Rangkum 15 Maret 2019: Bahar Belum Tamat, Isu Ponorogo Kiamat

Konten Media Partner
15 Maret 2019 1:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ihwal penetapan tersangka calon legislatif (caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pasaman Barat, Sumatera Barat, yang memerkosa anak kandungnya sendiri ada di Rangkum edisi ini. Berikut ulasan selengkapnya.
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus dugaan penganiayaan terhadap remaja Bahar bin Smith menjalani sidang lanjutan di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jawa Barat. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Habib Bahar bin Smith, terdakwa kasus dugaan penganiayaan 2 remaja merasa kasus yang menjeratnya merupakan ketidakadilan hukum di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). “Sampaikan kepada Jokowi tunggu saya keluar. Tunggu saya keluar dan rasakan pedasnya lidah saya,” ujar Habib Bahar usai sidang ketiganya di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Kamis (14/3).
Sebelumnya, Bahar juga mengatakan tidak takut dengan ancaman pidana 9 tahun penjara yang menjeratnya. Tak peduli seberapa besar ancaman hukuman dan siksaan. Kami tidak akan pernah tunduk kepada kezaliman,” ucap Bahar, Rabu (6/3).
Salah satu rumah warga Badegan, Ponorogo yang ditinggal pergi oleh pemiliknya diduga isu kiamat. Foto: Dok. Beritajatim.com
Isu kiamat sempat meresahkan dan menyebabkan 52 warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, pindah ke Pesantren Miftahul Falahil Mubtadiin di Kasembon, Malang. Awalnya, diduga ada jemaah dari pesantren tersebut yang menyebarkan doktrin kiamat, huru-hara akan terjadi setelah Ramadan, dan paceklik selama 2019-2021. Bahkan ada informasi yang beredar jemaah diminta menjual asetnya dan menyetorkannya ke pesantren untuk bekal kehidupan di akhirat.
Polisi dan TNI bersama pihak pesantren, tokoh masyarakat, dan perangkat Kecamatan Kasembon usai klarifikasi isu kiamat. Foto: Istimewa
Hal itu dibantah oleh Gus Muhammad Romli, pemimpin pesantren, yang mengakui ada peningkatan jumlah jemaah dari Ponorogo, namun hanya terkait kegiatan jelang Ramadan, bukan fatwa adanya kiamat, Rabu (13/3). Dalam klarifikasi yang dihadiri pihak pesantren, polisi, TNI, dan tokoh masyarakat juga dinyatakan isu kiamat dan ajaran menyimpang tidak benar adanya, Selasa (12/3). “Intinya semua berita yang beredar tidak benar,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kombes Pol. Frans Barung Mangera, Kamis (14/3).
ADVERTISEMENT
Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: Shutterstock
AH, caleg dari PKS ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri. Caleg di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, itu juga masuk daftar pencarian orang (DPO). "Kami koordinasi dengan polres yang ada di Jawa Barat. Sedang pengejaran," kata Kapolres Pasaman Barat, AKBP Iman Pribadi Santoso, Kamis (14/3).
Cindy dibonceng kakeknya, Cokro Utomo Parimin, saat berangkat ke sekolah dengan sepeda onthel. Mereka harus menempuh jarak 2 kilometer setiap hari. Foto: Tugu Jogja/ Galih Wijaya
Nasib malang dialami Cindy Uristiyanti, yang ditinggal ayahnya saat berusia tiga bulan, sementara sang ibu mengalami gangguan jiwa akibat depresi. Sejak kedua orang tuanya berpisah, Cindy tinggal bersama kakek dan neneknya, Cokro Utomo Parimin (72) dan neneknya Tukiyem (70), di rumah bak gubuk kumuh di RT 03/RW 01 Desa Kledung Karangdalem, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo. Kondisi orang tua yang berpisah dan perekonomian yang tak layak berdampak pada kondisi psikologis Cindy yang sering murung dan minder.
Cindy (pertama, depan dari kiri) dan kepala TK, Kismiyati (kedua depan dari kiri), ketika ditemui di TK Perintis Kledung, Karangdalem, Rabu (13/3). Foto: Tugu Jogja/Galih Wijaya
Awalnya, Cindy tidak sekolah karena keterbatasan biaya kakek dan neneknya. Namun, Kismiyati, guru TK Cindy, mengaku merasa iba dengan kondisinya dan--bersama guru-guru yang lain--memutuskan memasukkannya ke TK Perintis Kledung Karangdalem. "Awalnya bajunya kotor, rambutnya panjang dan banyak kutunya. Pokoknya lusuh. Kami masukkan ke TK, seragam gratis dan kami dandani sampai bersih.” kata Kismiyati.
Tukiyem, nenek Cindy ketika ditemui di rumahnya yang tak layak huni di Purworejo, Rabu (13/3/2019). Foto: Tugu Jogja/Galih WIjaya
Nyatanya, anak berusia 7 tahun itu tak serta-merta menyerah dengan keadaan dan bercita-cita menjadi seorang dokter. kumparan membuka kesempatan berdonasi untuk membantu Cindy mewujudkan cita-citanya dan meringankan beban ekonomi kakek dan neneknya. Mari bantu Cindy dan keluarganya dengan cara klik di sini.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Andy, anak penderita gizi buruk yang berusia 3 tahun. Foto: BalleoNews
Empat anak di Distrik Konda, Kampung Konda, dan Kampung Wamargegen, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, menderita gizi buruk sejak tahun 2018. Kepala Urusan (Kaur) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kampung Wamargegen, Oktovianus Habetan, mengatakan kedua anak penderita gizi buruk di Wamamrgegen belum mendapatkan pengobatan karena keterbatasan biaya dan transportasi.
Sementara itu, dua anak yang berada di Distrik Konda dan Kampung Konda hanya diberikan makanan tambahan yang berasal dairi puskesmas setempat. Namun, hanya diberikan selama 6 bulan selama tahun 2018. "Makanan tambahan hanya diberikan selama enam bulan (sejak bulan Januari 2018). Namun tak diberikan lagi hingga awal tahun 2019," tutur Yosfina Mabrabo, kader Posyandu Kampung Konda, Kamis (14/3).
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Narkoba Foto: Pixabay
Anggota kepolisian Resor (Polres) Sidrap diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan usai salah mengungkap kasus narkoba. Alih-alih sabu-sabu, 7 kilogram benda yang mereka temukan di Kecamatan Watangpulu, Sidrap, ternyata hanya tawas.
Mirisnya, setelah benda tersebut disita, Polres Sidrap langsung mengundang wartawan untuk mempublikasikan hasil tangkapannya. Namun, setelah diperiksa di laboratorium terungkap benda tersebut bukan sabu-sabu, melainkan batu tawas. "Paket itu ternyata tawas. Dia (Polres Sidrap) terlalu cepat merilis,” kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol. Dicky Sondani, Kamis (14/3).
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Limbah Beracun Foto: Pixabay
Limbah beracun dibuang di sebuah sungai yang terletak di selatan negara bagian Johor, Malaysia, menyebabkan 500 orang keracunan. Adapun 110 orang di antaranya merupakan siswa sekolah. "Kementerian Pendidikan memutuskan meliburkan sebanyak 111 sekolah di wilayah Pasir Gudang (Johor)," kata Maszlee Malik, Menteri Pendidikan Malaysia.
Sementara itu, pemerintah Malaysia belum bisa memastikan jenis gas beracun yang memicu keracunan massal tersebut. Hingga kini, ada tiga orang yang ditangkap akibat kasus pembuangan limbah tersebut.
---------
Nantikan terus Rangkum edisi lainnya di sini.