Pak Luhut, Kenapa Tidak Ajukan Gugatan Perdata Saja?

Rayhan Ilham Firmansyah
Mahasiswa Departemen Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
16 Juni 2023 23:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rayhan Ilham Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pengadilan Perdata. Source: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pengadilan Perdata. Source: Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kamis, 8 Juni 2023, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarves) diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Beliau diperiksa sebagai saksi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik yang dilakukan oleh terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di video media sosial Youtube. Dalam video tersebut, disebutkan kalimat “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada”.
ADVERTISEMENT
Oleh karena Luhut Binsar Pandjaitan tidak terima dengan kalimat tersebut, beliau diwakili oleh kuasa hukumnya melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya. Keduanya dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 14 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan. Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan dalam sidang bahwa dirinya tidak terlalu mempedulikan kerugian materiil akibat dari kasus ini.
Beliau hanya tidak menerima dirinya disebut sebagai “Lord” dan “Penjahat”. Apalagi status yang melekat di dalam dirinya sebagai Mantan Danjen Kopassus, dengan segala pengalaman getir yang dialami oleh beliau, dicap sebagai “Penjahat”.
Namun kasus ini menimbulkan beberapa pertanyaan yang harus dijawab, khususnya dari kacamata seseorang yang sedang mempelajari ilmu hukum di Indonesia, mengapa Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan keduanya ke polisi? Kenapa tidak menggugatnya atas tuduhan pencemaran nama baik sesuai pasal 1376 hingga 1380 KUHPerdata? Beberapa kunci pasal tersebut adalah pada Pasal 1373:
ADVERTISEMENT
Yang kedua adalah Pasal 1376:
“Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan jika tidak ternyata adanya maksud untuk menghina. Maksud untuk menghina tidak dianggap ada, jika perbuatan termaksud nyata-nyata dilakukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri secara terpaksa.”
Dari sini dapat dibuktikan bahwasanya, tafsiran yang masuk akal adalah penuntutan dengan Pasal 314 KUHP tidak akan bisa dilakukan apabila belum ada putusan perdata bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa/tergugat adalah perbuatan memfitnah. Menghina sendiri tidak dianggap ada apabila perbuatan yang dituduhkan/digugat bermaksud untuk kepentingan umum.
ADVERTISEMENT
Sebagai pejabat publik di negeri yang baru saja mengalami reformasi demokrasi, seharusnya menerima dengan rendah hati segala kritik, makian, dan hal negatif lainnya. Sebagai pejabat publik dari pemerintahan yang lahir dan disusun atas dasar tuntutan reformasi, seharusnya tetap sabar dalam menjalani jabatannya. Demokrasi berarti adalah suara rakyat mempunyai makna atas jalannya pemerintahan. Sebaik-baiknya demokrasi adalah saat semakin bermakna dan dipertimbangkannya suara rakyat banyak.
Pertimbangannya adalah, karena Peradilan Perdata menganut Asas Hakim Bersifat Pasif, yang berarti hakim akan memutuskan berdasarkan bukti yang diajukan oleh kedua pihak secara objektif, bukan berdasarkan atas penemuan fakta langsung oleh hakim.
Apalagi jika memang faktanya, Haris Azhar dan Fathia Maulidiyanti berkomentar seperti di atas untuk menjaga kepentingan publik di Papua. Jika melihat dari kacamata demokrasi, seharusnya kritik yang dilayangkan oleh mereka adalah sebagai tanda bahwa “Hei lihatlah negara, apa yang kamu lakukan di Papua tidak terawasi dengan baik. Ayo tingkatkan pengawasan untuk melindungi kepentingan rakyat. Kalian sudah dipilih oleh rakyat!”
ADVERTISEMENT
Hal ini mempertimbangkan Pengadilan sebagai salah satu alat kekuasaan negara, yang terdiri atas Trias Politika (baca: Refleksi Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu: Apakah Jokowi Pemimpin Zalim?). Dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pejabat publik membawa Haris Azhar dan Fathia Maulidiyanti ke depan Pengadilan Perdata, berarti beliau sudah dapat dikatakan sebagai pejabat publik sejati berhati demokrasi, karena menghindari alat kekuasaan negara untuk menghukum rakyat sebagai sumber utama dari kekuasaan tersebut.