Masyarakat Sipil Setelah Pemilu 2024

Rendi Eko Budi Setiawan
Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik/LHKP, PW Muhammadiyah Lampung
Konten dari Pengguna
2 April 2024 16:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rendi Eko Budi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja menurunkan kotak suara pemilu 2024 saat tiba di Gudang Logistik KPU Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/10/2023).  Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menurunkan kotak suara pemilu 2024 saat tiba di Gudang Logistik KPU Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/10/2023). Foto: Novrian Arbi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia telah melewati masa kontestasi Pemilu 2024 dengan hasil Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, serta delapan partai politik yang lolos parlemen. Kendati pun Penetapan hasil pemilu telah usai, terdapat ekspresi gerakan seperti gugatan atas sengketa atau dugaan kecurangan pemilu melalui Mahkamah Konstitusi, untuk ekspresi semacam ini merupakan gerakan yang legal dan konstitusional jika dilakukan oleh kelompok penggugat.
ADVERTISEMENT
Syahdan, kemudian hari semua proses pasca Pemilu akan berakhir, Indonesia akan mempunyai pemimpin baru di lembaga eksekutif dan legislatif yang mempunyai kendali atas arah negara Indonesia. Percakapan Politik baiknya harus bergeser dari yang belakangan ini intensif menyoal kandidasi politik, ke arah agenda ruang masyarakat sipil setidaknya lima tahun mendatang.
Hal ini sangat penting untuk keberlanjutan dan prinsip demokrasi. Percakapan untuk agenda ruang sipil ini meminjam pemikiran politik Jurgen Hubermas adalah upaya membentuk ruang pertimbangan atau musyawarah atas suatu kepentingan publik (Deliberative Democracy) oleh peran masyarakat sipil dan institusi negara.
Alasan lainya adalah agar negara tidak menjelma Leviathan atau raksasa yang membuat rakyat sengsara dengan agenda kepentingan privat kekuasaan, seperti yang digambarkan oleh filosof Thomas Hobbes tentang negara dan kontrak sosial.
ADVERTISEMENT

Catatan Ruang Sipil di Masa Presiden Jokowi

Penyempitan ruang gerak masyarakat sipil menjadi hal yang serius, laporan CIVICUS 2021 dalam Fact Tracking Conditions for Citizen Action, menjelaskan 43,4 persen orang saat ini tinggal di negara yang ruang sipilnya tengah berada dalam repsesi negara, sebaliknya hanya 3,1 persen populasi yang hidup dalam ruang sipil terbuka.
Kali lain, Fredem House pada tahun 2021 memberikan penilaian untuk demokrasi di Indonesia sebagai Partly Free yang artinya mengalami kemunduran demokrasi, atau yang kalangan sarjana Indonesia mengistilahkan dengan erosi, pengikisan, kemerosotan kondisi demokrasi.
Realitas demokrasi di Indonesia khususnya pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah memunculkan penyempitan ruang gerak masyarakat sipil, merujuk laporan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) 2022 dalam Pelindungan dan Peluasan Ruang Gerak Masyarakat Sipil (Civic Space) penyempitan ruang sipil ditandai dengan tiga persoalan.
ADVERTISEMENT
Pertama, mengenai ancaman terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul. Kedua, ancaman pada kebebasan berekspresi dan berpendapat. Ketiga, ancaman pada aktivitas kerja pembela HAM.
Pada konteks lainya, penyempitan ruang gerak sipil dapat dilihat dari kebebasan pers saat ini. Indonesia yang memiliki lingkungan media yang dinamis dan beragam mempunyai catatan miris dalam perlakuan terhadap pers, situasi seperti kriminalisasi, teror dan ancaman fisik terhadap jurnalis masih terus membayangi.
Dalam laporan Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) tahun 2023 bertajuk Nol Besar Perlindungan terhadap Pers, institusi media saat ini mengalami penyempitan keleluasaan dalam aktivitas kerja, utamanya jika menyinggung ranah kebijakan negara atau kekuasaan. Dalam soal ini artinya jaminan terhadap kebebasan pers saat ini masih jauh panggang dari api.
ADVERTISEMENT

Posisi Kelompok Masyarakat Sipil dengan Negara

Demokrasi yang sehat akan menciptakan ruang infrastruktur sosial bagi aktor masyarakat sipil, dalam lingkungan tersebut terjadi komunikasi partisipatif seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Ruang infrastruktur sosial merupakan jembatan terjadinya relasi antara masyarakat sipil secara kolektif (civil society organization) dengan negara.
Hal ini menjadi pilar penting demokrasi, gambaran situasi saat negara menentukan kebijakan dan arah tujuan bersamaan dengan akomodasi kepentingan masyarakat sipil. Parameter berjalannya demokrasi melalui ruang sipil dalam suatu negara dapat ditandai setidaknya oleh tiga hal, yaitu; kebebasan berekspresi dan berserikat atau berkumpul, hak berpartisipasi, serta hak bagi keamanan setiap warga untuk berbicara menyoal kepentingan umum.
Komitmen menghadirkan ruang sipil pada konteks ini bukan hanya ditekankan kepada salah satu pihak saja, ruang sipil harus lahir dari kesadaran antara negara dan warga negara (state and civil society). Sebagai ilustrasi terdapat dua sisi negara dewasa ini, negara mempunyai peran besar untuk menghadirkan keadilan melalui kebijakan publik, atau dapat saja negara mengambil alih hak milik pribadi dan mengabaikan hak setiap warga negaranya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi masyarakat sipil meminjam Larry diamond dalam buku Developing Democracy Toward Consolidation, menurutnya membuka ruang partisipasi untuk mereka sendiri (ruang sipil) merupakan suatu hal yang solid dan terkonsolidasi di atas isu kepentingan bersama, dengan begitu masyarakat sipil akan berkontribusi besar bagi berlangsungnya demokrasi.
Sebagai catatan kritis yang terjadi belakangan ini di Indonesia, kekuasaan negara lebih berwatak rakus dan keras, hal ini menjadi sebab terjadinya penyempitan ruang sipil di Indonesia. Persoalan pembangunan yang melahirkan konflik agraria dan represifitas kepada masyarakat adat lokal, eksploitasi alam atas nama pembangunan strategis, penyempitan ruang unjuk rasa atau demonstrasi, adalah sederet perilaku rakus dan keras oleh negara.
Kali lain, masyarakat sipil juga penting untuk mempunyai independensi agenda gerakan yang partisipatif, Alexis de Tocqueville dalam buku Democracy in America, pernah menjelaskan bahwa gerakan masyarakat sipil untuk demokrasi penting untuk mengedepankan independensi agar tidak terjebak dengan apa yang dinamakan state depotism.
ADVERTISEMENT
State depotism yang dimaksud Tecqueville adalah negara yang melakukan intervensi kepada masyarakat sipil, sehingga merusak kebebasan masyarakat sipil untuk berpartisipasi. Perilaku negara yang depotisme cenderung sentralistik atas kekuasaan yang wataknya mengatur, mendikte, menghukum melalui alat atau perangkat negara.
Dewasa ini kasus kelompok masyarakat sipil yang partisan atau bergerak dalam kepentingan dan tujuan yang privat adalah contoh state depotism. Ruang sipil dalam demokrasi tidak dimaksudkan untuk menghadapkan atau vis a vis antara masyarakat sipil dan negara, melainkan adanya keseimbangan peran antar keduanya dalam demokrasi.
Pemimpin baru Indonesia yang dihasilkan dari Pemilu 2024 sudah menjadi kewajiban untuk berkomitmen dalam menjaga dan membuka ruang sipil dengan sebaik mungkin, pemberian mandat oleh masyarakat sipil pada 14 Februari silam amanat besar untuk menentukan hajat hidup setiap warga Indonesia untuk lebih baik.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia kita harus mengusahakan demokrasi untuk bergerak lebih baik dan maju, jangan secara perlahan membunuh demokrasi. Seperti dijelaskan Sukidi tokoh intelektual Muhammadiyah: