Alasan Mengapa Louis Vuitton dan Chanel Kembali Mempromosikan Tas Ikonisnya

Rayoga Akbar Firdaus
Fashion is food for thought
Konten dari Pengguna
4 Juni 2021 12:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rayoga Akbar Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Louis Vuitton Alma BB 2021 ad campaign/Photographed by Steven Meisel/Courtesy of Louis Vuitton
zoom-in-whitePerbesar
Louis Vuitton Alma BB 2021 ad campaign/Photographed by Steven Meisel/Courtesy of Louis Vuitton
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tengah persaingan penjualan di segmen tas mewah yang semakin kompetitif, di tahun 2021 ini para label fashion seperti Louis Vuitton dan Chanel justru meramaikan kompetisi dengan mempromosikan kreasi tas ikonis miliknya lewat foto kampanye eksklusif. Louis Vuitton meluncurkan foto kampanye untuk tas Alma. Chanel juga untuk pertama kalinya melansir foto iklan yang berfokus pada tas 11.12 atau yang populer dengan nama Classic Flap. Dan yang terbaru Prada mendaulat aktris Hunter Schafer untuk tampil di foto iklan tas Galleria.
ADVERTISEMENT
Penjualan tas atau leather goods masih memegang peranan penting dalam pergerakan roda bisnis label fashion. Dalam laporan keuangannya di tahun 2020, grup fashion LVMH selaku pemilik Louis Vuitton dan Dior serta sejumlah label kenamaan lainnya menyatakan bahwa kategori fashion dan leather goods menyumbang 52% persen dari pendapatannya. Begitu juga dengan Prada Group yang melaporkan bahwa 56% persen pendapatannya di tahun 2020 datang dari kategori leather goods.
Sebagai segmen vital dan ditambah semakin ramainya kompetitifnya iklim persaingan lewat kemunculan desainer baru, alih-alih berfokus pada kreasi teranyar mengapa para rumah mode ini memilih untuk mempromosikan kreasi tas ikonis mereka? Berikut 5 faktor yang ditengarai menjadi latar dari strategi ini.

Preferensi konsumen

Chanel Classic Flap ad campaign/Photographed by Inez & Vinoodh/Courtesy of Chanel
Pada tahun 2019 lalu, media mode terkemuka Women’s Wear Daily menulis artikel bertajuk The End of the ‘It’ Bag Era yang membahas perubahan preferensi konsumen yang tak lagi hanya membeli tas seri ikonis dari label kenamaan tapi juga mulai melirik kreasi para desainer baru dengan harga yang dinilai lebih terjangkau. Jacquemus, JW Anderson, Staud, Danse Lente dan Mansur Gavriel merupakan sejumlah nama yang menjadi favorit.
ADVERTISEMENT
Meski ada banyak desainer dan label baru dan menawarkan ragam desain yang menarik dengan harga yang variatif, pada kenyataanya konsumen sekarang ini masih tetap kembali membeli tas seri klasik yang telah lama populer. Situs spesialis tas mewah Pursebop menuliskan dalam artikelnya bahwa selama pandemic Covid-19 terjadi tingginya permintaan tas Classic Flap dikarenakan minimnya stok akibat pengurangan kapasitas produksi. Pursebop juga memprediksi bahwa dengan peluncuran foto ad campaign dari tas tersebut disinyalir akan meningkatkan hype dan permintaan.
Tak hanya Chanel, tingginya minat konsumen pada tas mewah klasik juga terjadi pada Louis Vuitton Alma BB. Di mana di situs Louis Vuitton Amerika Serikat untuk model berbahan kulit jenis Epi beberapa warna bahkan sudah terjual habis.
ADVERTISEMENT

Penetrasi pasar

Louis Vuitton Alma BB 2021 ad campaign/Photographed by Steven Meisel/Courtesy of Louis Vuitton
Bagi Louis Vuitton penerapan strategi untuk kembali memasarkan tas ikonis juga bisa menjadi cara untuk melakukan penetrasi pasar khususnya kelas menengah. Harga tas seri Alma BB dalam material Epi leather yang tampil di foto iklan terbarunya, di situs Louis Vuitton Amerika Serikat dibanderol 2180 USD. Namun turut terdapat opsi yang lebih murah yakni dalam bahan Monogram canvas dan Damier Ebene canvas yang dijual dengan harga 1480 USD. Ini tentu terbilang lebih terjangkau bila dibandingkan dengan kreasi tas Louis Vuitton Capucine ukuran BB rancangan sang creative director Nicolas Ghesquière yang dibanderol 5100 USD.

Resale value

Chanel Classic Flap ad campaign/Photographed by Inez & Vinoodh/Courtesy of Chanel
Semakin berkembangnya industri resale atau preloved turut memengaruhi strategi pemasaran dan bisnis dari para rumah mode kenamaan. Firma konsultan Boston Consulting Group pada tahun 2020 mengestimasi bahwa market value dari industri resale berada di kisaran 30 hingga 40 miliar USD. Di tahun yang sama situs jual beli secondhand ThredUp bekerja sama dengan firma riset GlobalData Retail dalam laporannya memprediksi kedepannya value dari industri ini akan meningkat dan dalam lima tahun kedepan nilainya mencapai 64 miliar USD.
ADVERTISEMENT
Sikap label fashion mewah terhadap industri secondhand memang masih ambigu apakah dianggap kawan atau lawan? Ancaman memang belum terlihat dari segi penjualan, namun salah dua hal yang paling menjadi kekhawatiran para rumah mode adalah mereka kehilangan kendali akan kualitas produk serta memudarnya citra eksklusif. Situs jual beli preloved The Real Real dalam 2021 Luxury Consignment Report lansirannya menyatakan bahwa Louis Vuitton dan Chanel masih berada di peringkat 5 teratas sebagai label dengan resale value yang terus meningkat.
Louis Vuitton Alma BB 2021 ad campaign/Photographed by Steven Meisel/Courtesy of Louis Vuitton
Dan semakin meningkat value semakin mahal pula harga jual baik di butik maupun situs resale. Sebagai perbandingan, di situs Chanel Amerika Serikat harga tas Chanel Classic Flap ukuran medium berbahan lambskin dijual dengan harga mulai 6800 USD. Sementara di situs Rebag untuk ukuran dan bahan yang sama dengan kondisi prima dijual seharga 6700 USD. Bagi Chanel tentu ini menjadi salah satu celah yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga citra eksklusif yakni dengan mempromosikan tas legendarisnya tersebut, di mana seolah turut merayu konsumen bahwa dengan harga yang tidak berbeda jauh mengapa tidak untuk membeli yang baru ketimbang bekas.
ADVERTISEMENT

Nostalgia masih menjual

Prada Galleria ad campaign/Courtesy of Prada
Ketika Dior merilis ulang tas Saddle yang disambut antusias oleh konsumen, begitu juga Prada dengan seri Re-Edition membuktikan bahwa nostalgia masih menjual. Hal itu pula yang tampaknya ingin dicoba Prada lewat tas Galleria. Pertama kali diluncurkan pada tahun 2007, tas ini diakui oleh Lorenzo Bertelli putra dari Miuccia Prada sekaligus Head of Marketing and Head of Corporate Social Responsibility masih menjadi best seller dari rumah mode basis Milan tersebut.
Kepada Women’s Wear Daily, Bertelli mengaku bahwa keputusan Prada untuk merilis ad campaign tas Galleria adalah untuk memperkenalkan tas ikonis tersebut pada generasi muda. “Ini akan membantu kami dalam menjaga visibilitas di saat ada banyak kompetitor. Kami berusaha untuk tetap relevan, dan bahkan berusaha untuk lebih pada masa sekarang ini di mana begitu banyak terjadi perubahan,” terangnya.
ADVERTISEMENT