Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Praktik Fraud oleh Menteri Sosial Juliari Batubara
27 Desember 2020 13:10 WIB
Tulisan dari Regina Sako Wurdela Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seluruh negara saat ini sedang menghadapi krisis ekonomi berat menyusul pandemi Covid-19. Sebagai usaha dalam menanggulangi imbas krisis ekonomi ini, Pemerintah Indonesia mempersiapkan dana ratusan triliun untuk menyokong masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Salah satunya yakni melalui program Bantuan Sosial (bansos) sembako untuk wilayah Jabodetabek. Bersumber dari dana APBN, tiap keluarga yang tercatat di dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang terletak di daerah Jabodetabek. Setiap kartu keluarga memperoleh bantuan sembako senilai Rp600. 000,- hingga Desember 2020.
ADVERTISEMENT
Kementerian Sosial RI melalui Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial mendistribusikan Bantuan Sosial sembako kepada warga Jabodetabek terdampak Covid-19 secara bertahap. Dengan senantiasa memfokuskan distribusi bantuan ke DKI Jakarta mulai Maret 2020 sebagai bentuk atensi dari Kementerian Sosial RI sejalan dengan slogan #KemensosHADIR. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa pihak mendesak agar melakukan kajian terhadap program penyaluran bantuan sosial untuk penanganan pandemi sembako Covid- 19 sebab rentan terjadi penyimpangan. Setelah dilakukan OTT KPK, penyimpangan terpaut pemberian bansos dalam bentuk sembako tersebut terkuak dalam perkara dugaan suap yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan suap bantuan Corona. KPK menduga Juliari menerima uang dari program bansos sembako sebesar Rp 17 miliar.
ADVERTISEMENT
Dugaan publik terhadap rentan kasus korupsi terhadap anggaran bantuan sosial Covid-19 terkuak pada hari Sabtu (5/12/2020) dini hari, terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap enam orang, meliputi Menteri Sosial Juliari Batubara beserta lima orang lainnya yang terlibat atas kasus dugaan suap terhadap pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19. Setelah penangkapan OTT Juliari, penyidik KPK yang diwakilkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri menggelar konferensi pers pada Minggu (06/12/2020) dengan menjelaskan terkait penunjukan barang bukti sejumlah uang tunai, serta membeberkan kronologi peristiwa dugaan suap tersebut. Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan bahwa pengadaan barang berupa paket sembako sebagai tanggung jawab Kementerian Sosial tahun 2020 senilai Rp 5,9 Triliun dengan 272 kontrak dilaksanakan sebanyak dua periode, Juliari dibantu oleh MJS dan AW sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan penunjukan langsung terhadap rekanan, hal tersebut diduga terjadi kesepakatan bahwa terdapat fee sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai total Rp300.000 dari paket bansos yang telah ditetapkan. Melalui dugaan kasus suap tersebut, diperkirakan Juliari menerima uang suap sebesar Rp17 Miliar dari pelaksanaan pembagian paket sembako bansos. Dalam kasus ini, diindikasikan Juliari mendapatkan ancaman hukuman mati, mengingat penuturan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md terkait pejabat pusat maupun daerah yang melakukan tindak korupsi terhadap anggaran bencana COVID-19 terancam hukuman mati. Hal tersebut didasari oleh UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebesar paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun penjara, namun tengah ditinjau lebih lanjut bahwa terdapat ancaman hukuman mati yang tertera di Pasal 2 ayat 2 jika telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam keadaan tertentu yang merujuk pada bencana alam nasional atau krisis ekonomi atau moneter.
ADVERTISEMENT
Penangkapan MJS telah menambah deretan garis sejarah kasus tindak pidana korupsi di Indonesia. Kasus tersebut cukup memprihatinkan menengok situasi darurat pandemi COVID-19 menjadi ladang pengerukan keuntungan bagi oknum yang tidak bertanggung jawab, padahal bantuan sosial yang telah dianggarkan oleh negara menjadi harapan pertolongan bagi beberapa lapisan masyarakat akibat wabah pandemi COVID-19. Opini tersebut diperkuat dari penuturan Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh bahwa kasus dugaan suap bansos oleh Mensos RI Juliari Batubara merupakan kejadian yang memalukan dan sangat kejam, mengingat hal tersebut dilakukan saat negara sedang menanggulangi bencana nasional pandemi Covid-19. Khairul menambahkan bahwa Presiden Jokowi dan KPK telah memperingatkan untuk berhati-hati terhadap penggunaan anggaran negara serta memperkirakan kasus tersebut masuk ke dalam kategori super extra ordinary yang mengarah pada ancaman hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Meninjau pada perbuatan yang dilakukan oleh Mensos Batubara yang telah terbukti menerima dana fee dari pengadaan bantuan sosial sebesar Rp 17 miliar dan akan dipergunakan untuk kepentingan pribadinya, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai praktik fraud. Praktik fraud dapat didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan orang lain karena telah mengambil keuntungan yang dimaksudkan untuk dirinya sendiri atau kelompoknya baik dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal suatu organisasi perusahaan atau instansi pemerintah (Anisa, 2012). Tindakan Mensos Batubara secara jelas memenuhi kriteria-kriteria praktik fraud dan termasuk dalam perbuatan melawan hukum sebab telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP sebagai penerima suap. Dalam kasus ini, praktik fraud yang dilakukan juga melibatkan pihak lain yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono yang merupakan pihak internal Kemensos serta Ardian IM dan Harry Sidabukke sebagai pemberi suap dari unsur swasta atau pihak eksternal. Jika dianalisis dari faktor penyebab berdasarkan fraud triangle theory yang dikemukakan Donald R. Cressey maka praktik fraud oleh Mensos Batubara dapat terjadi karena didorong oleh adanya opportunity atau peluang yang memungkinkan untuk melakukan kecurangan yaitu otoritasnya sebagai Menteri Sosial Republik Indonesia. Selain itu, faktor peluang ini juga dipengaruhi oleh pengendalian internal yang lemah dalam sebuah organisasi serta kurangnya pengawasan.
ADVERTISEMENT
Praktik korupsi yang dilakukan Eks-Mensos Julian Batubara melalui penggelapan dana bansos berdampak sangat buruk terhadap citra pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Tindakan Julian yang memangkas dana bansos demi kepentingan pribadi diketahui merupakan perwujudan atas teori perilaku fraud (penipuan) kepada masyarakat Indonesia yang telah memberikan kewenangan dan legitimasi yang utuh atas kewajibannya mengabdi kepada masyarakat.
yakni gaya kepemimpinan yang menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan untuk mewujudkan kepuasan maksimal masyarakat. Urgensi atas internalisasi asas servant leadership di dalam birokrasi Indonesia juga berkaitan erat dengan perwujudan cita – cita pembentukan kebijakan dan pelayanan publik yang tidak merugikan masyarakat melainkan memberi kebermanfaatan seadil-adilnya.