Konten dari Pengguna

Jati Diri Pendidikan Tinggi

Ramanda Bima Prayuda
Saya merupakan mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Politik di Universitas Negeri Semarang.
3 Januari 2025 15:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ramanda Bima Prayuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Karya penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Karya penulis
ADVERTISEMENT
Pendidikan sering kali dianggap sebagai jalan utama menuju kesuksesan, dengan dunia kampus sebagai medan tempur penuh tantangan akademis dan ekspektasi. Pada masa peralihan semester seperti sekarang ini, tentu pembahasan terkait nilai merupakan sesuatu yang menarik. Di tengah rutinitas perkuliahan, mahasiswa sering kali terfokus pada nilai angka sebagai tolok ukur utama pencapaian mereka. Akan tetapi, apakah angka-angka tersebut sungguh mencerminkan perjalanan dan tujuan sejati seorang mahasiswa? Apakah pencapaian akademis semata dapat menggambarkan makna dari proses pendidikan itu sendiri? Dalam buku Pendidikan Kaum Tertindas, Paulo Freire mengemukakan pandangan bahwa pendidikan yang sejati bukan hanya sekadar mengisi kepala dengan informasi, tetapi juga membangkitkan kesadaran kritis serta kemampuan untuk melihat realitas dari perspektif baru. Freire menekankan pentingnya pendidikan yang membebaskan, yang memungkinkan individu untuk berkembang secara holistik, tidak hanya dalam aspek kognitif, tetapi juga dalam pemahaman diri dan dunia sekitar. Di tengah dunia pendidikan tinggi yang semakin kompleks, mahasiswa sering menghadapi tekanan besar untuk meraih angka-angka sempurna yang dianggap sebagai tanda keberhasilan. Di sisi lainnya, pencarian mahasiswa tidak berhenti hanya pada pencapaian angka yang dapat dipamerkan. Ada juga dari mereka yang meskipun terjebak dalam rutinitas akademik, sesungguhnya tengah mencari pengalaman yang lebih dalam.
ADVERTISEMENT

Angka vs Pemahaman

Di dunia pendidikan, angka sering dianggap sebagai ukuran utama keberhasilan, seperti nilai ujian atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), yang sering dipandang sebagai bukti penguasaan materi. Akan tetapi, angka-angka ini tidak selalu mencerminkan pemahaman sejati mahasiswa terhadap materi yang diajarkan. Ada juga mahasiswa yang memperoleh nilai tinggi dengan mengandalkan hafalan, tanpa benar-benar memahami konsep yang mendasarinya. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber yang bernama Martinus Rangga Prastio, Mahasiswa Program Studi Manajemen di Soegijaparanata Catholic University (Semarang), menurutnya perlu ada keseimbangan antara angka, pemahaman, dan karakter diri. Selama berkuliah kurang lebih 1,5 tahun, ia aktif berorganisasi di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, pengalaman itulah yang sungguh menghantarkannya pada pemahaman apa itu dunia perkuliahan, namun tidak dipungkiri juga, ia merupakan mahasiswa berprestasi di kampusnya. Dalam konteks ini, angka hanya menunjukkan hasil sementara, sedangkan pemahaman yang mendalam melibatkan kemampuan untuk menghubungkan, mengkritisi, dan menerapkan pengetahuan dalam konteks yang lebih luas. Meskipun angka dapat menunjukkan keberhasilan akademis dalam pengertian terbatas, pemahaman yang lebih dalam merupakan kunci dari pendidikan yang mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan dunia nyata. Pemahaman yang mendalam memungkinkan mahasiswa untuk berpikir kritis, mengembangkan keterampilan analitis, dan mampu menghadapi masalah dengan pendekatan yang lebih kreatif dan kontekstual, jauh melampaui apa yang dapat dicapai hanya dengan mengandalkan angka.
ADVERTISEMENT

Pendidikan sebagai Pembentukan Diri

Pendidikan memegang peranan yang sangat krusial dalam membentuk karakter, identitas, serta kemampuan individu dalam berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. Melalui pendidikan, seseorang tidak hanya mendapatkan pengetahuan akademis dan keterampilan teknis, tetapi juga nilai-nilai moral, etika, dan sosial yang menjadi landasan dalam membentuk pandangan hidup dan perilaku sehari-hari. Pendidikan membantu individu untuk memahami dirinya lebih dalam, mengenali potensi yang dimilikinya, serta mengembangkan sikap dan kebiasaan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga dalam interaksi sosial yang lebih luas, dimana seseorang belajar untuk beradaptasi, berempati, berkomunikasi dengan baik, dan menghargai perbedaan antar sesama. Selain itu, pendidikan juga berfungsi untuk memperkuat ketahanan mental dan emosional seseorang, yang memungkinkan mereka untuk mengatasi tantangan kehidupan dengan sikap positif dan optimisme. Dalam konteks ini, pendidikan menjadi lebih dari sekadar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga proses yang mendalam dalam pembentukan pribadi yang utuh, yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, bertindak secara etis, dan mampu berkembang serta berdaya saing dalam berbagai situasi. Dengan demikian, pendidikan bukan hanya membekali individu dengan keterampilan teknis, tetapi juga membentuk mereka menjadi pribadi yang bijaksana, bertanggung jawab, dan siap menghadapi dinamika kehidupan secara lebih matang. Patut untuk direfleksikan bersama, jika Anda yang membaca merupakan mahasiswa, “Apakah yang selama ini Anda cari dalam pendidikan?” Atau justru Anda hanya sekadar mengikuti arus perkuliahan saja, tanpa memaknai apa yang terkandung di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Ramanda Bima Prayuda
Mahasiswa S1 Ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang