Membangun Ikatan Ibu dan Anak Melalui Aktivitas Stimulasi Motorik Halus

RATIH KUSUMA DEWI
Mahasiswi Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini
Konten dari Pengguna
16 Desember 2022 15:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari RATIH KUSUMA DEWI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi contoh media stimulasi motorik halus. Sumber: https://pixabay.com/id/photos/perlengkapan-sekolah-seni-kerajinan-2690599/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi contoh media stimulasi motorik halus. Sumber: https://pixabay.com/id/photos/perlengkapan-sekolah-seni-kerajinan-2690599/
ADVERTISEMENT
Setiap orang tua ingin perkembangan anaknya berjalan semulus mungkin, dimulai dengan perolehan kemampuan motorik kasar, seperti kemampuan untuk berolahraga, dan kemampuan motorik halus, seperti memegang pensil yang tepat.
ADVERTISEMENT
Saat ini, orang tua sering mengabaikan perkembangan keterampilan motorik halus anak-anak mereka. Khususnya di perkotaan, seringkali orang tua bekerja penuh waktu sehingga terkadang kurang memperhatikan perkembangan motorik anak. Padahal perkembangan motorik halus sangat berperan dalam perkembangan kecerdasan anak. Sehingga orang tua lebih mempercayakan perkembangan anaknya kepada sekolah.
Perkembangan motorik merupakan proses berkembangnya kemampuan stimulus seorang anak (Romlah, 2017), sehingga dalam proses tersebut diperlukan pendampingan oleh orang tua agar perkembangan motorik anak berjalan dengan baik. Perkembangan anak dipengaruhi oleh bagaimana orang tua dan anak berinteraksi dalam mengasuh dan menstimulasi anak (Sari, Redjeki, & Anggarani, 2015).
Dampak Ibu Bekerja
Salah satu dampak dari ibu bekerja adalah kurangnya kedekatan antara ibu dan anak. Dilansir dari National Longitudinal Survey of Youth (NLSY), anak-anak yang ibunya bekerja penuh waktu pada tahun pertama setelah kelahiran memiliki risiko hasil kognitif dan perilaku negatif yang lebih tinggi pada usia 3 hingga 8 tahun dibandingkan anak-anak yang ibunya bekerja paruh waktu atau bahkan sama sekali tidak bekerja selama tahun pertama (Papalia & Feldman, 2011).
ADVERTISEMENT
Namun, bukan berarti anak dengan orang tua tidak bekerja memiliki kemampuan lebih baik daripada anak dengan orang tua bekerja paruh waktu. Banyak ditemukan orang tua tidak bekerja enggan untuk menstimulasi anaknya dengan alasan malas, tidak ada waktu, dan tidak mau repot. Padahal melatih stimulasi anak sangat menyenangkan dan mudah jika orang tua mau bersabar dan senang melihat perkembangan anaknya setiap waktu.
Jika pendampingan dan dukungan dari orang tua khususnya ibu kurang, maka dapat berpengaruh terhadap perkembangan otak anak. Anak dengan ibu yang kurang memiliki pengetahuan tentang stimulasi dini lebih mungkin mengalami keterlambatan perkembangan motorik dibandingkan anak dengan ibu yang berpengetahuan baik (Christiari, Syamlan, & Kusuma, 2013). Anak harus selalu distimulasi dalam segala bidang perkembangannya, baik bahasa, motorik kasar dan halus, serta yang berhubungan dengan indrawi (Musthofa, 2022).
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam kehidupan sosial anak yang memiliki karakter yang baik erat kaitannya dengan dukungan keluarga dan orang tua yang harmonis sehingga menjadikan seorang anak memiliki karakter baik kepada sesama maupun orang lain. Sebaliknya, jika anak yang kurang memiliki karakter yang baik karena kurangnya dukungan dari keluarga dan orang tua dalam masa pertumbuhannya, menjadikan anak tersebut kurang dapat bersosialisasi dengan baik di lingkungannya (Ulfa & Na'imah, 2020). Hal tersebut menguraikan, hubungan baik antara orang tua dan anak selain berpengaruh terhadap perkembangan sensorik anak, dapat berpengaruh terhadap aspek sosial anak.
Salah satu contoh pendampingan yang dapat moms lakukan kepada anak adalah melalui kegiatan harian yang ringan untuk menstimulasi motorik halus. Motorik halus mengacu pada kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan aktivitas yang hanya mengontrol bagian tubuh tertentu dan melibatkan otot-otot kecil namun membutuhkan keseimbangan yang cermat. (Kusumaningtyas, 2016).
ADVERTISEMENT
Keterampilan motorik halus anak-anak penting dalam hubungannya dengan penguasaan keterampilan motorik kasar mereka, seperti penggunaan tangan dan jari yang tepat (Sari, Haenilah, & Sabdaningtyas, 2015). Memegang gunting, membersihkan gigi, memegang sendok, menyalakan dan mematikan saklar, membuka dan menutup pintu, memasang kancing baju, serta memegang pensil adalah beberapa contoh latihan yang dapat moms terapkan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui kegiatan di bawah ini, moms dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan motorik halusnya.
Menuang beras
Moms dapat mengajak anak untuk mengenal tekstur beras. Berikan kesempatan kepada anak untuk melakukannya. Kegiatan ini dapat dilakukan ketika Anda akan memasak beras. Mungkin pada awalnya anak akan kesulitan dan beras akan tercecer, namun lama-kelamaan anak akan terbiasa dan koordinasi tangan lebih terlatih.
ADVERTISEMENT
Mengaduk adonan kue
Mungkin moms keberatan dengan kegiatan tersebut. Padahal kegiatan tersebut sama halnya dengan manfaat menuang beras, koordinasi tangan akan terlatih baik. Sebagai alternatif, ajak anak membuat adonan kue, lalu pisahkan adonan menjadi 2 bagian. 1 bagian di wadah besar untuk ibu dan 1 bagian di wadah kecil untuk anak. Biarkan anak mengikuti apa yang moms lakukan.
Mozaik kertas
Keterampilan sosial dan emosional anak juga dapat dikembangkan melalui kegiatan mozaik, dan mereka akan diajarkan untuk bersabar dalam mengerjakan tugas sampai selesai. Mozaik merupakan karya seni dua atau tiga dimensi yang dibuat dengan media kertas origami atau bahan yang dipotong-potong atau disobek-sobek kemudian disusun dan ditempel pada kertas HVS atau bidang datar lainnya (Pamadhi, 2009).
ADVERTISEMENT
Membuat puzzle sederhana
Bermain puzzle dapat melatih anak untuk memahami bentuk dan cara Menyusun potongan gambar menjadi satu kesatuan (Maghfuroh, 2018). Siapkan kardus dan cetak gambar yang menarik bagi anak, setelah itu beri pola garis membentuk persegi. Lalu berikan tugas menggunting kepada anak, instruksikan untuk mengikuti pola yang telah dibuat. Jika anak telah menyelesaikan instruksi, tahap selanjutnya adalah menempelkan potongan gambar ke kardus yang telah dipotong. Puzzle sederhana siap digunakan.
Demikian contoh kegiatan yang dapat moms terapkan untuk melatih motorik halus anak. Mudah, bukan? Walaupun moms bekerja, kegiatan tersebut mudah dan edukatif bagi ibu dan anak.
Daftar pustaka
Christiari, A. Y., Syamlan, R., & Kusuma, I. F. (2013). Hubungan Perkembangan Ibu tentang Stimulasi Dini dengan Perkembangan Motorik pada Anak Usia 6-24 bulan di Kecamatan Mayang Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 1 (no. 1), 22.
ADVERTISEMENT
Kusumaningtyas, K. (2016). FAKTOR PENDAPATAN DAN PENDIDIKAN KELUARGA TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 3-4 TAHUN. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 52.
Maghfuroh, L. (2018). METODE BERMAIN PUZZLE BERPENGARUH PADA PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH. Jurnal Endurance 3(1), 57.
Musthofa, A. (2022). HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK PRA SEKOLAH. Jurnal Penelitian Kesehatan STIKes Dharma Husada Bandung, 164.
Pamadhi, H. (2009). Seni Keterampilan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2011). Experience Human Development 12th Edition. In D. E. Papalia, & R. D. Feldman, Experience Human Development 12th Edition (p. 219). McGraw-Hill Education.
Romlah. (2017). Pengaruh Motorik Halus dan Motorik Kasar terhadap Perkembangan Kreatifitas Anak Usia Dini. Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah, 132.
ADVERTISEMENT
Sari, A., Redjeki, R. D., & Anggarani, R. P. (2015). HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK AISYIYAH BANJARMASIN. Dinamika Kesehatan Vol.6, 109.
Sari, Y., Haenilah, E. Y., & Sabdaningtyas, L. (2015). PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI. Jurnal Pendidikan Anak PG-PAUD FKIP Universitas Lampung, 5.
Ulfa, M., & Na'imah. (2020). Peran Keluarga dalam Konsep Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Aulad : Journal on Early Childhood, 25.