Konten dari Pengguna

Strategi Negara Selatan untuk Mendorong Internasionalisasi Perusahaan Nasional

Rasyiq Arif Buamona
Mahasiswa S-2 Ilmu Hubungan Internasional UGM
5 November 2024 10:27 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rasyiq Arif Buamona tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Internasionalisasi

ADVERTISEMENT
Internasionalisasi menurut Welch dan Luostarinen adalah proses kegiatan bisnis yang melintasi batas-batas negara asal dengan peningkatan derajat dalam operasi (Christofor, 2008). Internasionalisasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan nasional merupakan praktek yang sudah tidak asing dalam pembahasan tentang ekonomi-politik global.
ADVERTISEMENT
Internasionalisasi tidak hanya dilakukan perusahaan-perusahaan dari global north yang berstatus sebagai negara maju saja, namun belakangan ini sudah banyak perusahaan dari negara berkembang yang melakukan hal tersebut. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa proses perkembangan perusahaan nasional di negara selatan dalam melakukan internasionalisasi tentu saja tidak semudah yang dilakukan oleh perusahaan yang terdapat di negara maju.
Keterbatasan akses terhadap modal, paten, dan teknologi merupakan beberapa kendala yang menghambat internasionalisasi perusahaan lokal dari negara Selatan. Hal ini membuat perusahaan nasional dari negara selatan sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah dalam melakukan internasionalisasi. Perusahaan nasional yang dimaksud di sini dapat berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan yang terafiliasi dengan pemerintah, dan perusahaan swasta (Gammeltoft, P., et al., 2010).
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa metode ekspansi atau internasionalisasi perusahaan, yakni ekspor, pemberian lisensi, franchising, investasi langsung (FDI), merger dan akuisisi, pembukaan cabang, investasi portofolio, aliansi strategis, dll (Dharana, 2017).

Belum Mandirinya Perusahaan Nasional Negara Selatan

Menurut Garner (dalam Syarifuddin, n.d.), sebagian besar perusahaan nasional yang sukses melakukan internasionalisasi merupakan perusahaan milik negara. Sebab, dukungan modal dan strategi diplomasi dari negara dapat mempermudah proses pengembangan pasar secara global dan memperlebar peluang untuk melakukan internasionalisasi (Syarifuddin, n.d.). Oleh karena itu, peran aktif negara dalam mendorong internasionalisasi perusahaan lokal sangat dibutuhkan mengingat statusnya sebagai pemilik perusahaan, negara sekaligus pembuat regulasi (Syarifuddin, n.d.).
Di samping perusahaan negara, perusahaan swasta dan perusahaan yang terafiliasi dengan pemerintah juga memiliki peluang untuk melakukan internasionalisasi. Dalam prakteknya, perusahaan swasta yang sukses melakukan ekspansi umumnya dimiliki oleh keluarga dan konglomerat yang dekat dengan pemerintah. Relasi yang erat antara perusahaan nasional di negara berkembang dengan pemerintahnya ini merupakan sifat khas yang tidak dipunyai oleh perusahaan dari negara maju (Mas'oed et al., 2013). Pola relasi ini menunjukkan adanya kebutuhan dan ketergantungan dari perusahaan nasional terhadap uluran tangan negara dalam membantu ekspansi global mereka.
ADVERTISEMENT
Perusahaan nasional yang sudah mulai melakukan internasionalisasi akan menyandang gelar sebagai Emerging Multinational Corporations (EMNCs), istilah yang menandakan statusnya sebagai pendatang baru (latecomer) dan membedakannya dengan Multinational Corporations (MNCs) dari negara maju yang sudah mapan (Gammeltoft, P., et al., 2010, 2).
Namun, label baru yang diperoleh ini tidak serta merta menjadi penanda kemandirian perusahaan. Hubungan erat dengan pemerintah harus tetap dijaga dan dipertahankan karena dapat membawa dampak yang signifikan terhadap daya tahan dan daya saing EMNCs, baik di level domestik maupun pada lingkup internasional.
Dalam tataran domestik, hubungan antara negara dan bisnis dapat membuka akses EMNCs terhadap input tertentu seperti pembiayaan, subsidi, dukungan fasilitas dan pengelolaan yang berasal dari badan-badan pemerintah atau semi-pemerintah (Gammeltoft, P., et al., 2010, 1; Mas'oed et al., 2013).
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada level internasional, keakraban khas dengan pemerintah tersebut dapat menguntungkan bagi EMNCs dengan cara melahirkan kemudahan akses terhadap sumberdaya di negara lain; melakukan negosiasi terkait regulasi ekonomi global/regional, utamanya yang berhubungan dengan perlindungan hak milik intelektual atau kebijakan persaingan yang mendukung perusahaan nasional; hingga pembatalan implementasi peraturan internasional guna mencegah pengambil-alihan usaha oleh MNCs pesaing (Mas'oed et al., 2013).

Peran Negara dalam Internasionalisasi Perusahaan Nasional

Menurut Goldstein (2007), terdapat setidaknya empat peran yang dapat diambil dalam mendukung internasionalisasi EMNCs. Pertama, mengeluarkan kebijakan pendukung. Pemerintah di negara-negara berkembang menerapkan berbagai kebijakan pendukung guna memfasilitasi ekspansi internasional perusahaan nasional mereka. Kebijakan pendukung tersebut dapat berupa bantuan keuangan, promosi ekspor, dan insentif investasi yang dirancang untuk membantu perusahaan bersaing secara global. Lingkungan peraturan memainkan peran penting dalam membentuk operasi global EMNCs.
ADVERTISEMENT
Kedua, memproduksi kebijakan persaingan. Kebijakan persaingan bertujuan untuk melindungi pasar lokal dan mendorong praktik bisnis yang sehat tanpa adanya monopoli oleh perusahaan nasional dan asing.
Ketiga, menetapkan kebijakan internasional. Pemerintah harus terlibat secara aktif dalam diplomasi internasional dan negosiasi perdagangan untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi EMNCs-nya. Adapun tujuan dari diplomasi dan negosiasi tersebut antara lain untuk mengamankan perjanjian perdagangan, mengurangi hambatan tarif, dan memastikan perlindungan bagi investasi yang dilakukan di luar negeri.
Keempat, ekonomi-politik EMNCs. Poin ini menyoroti aspek-aspek ekonomi politik yang lebih luas, mencatat bagaimana pemerintah mempengaruhi arah strategis EMNCs melalui kebijakan nasional dan hubungan internasional, termasuk memanfaatkan perusahaan milik negara dan koneksi politik untuk meningkatkan daya saing perusahaan domestik di luar negeri (Goldstein, 2007).
ADVERTISEMENT

Studi Kasus: PT Pertamina

Ekspansi ke Afrika

PT Pertamina adalah salah satu BUMN asal Indonesia yang bergerak pada bidang minyak dan gas. Ekspansi Pertamina ke luar negeri sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 2002 melalui kontrak kerjasama dengan Vietnam yang diawali dengan kerja sama government to government. Kerjasama serupa juga dilakukan di berbagai blok di Malaysia, Irak, Sudan, dan Qatar pada 2003. Pada 2013 Pertamina mengakuisisi aset di Aljazair dan Irak (Santoso a, 2024).
Ekspansi pertamina tidak berhenti di situ. Pertamina terus berusaha memperluas jangkauannya ke negara-negara Afrika. Pemerintah Indonesia dalam hal ini berperan aktif dalam mendukung internasionalisasi Pertamina tersebut.
Kunjungan Presiden Jokowi ke beberapa negara Afrika bersama Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, pada Agustus 2023 (Sumber: https://www.pertamina.com/Media/Image/post/20230825031859394_9bab7529b6e84c55b91c7734ce65a80f.jpg)
Pada Agustus 2023, Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke empat negara Afrika yaitu Kenya, Tanzania, Mozambik, dan Afrika Selatan, dengan didampingi Grup Pertamina. Dalam kesempatan tersebut, Pertamina berhasil menjalin kerjasama dengan Africa Geothermal International Limited (AGIL) serta National Oil Corporation Kenya (NOCK) di Kenya; Tanzania Petroleum Development Corporation (TPDC) dengan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Tanzania; dengan Buzi Hydrocarbons Pte Ltd (BHPL) di Mozambik; dan dengan GUMA untuk wilayah kerja sama Kenya, Afrika Selatan, dan Republik Demokratik Kongo (Santoso b, 2023).
ADVERTISEMENT

Strategi dan Peran Pemerintah Indonesia

Strategi politik pemerintah dalam mendukung internasionalisasi Pertamina adalah dengan mengadakan forum bersama dengan negara-negara sahabat yang berpotensi menjadi target ekspansi. Pada 1-3 September 2024, Pemerintah Indonesia menggelar Indonesia-Africa Forum (IAF) kedua di Bali, sebuah forum yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara Afrika dengan spirit Konferensi Asia-Afrika (Blair, 2024).
Pertamina Penandatanganan Joint Study Agreement (JSA) antara Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) bersama Guma Africa Group Limited di sela-sela pelaksanaan 2nd Indonesia Africa Forum (IAF) pada September 2024 (Sumber: https://www.pertamina.com/Media/Image/post/20240903031132435_21b6f3eb74804fbf82a1bd262c3cecd4.jpeg)
Pertemuan tersebut berhasil mencatatkan 32 kerja sama bisnis dengan nilai total lebih dari 3,5 miliar dollar AS (Sari, 2024). Pertamina, yang sebelumnya sudah pernah melakukan kunjungan ke Afrika mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan penandatanganan Joint Study Agreement (JSA) terkait potensi pengembangan gas to power di wilayah Afrika Selatan dengan Guma, sebagai tindak lanjut dari penandatanganan kesepahaman pertama yang dilakukan pada 17 November 2023 (Santoso c, 2024). Pertamina juga mengapresiasi dukungan Pemerintah Indonesia, karena forum semacam ini dapat mendorong upaya Pertamina untuk Go Global dan bekerjasama dengan rekan bisnis internasional.
ADVERTISEMENT
Di samping melakukan diplomasi ekonomi untuk membuka akses pasar bagi ekspansi Pertamina, pemerintah juga aktif melakukan suntikan dana kepada Pertamina melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), salah satu bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan salah satu tujuan untuk meningkatkan kapasitas usaha Pertamina dan memperbaiki struktur permodalan perseroan. (Latif, 2024).
PMN dapat berupa pemberian dana maupun pengalihan Barang Milik Negara (BMN). Pada tahun 2023, PMN yang disuntikkan pemerintah kepada Pertamina sebesar 3,3 triliun rupiah yang berasal dari pengalihan BMN pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (Yanwardhana, 2023), dan senilai 49 miliar pada Oktober 2024 yang juga berasal dari pengalihan BMN Kementerian ESDM (Latif, 2024).
Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa internasionalisasi Pertamina sebagai EMNCs tidak dapat dilepaskan dari peran aktif negara. Pemerintah Indonesia dalam hal ini aktif dalam melakukan diplomasi ekonomi guna mengadakan kerjasama G to G serta memberikan suntikan dana guna mengamankan pasar dan memperkuat daya saing EMNCs dalam persaingan global.
ADVERTISEMENT