Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perawatan Paliatif sebagai Upaya Optimalisasi Kualitas Hidup pasien PPOK
7 November 2024 16:11 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Raul Requilmy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit kronis yang diderita oleh jutaan orang di seluruh dunia. Jumlah penderita PPOK di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta orang dengan prevalensi 5,6% menurut data dari Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia yang diterbitkan oleh PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) tahun 2023.Penyakit ini tidak hanya membutuhkan pengelolaan pernapasan yang ketat, tetapi juga berisiko menimbulkan berbagai komplikasi serius yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Dalam beberapa kasus, PPOK sulit dikendalikan, di mana pasien mengalami berbagai komplikasi serius sehingga perawatan paliatif menjadi pendekatan penting untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.
ADVERTISEMENT
Apa itu Perawatan Paliatif?
Perawatan palitiaf merupakan salah satu peyanan yang diberikan pada pasien dengan kasus penyakit terminal (Shatri et al., 2020). Menurut World Health Organization (WHO), perawatan paliatif diberikan oleh pelayanan kesehatan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga penderita yang bisa mengancam jiwa penderita. Pemberian perawatan paliatif ini termasuk tindakan aktif yang berguna membantu pasien untuk memperpanjang masa hidup pasien yang menderita penyakit terminal (De Lima et al., 2017). Selain tenaga medis, perawatan paliatif juga dapat diberikan oleh anggota keluarga pasien, yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien (Rompegading and Putra, 2023). Hal itu sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Safruddin et al (2020), dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecenderungan pasien yang memiliki perawatanpaliatif baik memiliki kualitas hidup baik yaitu 26 pasien (83,9%) sedangkan yang memilikiperawatan palitif cukup baik memiliki kecenderungan memiliki kualitas hidup kurang baik 7 pasien (70%), sementara yang memiliki perawatan paliataif kurang baik semuanya memiliki kualitas hidup kurang baik yakni 2 pasien (100%).
ADVERTISEMENT
Apa itu PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)?
PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki beban kesehatan tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) dalam Global Status Report on Noncommunicable Diseases menyebutkan PPOK yang merupakan penyakit paru-paru kronis, sebagai penyakit pernapasan yang termasuk dalam empat besar penyakit tidak menular, dimana memiliki angka kematian yang tinggi yaitu sebesar 74% bersama penyakit jantung, stroke, kanker, dan diabetes mellitus (WHO, 2022). Angka kejadian PPOK sendiri di Indonesia sebanyak 3,7% atau sekitar 9,2 juta orang, sementara di Bali sebanyak 3,5% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021). Berdasarkan studi Harries et al. (2017), menunjukan bahwa 32,2% pasien PPOK paling tidak satu kali kembali masuk rumah sakit dalam kurun waktu satu tahun, 17,8% masuk rumah sakit berulang dalam waktu 90 hari dan 10,2% kembali masuk rumah sakit dalam waktu 30 hari. Dengan semakin kompleksnya tantangan kesehatan yang dihadapi oleh pasien dengan PPOK, pendekatan medis secara holistik sangat dibutuhkan untuk menurunkan angka kematian terjadinya PPOK.
ADVERTISEMENT
Mengapa Pasien dengan PPOK membutuhkan Perawatan Paliatif?
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) membutuhkan perawatan paliatif karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit kronis progresif dengan beberapa gejala yang dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dilansir dari World Health Organization (WHO), beberapa gejala yang dialami oleh pasien dengan PPOK meliputi sesak napas yang semakin parah, batuk kronis, produksi dahak berlebih, serta kelelahan yang dapat memburuk dari waktu ke waktu. Gejala-gejala ini sering terjadi secara bertahap dan mengakibatkan PPOK baru terdiagnosis saat penyakit telah berkembang ke tahap lanjut. Maka dari itu, perawatan paliatif menjadi salah satu perawatan penting yang dilakukan guna membantu meningkatkan kualitas hidup pasien. Berikut beberapa alasan mengapa pasien PPOK membutuhkan perawatan paliatif:
ADVERTISEMENT
1. Membantu mengelola nyeri dan gejala fisik lainnya
Pada tahap lanjut, PPOK dapat menyebabkan gejala yang signifikan seperti sesak napas berat, nyeri otot akibat kelelahan bernapas, dan masalah pada jantung yang terkait dengan kondisi paru-paru. Perawatan paliatif menyediakan pengelolaan gejala yang berfokus pada kenyamanan pasien dan mengurangi penderitaan fisik mereka.
2. Dukungan emosional dan psikologis
Perawatan paliatif juga memberikan dukungan emosional dan psikologis melalui pendekatan yang berpusat pada pasien sehingga mereka dapat merasa lebih tenang dan terbantu dalam menghadapi stres emosional akibat keterbatasan fisik yang dialami.
3. Pendampingan keluarga
Anggota keluarga sering merasa kewalahan dengan tanggung jawab merawat serta kekhawatiran yang timbul saat kondisi pasien memburuk. Perawatan paliatif mendukung keluarga dengan membantu mereka memahami kondisi pasien serta memberikan panduan mengenai cara memberikan perawatan yang tepat sehingga mereka lebih siap dalam mendukung pasien secara fisik dan emosional.
ADVERTISEMENT
4. Dukungan spiritualitas dan martabat pasien
Pendekatan holistik dalam perawatan paliatif menghormati nilai-nilai serta kepercayaan pasien, yang membantu mereka merasa lebih damai dan bermakna dalam menjalani kehidupan dengan kondisi PPOK yang kronis.
5. Memfasilitasi transisi yang lebih damai
Perawatan paliatif memberikan kenyamanan dan dukungan yang diperlukan agar pasien dapat menjalani tahap akhir kehidupan mereka dengan martabat serta dalam keadaan yang lebih damai dan bermakna. Perawatan paliatif pada pasien PPOK berfokus pada peningkatan kualitas hidup serta memberikan dukungan menyeluruh bagi pasien dan keluarganya dalam menjalani kondisi penyakit kronis ini.
Raul Requilmy Suprapto, Mahasiswa Fakultas Keperawatan, Universitas Jember