Konten dari Pengguna

Media Sosial, Bencana dan Panggilan Kemanusiaan

Rendi Eko Budi Setiawan
Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik/LHKP, PW Muhammadiyah Lampung
24 November 2022 16:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rendi Eko Budi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ulasan ini didasarkan pada pertanyaan tentang: apa relasi antara tiga unsur yaitu media sosial, bencana dan panggilan kemanusiaan. Tiga unsur tersebut tengah melekat bersama kehidupan sehari hari manusia saat ini, sebagaimana media sosial yang melekat dan berdampingan hampir setiap saat dengan penggunanya. Selain itu bencana dan panggilan kemanusiaan dalam dua tahun belakangan dirasakan masyarakat secara global, Covid-19 secara empiris merupakan fakta bahwa virus yang menular dan mematikan selain menjadi ancaman bagi manusia juga menjadi bencana terbesar pada dekade ini. Kemunculan bencana secara alamiah menggerakan setiap individu dalam muara kerja kemanusiaan yang dibangun atas rasa kasih sayang dan kepedulian antar sesama manusia.
ADVERTISEMENT

Relasi Antara Media Sosial dan Bencana

Membincang bagaimana relasi media sosial dan bencana, penting untuk sepintas mengingat teori yang diperkenalkan oleh Marshall McLuhan mengenai “Global village” situasi saat kehidupan global dapat dianalogikan seperti sebuah desa yang sangat besar, seperti halnya desa yang antar individu saling mengenal satu sama lain, begitu juga dengan global village yang dengan bantuan teknologi dapat menembus batas geografis, antar individu dapat terhubung dan berkomunikasi walaupun berbeda pulau, bahkan benua.
Imajinasi pemikiran Marshall McLuhan tentang global village telah menjadi pengalaman nyata bagi kehidupan saat ini, dan semakin terasa nyata saat manusia dilanda bencana seperti Covid-19, hal itu menegaskan terdapat relasi fungsional antara teknologi dalam hal ini media sosial dan kondisi kebencanaan. Terjadinya bencana dewasa ini acap kali terbantu oleh kecepatan media sosial sebagai alat untuk memberi kabar kepada khalayak luas, artinya posisi media dapat menjadi alat mitigasi bencana. Kita perlu mengingat bencana tsunami Aceh di tahun 2004, yang saat itu media sosial belum belum populer seperti saat ini, komunikasi mitigasi hanya dapat dilakukan melalui sambungan telepon seluler dan pemberitaan hanya dilakukan melalui media konvensional seperti televisi dan surat kabar. Kondisi demikian tentu menjadi penghambat untuk melakukan mitigasi atau penanggulangan bencana.
Sumber Gambar: Pixabay.com

Media Sosial Sebagai Alat Mitigasi Bencana

ADVERTISEMENT
Kemunculan media sosial didasarkan pada hubungan dan interaksi sosial yang dilakukan melalui kanal digital, pemahaman itu berlaku sejak awal kemunculan media sosial, namun saat ini para sarjana telah melakukan penelitian atas media sosial sehingga mampu menggeser pemahaman atas media sosial dan kegunaanya yang tidak hanya sebatas interaksi dan komunikasi secara digital saja. Cristian Fuch (2014) melalui bukunya Social Media a Critical Introduction, menjelaskan media sosial telah bergeser menjadi alat untuk melancarkan industri hiburan, dan kegiatan ekonomi, bahkan menjadi ruang dan alat perniagaan secara digital.
Penelitian yang dilakukan Rendi (2022) berjudul Technology for Governance: Comparison of Disaster Information Mitigation of Covid 19 in Jakarta and West Java menjelaskan bagaimana provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat melakukan mitigasi bencana saat Covid 19, kedua provinsi tersebut secara aktif menggunakan Twitter untuk memberikan informasi berkaitan dengan kebijakan, informasi ketersediaan kamar di rumah sakit, dan seluruh informasi berkaitan dengan Covid 19, dalam penelitian tersebut, Rendi menjelaskan kedua provinsi tersebut telah mampu menerapkan tata kelola pemerintahan yang cerdas berbasis digital, utamanya dalam melakukan mitigasi bencana melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Contoh lain tentang peran media sosial sebagai alat mitigasi dapat ditemui belum lama ini, gempa bumi yang melanda Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada 21 November 2022 secara cepat informasinya diterima oleh semua kalangan, yang tidak lain melalui media sosial, dalam bencana gempa Cianjur, lini masa Twitter dipenuhi dengan percakapan kebutuhan bala bantuan dan informasi terkait keadaan terkini, percakapan tersebut dilakukan pada ruang tagar #CianjurBerduka yang sempat menjadi trend percakapan di Twitter.
Contoh selanjutnya dapat ditemui saat datang musim hujan, Jakarta menjadi kawasan yang selalu dilanda banjir. Bencana tahunan tersebut membawa gerakan inisiasi warga Jakarta untuk saling bertukar informasi terkait banjir di Twitter melalui tagar #PeringatanDiniJKT, dengan fitur tagar tersebut, antara pemerintah Jakarta dan warga bertukar informasi terkait potensi banjir, cuaca, dan curah hujan. Sehingga kecepatan pertukaran komunikasi dan informasi dapat menjadi mitigasi saat sebelum dan banjir sedang melanda.
ADVERTISEMENT