Konten dari Pengguna

Apakah Program Merdeka Belajar Akan Berakhir Setelah 2024?

Reszky Fajarmahendra Riadi
Pengajar Sekolah Dasar, Pegiat Literasi, dan Penulis Pemula - Magister Pendidikan Dasar Universitas Negeri Jakarta 2018.
12 April 2023 6:21 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reszky Fajarmahendra Riadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mendikbudristek Nadiem Makarim saat kunjungan kerja di Tomohon, Sulut, Jumat (6/1).  Foto: Kemendikbudristek
zoom-in-whitePerbesar
Mendikbudristek Nadiem Makarim saat kunjungan kerja di Tomohon, Sulut, Jumat (6/1). Foto: Kemendikbudristek
ADVERTISEMENT
Menyimak ucapan Pak Nadiem saat berbicara dengan Pak Gita Wirjawan di kanal Youtube nya berjudul, Nadiem Makarim: Siap Dihujat Demi Bela Generasi Berikutnya Endgame #113, terdapat sebuah pertanyaan menarik yang disampaikan Pak Gita.
ADVERTISEMENT
Pak Gita bertanya, “Jika anda tidak ada (sudah tidak lagi menjadi Menteri), bagaimana program ini terus berjalan?” Pak Nadiem kemudian menjawab dengan tenang bahwa, ketika ia memikirkan terobosan dengan timnya pertanyaan awal kepada tim adalah, apakah program ini bisa diputar balik oleh pemangku kebijakan berikutnya?
Pak Gita mengajukan pertanyaan seperti itu menurut hemat saya karena sudah mempunyai pengalaman bekerja di pemerintahan. Biasanya saat terjadi perubahan kepemimpinan, kepemimpinan yang baru cenderung mengadakan perubahan atau mengganti program-program pendahulunya.
Hal ini didasari dari pandangan dan tujuan yang hendak dicapai oleh pemimpin yang baru. Hal ini dikuatkan dengan sebuah teori yang diperkenalkan oleh James D. Thomson pada tahun 1965 yang bernama Teori Diskontinuitas.
Webinar peluncuran program merdeka belajar episode 5 oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Foto: Dok. Istimewa
Thomson dalam teorinya hendak mengetahui mengenai bagaimana terdapat perubahan drastis dan radikal dalam suatu organisasi atau sistem. Pergantian dari kepemimpinan dan mengubah pola kerja serta program-program yang ada menjadi salah satu faktor perubahan yang terjadi di organisasi dan lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya coba untuk memahami apa yang Mas Menteri sampaikan kepada timnya sebelum membuat sebuah program harus memiliki faktor ketidakberdayaan pimpinan selanjutnya untuk memutar balik program itu.
Hal tersebut merupakan sebuah kegundahan yang dialami Pak Nadiem karena sebelumnya beliau banyak mengganti atau menghentikan program Menteri sebelumnya. Kemdikbud-Ristek sudah membuat perubahan secara radikal untuk program-program yang dibuatnya, program tersebut kita kenal selama ini dengan nama Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar sudah memasuki episode ke 24 dengan mengusung program Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan pada tanggal 28 Maret 2023. Apakah Pak Nadiem akan rela dengan adanya 24 episode perubahan yang diusung lalu di kepemimpinan selanjutnya 24 program tersebut menjadi hilang atau tidak dilanjutkan. Tentu saja Pak Nadiem tidak akan merelakan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemudian berbekal percakapan tersebut, saya coba menelusuri bagaimana cara agar program-program yang diciptakan tidak akan mudah untuk kepemimpinan selanjutnya dalam mengubah program tersebut. Saya menemukan ada beberapa kecocokan teori yang bisa diterapkan tim Pak Nadiem agar program-program yang dikerjakan tidak gampang dihentikan atau digantikan oleh kepemimpinan berikutnya, yaitu Teori Keterikatan Pada Jalur.

Terikat pada Jalur

Ilustrasi Orang Tua Berbicara dengan Guru Anak di Sekolah. Foto: Shutterstock
Teori Keterikatan Pada Jalur adalah sebuah konsep dalam ilmu sosial dan ekonomi yang menyatakan bahwa keputusan dan tindakan masa lalu dapat mempengaruhi jalan yang akan diambil pada masa depan. Dalam konteks ini, jalur yang dipilih pada masa lalu dapat menjadi "terkunci" atau "tidak dapat diubah" dan menghambat pengambilan keputusan alternatif pada masa depan.
Konsep ini diperkenalkan oleh Paul David dalam menganalisa mengapa sistem penulisan pada keyboard hingga saat ini masih mengadopsi sistem QWERTY seperti mesin ketik pada masa lalu. Hal ini menurut David terdapat kecenderungan adanya keterikatan pada jalur masa lalu sehingga mempengaruhi perkembangan teknologi masa kini, walaupun jika dicari jalan untuk mengefisienkan sistem
ADVERTISEMENT
perketikan yang baru dan mungkin lebih mudah, akan terasa sulit untuk proses pembiasaannya kepada masyarakat yang sudah terbiasa dengan pola QWERTY.
Teori Keterikatan Pada Jalur menekankan dua hal yaitu bagaimana proses perubahan akan terkunci pada masa sebelumnya jika dilakukan dengan melakukan sebuah program yang menjamah banyak orang, yang kedua adalah program tersebut menjadi sebuah mekanisme sistem yang akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan diteruskan. Mari kita coba implementasikan teori tersebut ke salah satu program Merdeka Belajar yaitu Guru Penggerak.
Ilustrasi pemimpin perempuan. Foto: fizkes/Shutterstock
Guru Penggerak merupakan rangkaian program Merdeka Belajar ke 5. Tujuan program ini adalah untuk media pelatihan, identifikasi dan pembibitan calon pemimpin-pemimpin pendidikan masa depan di Indonesia. Program itu bakal membidik guru-guru bertalenta melalui skema pelatihan intensif yang bakal disiapkan untuk menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah dan mentor program pelatihan guru ke depan.
ADVERTISEMENT
Target yang diharapkan Mendikbud-Ristek adalah 20% Kepemimpinan di bidang pendidikan sudah diisi oleh guru penggerak. Jumlah Guru penggerak yang bisa saya dapatkan di web resmi Guru Penggerak sudah terdapat 24.038 dari angkatan satu sampai lima.
Jika kita bandingkan dengan data BPS jumlah sekolah yang ada di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023 yaitu 399.376 unit sekolah. Maka kita mendapatkan data perbandingan jumlah guru penggerak dan jumlah sekolah yang diasumsikan berkorelasi dengan jumlah kepala sekolah yang ada. Maka hanya mendapatkan 6%. Masih jauh panggang dari api untuk mendapat target 20% disisa kepemimpinan Mas Menteri.
Oleh karena itu perlu sosialisasi kembali mengenai program Guru Penggerak, dan juga perlu untuk meminta dukungan pihak-pihak seperti Kepala Daerah, Kepala Dinas Pendidikan Daerah, dan juga Organisasi yang menaungi Guru agar banyak guru yang mengikuti program Guru Penggerak.
Ilustrasi Guru Mengajar di Sekolah Foto: Shutter Stock
Selain itu perlu juga perampingan waktu dan kejar tayang program misalnya waktu yang sebelumnya dijalankan selama sembilan bulan, kemudian dirampingkan ke enam bulan oleh Kemdikbud-Ristek. Saya menyarankan untuk menjadikannya menjadi empat bulan seperti durasi program Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan.
ADVERTISEMENT
Untuk kejar tayang setiap angkatan jika sudah menjalani satu atau dua bulan program, angkatan berikutnya bisa memulai program. Tidak seperti angkatan 7 ke angkatan 8 sudah berjalan hingga kurang lebih lima bulan program yang dilalui angkatan 7, namun angkatan 8 belum memulai program hingga tulisan ini dibuat.
Ketika durasi waktu dipadatkan seperti itu, akan banyak guru penggerak yang dihasilkan. Minimal sampai Pak Nadiem selesai menjabat, jumlah guru penggerak mendekati target yang ingin dicapai.
Faktor pengimplementasian Teori Keterkaitan Pada Jalur yang kedua adalah bagaimana program ini menjadi kebiasaan, saya turut senang Kemdikbud-Ristek mengeluarkan Permendikbud Ristek No. 26 Tahun 2022 Tentang Guru Penggerak dan Permendikbud Ristek Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah.
Ilustrasi guru mengajar. Foto: Shutterstock
Hal ini akan menjadi satu sistem baru dalam tatanan rekrutmen kepala sekolah yang sebelumnya penuh dengan unsur Kolusi Korupsi dan Nepotisme, sehingga ketika diangkat menjadi Kepala Sekolah menjadikan dirinya untuk mengembalikan “modal” yang dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Pola rekrutmen dengan unsur KKN dipastikan menyerap Kepala Sekolah yang tidak kompeten dalam perihal manajerial atau tidak berbasis keahlian dan kemampuan calon Kepala Sekolah.
Oleh karena itu, pola rekrutmen Kepala Sekolah dari Guru Penggerak ini harus diawasi hingga ke bawah, karena masih saja di beberapa daerah tidak mau menjalankan amanah Permendikbud-Ristek tersebut dengan menahan untuk merekrut Kepala Sekolah dari unsur Guru Penggerak, padahal di daerahnya banyak sekali Kepala Sekolah yang harus menjadi Plt (Pelaksana tugas) di sekolah lain karena kekosongan kepala sekolah.
Penulis berasumsi oknum-oknum tersebut menunggu Mas Menteri lengser dengan harapan pola rekrutmen Kepala Sekolah akan kembali seperti pola rekrutmen yang lalu. Hal tersebut menurut hemat saya bisa menjadi celah untuk merevisi Permendikbud-Ristek tersebut, dan nantinya akan menghilangkan program Guru Penggerak yang terasa seperti kehilangan urgensinya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu perlu Pokja dari Guru Penggerak mengawasi bagaimana rekrutmen Kepala Sekolah dari Guru Penggerak sesuai dengan Permendikbud di atas, sehingga pola rekrutmen dan program ini menjadi sebuah kebiasaan dan akan membudaya. Dengan demikian pemimpin selanjutnya bisa dipastikan akan terikat pada jalur yang sudah dimulai oleh Mas Menteri Nadiem Makarim, dan sulit mengubah jalur tersebut.