Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Jangan Salahkan Sistemnya, Tapi Salahkan Oknumnya
10 Maret 2024 11:06 WIB
·
waktu baca 4 menitDiperbarui 18 Maret 2024 9:45 WIB
Tulisan dari Ramadhan Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam konteks global saat ini, terdapat beragam sistem pemerintahan dan hukum yang berlaku di setiap negara. Perbedaan-perbedaan ini mencerminkan keragaman budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang ada di berbagai belahan dunia. Dengan demikian, setiap negara memiliki cara tersendiri untuk mengatur tata kelola pemerintahan dan menjalankan sistem hukumnya.
Jika kita merujuk kepada semua sistem pemerintahan yang ada, tentu akan menemukan berbagai macam variasi yang luas seperti monarki, republik, demokrasi, oligarki, dan lain-lain. Setiap sistem tersebut pasti memiliki dinamika pemerintahan yang berbeda-beda, sesuai dengan institusi yang telah dibuat. Misalnya demokrasi yang mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Berbeda halnya dengan Kerajaan yang kekuasaannya dipegang penuh oleh seorang raja sebagai pemimpin negara tersebut contohnya Arab Saudi .
ADVERTISEMENT
"Sistem Pemerintahan Ideal: Mitos atau Realitas?"
Pertanyaan ini saya dapat Ketika mendapat kelas Democracy And Social Society. Dosen menanyakan pada saat itu dosen meminta kita melihat fenomena demokrasi yang terjadi di Indonesia. Apakah implementasi sistem demokrasi sudah tepat pada negara Indeonesia? Apakah demokrasi adalah sistem pemerintahan yang tepat untuk zaman globalisasi sekarang?
Menjawab pertanyaan sempurna atau tidak, menurut saya jangankan di dalam lingkup politik, bahkan di dunia ini pun tidak ada subjek apapun yang sempurna. Semua pasti ada kekurangan alamiah di setiap individu itu masing-masing. Dalam penjelasan kali ini, mari kita sedikit bahas terkait sistem pemerintahan monarki.
Sistem pemerintahan tertua yang muncul pada awal peradaban manusia yakni 5000 tahun yang lalu monarki merupakan sistem yang memainkan peran penting dalam perkembangan agama, budaya, serta seni. Sistem pemerintahan yang memilih pemimpin negara mereka (Raja atau Ratu) melalui garis keturunan ini, mulai dikritik secara signifikan pada abad ke-17 dan ke-18, dengan munculnya Zaman pencerahan dan gerakan revolusioner oleh beberapa tokoh penting salah satunya bernama Jhon Locke melalui karyanya yang berjudul “"Two Treatises of Government".
ADVERTISEMENT
Pastinya kritikan tersebut bukan serta merta hanya sebuah kritikan yang dikarenakan zaman telah berubah. Tapi ada beberapa proses yang salah dari sistem tersebut. Kekurangan yang paling mencolok adalah kurangnya keadilan yakni jaminan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam sistem ini hanya beberapa individu atau kelompok yang mendapat HAM. Ketidaksetaraan pada Perempuan dan perbudakan salah satu pelanggaran HAM pada sistem yang satu ini.
Terlebih lagi seorang pemimpin pada negara yang menggunakan sistem ini dipilih berdasarkan garis keturunan. Hal tersebut bisa menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak jelas. Dikarenakan kekuatan yang dimiliki oleh seorang raja tidak ada batasan yang jelas dalam monarki absolut.
Menurut pandangan saya, sistem monarki saat ini dianggap semakin tidak relevan dalam era globalisasi yang sedang berlangsung. Hal ini terutama disebabkan oleh perjuangan yang kuat dari berbagai tokoh untuk mempromosikan dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) .
ADVERTISEMENT
Mulai dari pemikiran-pemikiran John Locke hingga gerakan hak asasi manusia modern, banyak upaya telah dilakukan untuk mengakhiri penindasan dan ketidakadilan yang terjadi dalam sistem monarki. Negara-negara sudah mulai melakukan transformasi dari monarki ke sistem berbentuk demokrasi.
Demokrasi sebagai sistem modern
Demokrasi muncul sekitar abad ke-5 SM di era Yunani tepatnya pada Kota Athena. Pada saat itu demokrasi dikenal dengan demokrasi langsung. Namun pada saat itu hak-hak partisipasi masih terbatas yang mana hanya difokuskan pada laki-laki.
Demokrasi telah berkembang dalam setiap era, termasuk zaman pertengahan, masa Renaisans, dan Revolusi Amerika dan Perancis. Pada saat ini, hak asasi manusia semakin diakui, yang sebelumnya hanya terbatas pada laki-laki,sekarang juga diperluas kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam sistem demokrasi. Bahkan, perempuan juga dapat memegang jabatan kepemimpinan negara.
ADVERTISEMENT
Negara-negara di dunia mulai mengadopsi sistem pemerintahan yang digaungkan Amerika Serikat ini. Karena dianggap dapat membawa perdamaian dunia. Struktur pemerintahan yang baik karena dilandaskan oleh konstitusional yang kuat, membuat demokrasi digunakan untuk kesejahteraan warga negaranya.
Tetapi bukan berarti sistem ini tidak memiliki celah. Justru kemunculan sistem ini yang membuat adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Orang-orang yang memiliki kekuasaan seperti para elite politik memanfaatkan celah ini untuk mendapat keuntungan.
Ada alasan yang mendasari keberadaan kekurangan tersebut. Salah satunya adalah kurangnya transparansi yang membuka peluang untuk praktik pendanaan politik yang tidak jelas, yang kemudian dimanfaatkan oleh elite politik. Selain itu, budaya KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme) yang telah ada sejak lama juga menjadi faktor yang mendukung keberlangsungan praktik KKN ini.
ADVERTISEMENT
Dilema antara Sistem dan Oknum
Tentu saja, saya tidak akan membahas semua kekurangannya disini. Teman-teman bisa melihat langsung bagaimana kondisi negara yang menerapkan sistem demokrasi . Ambil satu contoh yaitu Amerika Serikat. Amerika Serikat yang pertama kali menggaungkan demokrasi pada era modern ini saja kondisi negaranya pada saat ini bisa dikatakan tidak sangat demokratis sekali. Kesenjangan terjadi dimana-mana, serta pelanggaran hukum merajalela. Padahal hukum yang diterapkan menjadi acuan bagi beberapa negara di dunia.
Hukum yang diterapkan oleh negara demokrasi pastinya diambil dari persetujuan warga negara mereka sendiri. Itu dilakukan agar kelangsungan hidup sebagai warga negara berlangsung sejahtera. Oleh karena itu, saya sampai saat ini percaya pada prinsip “Jangan salahkan sistem atau hukumnya tapi salahkan oknumnya.”
Tidak peduli sebaik apapun sistem pemerintahannya, baik itu monarki atau demokrasi, serta sebagus apapun peraturan yang dibuatnya, jika oknum yang menjalankannya tidak mengikuti prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi yang disepakati, maka kemungkinan besar akan terjadi pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam situasi tersebut, wajar jika kita mengkritik dan menyalahkan sistem tersebut karena gagal dalam mencegah atau menangani pelanggaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Bahkan dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas seperti di Amerika, tidak ada jaminan bahwa sistem ini akan berjalan tanpa cacat. Menurut saya, tingkat SDM yang tinggi justru dapat menciptakan potensi yang lebih besar untuk menemukan celah atau kesempatan yang tepat untuk dimanfaatkan.