Longlife Learning vs Longlife Scrolling: Mampukah Gen Z Menyeimbangkan Keduanya?

Rengga Yudha Santoso
Dosen dan Ketua Program Studi PPKn Kampus STKIP PGRI NGANJUK dengan passion filosofi teaching and educated, serta pengamat politik, pendidikan, dan hukum.
Konten dari Pengguna
27 Juni 2024 12:57 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rengga Yudha Santoso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era digital saat ini, mereka yang saat ini mendapatkan spotlight (lampu sorot) adalah Gen Z. Gen Z dihadapkan dengan dua dunia yang saling bertentangan namun sama-sama menarik: "longlife learning" dan "longlife scrolling". Longlife learning merupakan effort untuk terus belajar dan mengembangkan diri sepanjang hayat, sedangkan longlife scrolling merupakan kebiasaan menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial. Pertanyaannya, mampukah Gen Z menyeimbangkan keduanya?
(Ilustrasi Gen Z indonesia sedang menikmati smartphone saat kuliah dikelas. Foto: Bing Image Creator)
Perbedaan ini sangat jauh dibandingkan para generasi milenial yang lahir di era resistensi hingga transisi struktur pemerintahan Negara. Secara singkat generasi milenial terbiasa dengan literasi cetak, dan konvensional, sedangkan mereka para Gen Z yang lahir di era digital memang memiliki keunggulan yaitu "melek teknologi" serta sangat cepat beradaptasi.
ADVERTISEMENT
Mereka "terlalu terbiasa" dengan multitasking dan lebih mengutamakan kecepatan (kuantitas) daripada ketepatan (kualitas) (Mandasari et al., 2021). Namun, di sisi lain, kebiasaan "scrolling" ini memicu adiksi atau kecanduan terhadap digital yang mempunyai dampak negatif bagi mereka. Seperti dipaparkan dalam penelitian (Goldbach & Hamza-Lup, 2020) yaitu:
Disisi lain, dalam hal literasi media, Gen Z juga memerlukan perhatian khusus. Mereka sering terpapar dengan konten-konten yang tidak akurat, seperti berita hoaks dan tren yang dipromosikan oleh para influencer di media sosial. Hal ini menjadi kerentanan mereka, dan mudah terjebak serta salah tangkap akan informasi yang berdampak pada pemembentukan pola pikir dan persepsi yang keliru.
ADVERTISEMENT
Perubahan Pola Literasi Gen-Z
Kita buat sebuah pertanyaan sederhana, "Apakah kelemahan Gen-Z adalah malas dalam membaca literasi?". Mari kita analisis bersama dan dalam hal ini ada beberapa standing point yang perlu dipertimbangkan:
(Ilustrasi foto perubahan pola literasi Gen-Z. Foto: Bing Image Creator)
Kemudian "apakah pernyataan ini sebuah solusi yang bisa dipertimbankan?". Pertanyaan seperti ini muncul secara sadar dan memang dapat dianggap sebagai perspektif yang lebih bernuansa terhadap kebiasaan literasi Gen-Z, Namun, mari kita analisis secara ilmiah terlebih dahulu menggunakan beberapa referensi yang saya temukan:
ADVERTISEMENT
(Ilustrasi Gen Z terpapar terus-menerus terhadap berbagai stimulus digital. Foto: Bing Image Creator)
ADVERTISEMENT
Longlife Learning: Sebagai Investasi Masa Depan
Longlife learning merupakan kunci untuk terus berkembang dan beradaptasi di tengah perubahan zaman yang pesat. Melalui pembelajaran sepanjang hayat, Gen Z dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru yang relevan dengan dunia kerja yang terus berubah. Selain itu, longlife learning juga dapat meningkatkan daya saing, membuka peluang karier yang lebih luas, dan memberikan kepuasan pribadi.
Longlife Scrolling: Sebagai Jebakan "Dopamin Digital"
Di sisi lain, longlife scrolling menawarkan godaan berupa hiburan instan dan koneksi sosial yang seolah tak terbatas. Namun, di balik itu semua, terdapat jebakan "dopamin digital" yang dapat membuat Gen Z kecanduan dan terjebak dalam lingkaran scrolling yang tidak produktif. Longlife scrolling yang berlebihan justru dapat menghambat produktivitas, mengganggu konsentrasi, dan bahkan berdampak negatif pada kesehatan mental.
(Foto ilustrasi Gen Z sedang scrol medsos. Foto: Bing Image Creator)
Menyeimbangkan Keduanya: Tantangan dan Peluang
ADVERTISEMENT
Menyeimbangkan longlife learning dan longlife scrolling merupakan tantangan sekaligus peluang bagi Gen Z. Tantangannya terletak pada bagaimana Gen Z dapat memanfaatkan teknologi secara bijak dan menghindari jebakan "dopamin digital".
Peluangnya adalah Gen Z dapat memanfaatkan teknologi untuk mendukung longlife learning, seperti mengakses kursus online, mengikuti webinar, atau bergabung dengan komunitas belajar daring.
(Foto ilustrasi Gen Z sedang membaca buku di perpustakaan. Foto: Bing Image Creator)
Berikut beberapa strategi yang dapat membantu Gen Z menyeimbangkan longlife learning dan longlife scrolling:
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Longlife learning dan longlife scrolling merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan di era digital. Gen Z memiliki potensi besar untuk menyeimbangkan keduanya dengan memanfaatkan teknologi secara bijak, menetapkan tujuan yang jelas, mengatur waktu dengan baik, dan mencari dukungan dari komunitas belajar. Dengan demikian, Gen Z dapat meraih kesuksesan di masa depan tanpa mengorbankan kesejahteraan dan kesehatan mental.
Sumber referensi jurnal ilmiah (semua open access):
Lankshear, C., & Knobel, M. (2008). Digital literacies: Concepts, policies and practices. Peter Lang.
Seemiller, C., & Grace, M. (2016). Generation Z goes to college. John Wiley & Sons.
Rothbart, M. K., & Posner, M. I. (2015). The developing brain in a multitasking world. Developmental Review, 35, 42-63.
ADVERTISEMENT
Sparrow, B., Liu, J., & Wegner, D. M. (2011). Google effects on memory: Cognitive consequences of having information at our fingertips. Science, 333(6043), 776-778.
Small, G. W., Moody, T. D., Siddarth, P., & Bookheimer, S. Y. (2009). Your brain on Google: Patterns of cerebral activation during internet searching. The American Journal of Geriatric Psychiatry, 17(2), 116-126.