagram telah menjadi tempat berkembang biaknya ekspresi politik.
ADVERTISEMENT
Di era yang didominasi oleh smartphone, media sosial, dan akses instan ke informasi, cara kita terlibat dalam politik telah mengalami transformasi besar. Era digital telah mendefinisikan ulang partisipasi politik, menawarkan peluang, dan tantangan baru.
Kini, kita dapat secara aktif berpartisipasi dalam wacana politik, berkat media sosial, forum online, dan platform digital. Alat-alat ini telah mendemokratisasi informasi, memungkinkan warga negara untuk mengakses beragam perspektif, berbagai pandangan, dan terhubung dengan individu yang berpikiran sama atau terlibat dalam perdebatan yang konstruktif.

Dinamika Partisipasi Politik yang Berubah

Di era keajaiban digital ini, partisipasi politik telah memasuki era digital dengan kekuatan penuh, meninggalkan cara-cara kuno seperti demonstrasi dan pidato. Perubahan dinamika partisipasi politik dapat kita definisikan melalui peningkatan akses dan konektivitas. Berkat kemajuan teknologi, keterlibatan politik tidak lagi terbatas pada mereka yang mampu membeli ruang konferensi mewah atau pembicara publik yang karismatik.
ADVERTISEMENT
Sekarang, bahkan orang biasa pun dapat menyuarakan pendapat dan pemikiran mereka tanpa harus mengenakan pakaian termewah mereka atau memamerkan keterampilan berbicara di depan umum. Hanya dengan sebuah smartphone dan koneksi internet, siapa pun dapat menjadi kritikus politik.
Media sosial juga dapat digunakan untuk memobilisasi pemilih dan mengkampanyekan calon politik. Kampanye politik seringkali memiliki keberadaan yang kuat di platform media sosial untuk mencapai pemilih yang lebih muda dan terhubung secara digital. Para politisi tidak hanya menampilkan janji mereka, tetapi juga berinteraksi dengan para pendukung dan lawan mereka.
Era digital memberdayakan warga negara untuk menjadi pengawas, meminta pertanggungjawaban para pemimpin, dan menuntut transparansi. Warga negara yang terlibat di era digital berarti lebih dari sekadar memberikan suara setiap beberapa tahun sekali. Hal ini melibatkan tetap mendapatkan informasi, mempertanyakan narasi, dan secara aktif berpartisipasi dalam aktivisme online.
ADVERTISEMENT
Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok memungkinkan individu untuk membuat dan menandatangani petisi online untuk mengumpulkan dukungan untuk suatu tujuan atau isu tertentu. Petisi sering digunakan untuk menekan perubahan kebijakan atau tindakan tertentu. Dengan meningkatnya akses, konektivitas, keterlibatan melalui media sosial, dan meningkatnya aktivisme dan petisi online, jelaslah bahwa dinamika partisipasi politik telah benar-benar berubah.

Hashtag “Black Lives Matter”

Pendukung calon presiden dari Partai Demokrat AS Joe Biden berjalan di Black Lives Matter Plaza, dekat Gedung Putih, Washington, AS, Jumat (6/11). Foto: Hannah McKay/REUTERS
Era digital telah memberikan suara yang kuat kepada massa. Berkat dunia online, mobilisasi gerakan transnasional menjadi sangat mudah. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia dapat bersatu untuk tujuan yang sesuai dengan mereka, entah itu perubahan iklim atau hak asasi manusia. Salah satu contoh paling menonjol dari fenomena ini adalah gerakan #BlackLivesMatter, yang telah menjadi seruan global untuk keadilan dan kesetaraan rasial.
ADVERTISEMENT
Pada intinya, #BlackLivesMatter adalah respons terhadap rasisme sistemik dan kebrutalan polisi terhadap orang kulit hitam di Amerika Serikat dan sekitarnya. Gerakan ini muncul pada tahun 2013, setelah pembebasan George Zimmerman atas pembunuhan Trayvon Martin, dan mendapatkan momentum setelah kematian Michael Brown, Eric Garner, dan orang-orang kulit hitam tak bersenjata lainnya di tangan penegak hukum.
Yang membedakan #BlackLivesMatter dengan gerakan hak-hak sipil sebelumnya adalah strukturnya yang terdesentralisasi dan penggunaan teknologi digital. Meskipun gerakan ini tidak memiliki kepemimpinan formal atau struktur hirarkis, gerakan ini memiliki kehadiran online yang kuat, dengan lebih dari 4,2 juta tweet yang menggunakan tagar tersebut pada tahun 2016.
Aktivisme digital ini telah memungkinkan gerakan ini melampaui batas-batas geografis dan menghasilkan dukungan dari beragam individu dan organisasi di seluruh dunia. Hal ini juga telah memicu perdebatan penting tentang peran media sosial dalam pengorganisasian politik, kekuatan aktivisme tagar, dan potensi teknologi digital untuk mendorong perubahan politik.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang sama, #BlackLivesMatter telah menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk tuduhan memecah belah, kurangnya fokus, dan kooptasi politik. Gerakan ini telah dikritik oleh beberapa pihak karena menentang retorika "semua nyawa berarti", yang dipandang oleh beberapa pihak sebagai sesuatu yang eksklusif dan memecah belah.

Mengubah Perspektif Dunia

Salah satu dampak paling signifikan dari gerakan Black Lives Matter terhadap politik internasional adalah pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah. Gerakan ini telah memaksa banyak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pendekatan mereka dalam menangani rasisme sistemik.
Di Amerika Serikat, misalnya, gerakan ini telah mendorong diskusi mengenai reformasi kepolisian, reformasi peradilan pidana, dan akuntabilitas yang lebih besar bagi aparat penegak hukum yang bertanggung jawab atas profil rasial dan kekerasan terhadap individu kulit hitam. Diskusi-diskusi ini telah menghasilkan perubahan kebijakan konkret di beberapa kota dan negara bagian, seperti penerapan kamera tubuh pada petugas polisi dan larangan pencekikan.
ADVERTISEMENT
Secara internasional, gerakan ini juga telah menarik perhatian pada ketidaksetaraan rasial di negara-negara lain. Gerakan ini telah mengilhami para aktivis di seluruh dunia untuk menantang pemerintah mereka sendiri untuk mengatasi rasisme sistemik di dalam masyarakat mereka. Hal ini telah menghasilkan berbagai inisiatif dan perubahan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang terpinggirkan dan membongkar sistem yang diskriminatif.
Gerakan "Black Lives Matter" juga berdampak pada hubungan internasional dengan menantang status quo dan memaksa negara-negara untuk mengatasi masalah rasial mereka sendiri. Di era globalisasi, gerakan sosial seperti Black Lives Matter telah melampaui batas-batas negara, menghubungkan orang-orang di berbagai belahan dunia. Keterhubungan ini telah menumbuhkan rasa solidaritas di antara komunitas yang terpinggirkan dan memicu diskusi tentang rasisme dalam skala global.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, protes dan demonstrasi sebagai bentuk solidaritas terhadap "Black Lives Matter" telah terjadi di negara-negara seperti Kanada, Inggris, dan Australia. Protes-protes ini telah memaksa pemerintah untuk menghadapi sejarah kolonialisme, rasisme, dan ketidaksetaraan sosial mereka sendiri.

Peran Masyarakat Internasional

Peserta aksi Black Lives Matter di Bristol, Inggris. Foto: AP Photo via PA/Ben Birchall
Gerakan "Black Lives Matter" tidak dapat dipungkiri telah membentuk kembali wacana publik tentang ketidaksetaraan rasial dan keadilan sosial. Dengan menggunakan platform media sosial dan tagar #BlackLivesMatter, gerakan ini telah memperkuat suara mereka yang terkena dampak diskriminasi rasial, sehingga kisah mereka dapat menjangkau khalayak yang lebih luas. Hal ini telah meningkatkan kesadaran dan percakapan tentang rasisme di masyarakat, baik secara online maupun offline.
Terlepas dari beberapa tantangan, #BlackLivesMatter telah memberikan dampak yang besar terhadap politik internasional, mengasah generasi baru aktivis dan menjadi contoh yang kuat tentang bagaimana teknologi digital dapat digunakan untuk mempromosikan keadilan sosial. Dengan meningkatkan kesadaran akan rasisme sistemik dan kebrutalan polisi, gerakan ini telah menyoroti kebutuhan mendesak akan perubahan yang berarti dan memicu percakapan penting tentang ketidaksetaraan, kekuasaan, dan hak istimewa.
ADVERTISEMENT
Sebagai kesimpulan, gerakan #BlackLivesMatter merupakan momen penting dalam persimpangan antara politik internasional dan teknologi digital. Gerakan ini telah menantang gagasan konvensional tentang pengorganisasian politik, menimbulkan perdebatan penting, dan mendorong batas-batas dari apa yang mungkin dilakukan di era digital. Seiring dengan langkah kita ke depan, penting untuk terus mengkaji dampak media sosial terhadap aktivisme politik, dan mengeksplorasi potensi teknologi digital untuk membentuk masa depan politik internasional.
Meskipun era digital telah membuka berbagai kemungkinan yang menarik, namun bukan berarti tanpa tantangan. Di saat partisipasi politik telah mencapai tingkat kerumitan yang sama sekali baru dengan kekuasaan yang besar, datang pula tanggung jawab yang besar.
Penyebaran informasi yang salah, penciptaan ruang gema, dan erosi privasi dapat berpotensi memperburuk masalah. Namun, tantangan-tantangan ini seharusnya tidak menghalangi kita untuk terlibat secara aktif dalam politik, Sebaliknya, tantangan-tantangan ini menekankan perlunya literasi media, pemikiran kritis, dan perilaku online yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT