Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Politik dengan Nurani: Bukti Nyata Kampanye Tanpa Suap dan Fanatik Masih Mungkin
24 Desember 2023 16:43 WIB
Tulisan dari Reva Ratna Septiani Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kampanye politik di Indonesia sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pesta demokrasi pemilihan umum. Kampanye sendiri memiliki banyak definisi, salah satunya adalah kegiatan komunikasi politik yang terorganisir dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan untuk mempengaruhi khalayak pemilih (Masduki, 2014).
ADVERTISEMENT
Sayangnya, selama ini kampanye identik dengan politik uang dan fanatisme. Hal ini terlihat dari maraknya politisi atau partai politik yang membagi-bagikan uang, beras, atau barang kepada masyarakat untuk mempengaruhi pilihan politik mereka. Selain itu, fanatisme juga kerap muncul dalam bentuk dukungan berlebihan kepada calon tertentu tanpa alasan yang rasional, tapi karena ikatan emosional semu semata.
Akibatnya, kampanye tidak lagi berdasarkan visi misi dan program kerja, tapi lebih sebagai ajang bagi-bagi uang dan mancing sentimen negatif demi suara pemilih. Fenomena ini membuat banyak kalangan meragukan apakah memungkinkan lagi melakukan kampanye yang bersih sebagaimana idealnya. Mereka skeptis jika kampanye tanpa uang dan fanatisme berlebihan masih bisa dijalankan di era sekarang ini.
Namun ternyata, masih ada beberapa contoh kampanye di Indonesia maupun mancanegara yang berhasil dijalankan tanpa mengandalkan uang dan fanatisme. Tulisan ini akan membahas beberapa contoh kampanye tersebut, yang akan menjadi inspirasi bahwa kampanye sehat tanpa uang dan fanatisme sebenarnya masih sangat mungkin untuk dijalankan.
Contoh Kampanye yang Berjalan Tanpa Uang dan Fanatisme
Contoh pertama adalah kampanye Barack Obama pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008. Pada masa itu, Obama adalah sosok yang relatif baru di kancah politik AS. Ia mengusung kampanye perubahan dan harapan, tanpa disokong partai politik besar atau punya banyak uang.
ADVERTISEMENT
Strategi Obama adalah mengandalkan penggalangan dana kecil-kecilan (mikro) dari para pengikut dan simpatisannya, yang kemudian dikenal dengan Obama's small donors. Hingga September 2008, kampanye Obama telah mengumpulkan 600 juta dollar AS dari 6,5 juta orang donor perorangan (Sekretariat Negara RI, 2021). Selain itu, Obama juga aktif di media sosial untuk mendekatkan diri dengan pemilih muda. Hasilnya, Obama berhasil mengalahkan Hillary Clinton sebagai nominasi Partai Demokrat dan akhirnya terpilih jadi Presiden AS.
Kampanye Obama sangat jauh dari fanatisme atau euforia berlebihan. Ia mengusung pesan-pesan rasional tentang perubahan dan harapan yang ingin diwujudkannya. Ia berkampanye dengan gaya inklusif, dengan mengajak semua elemen masyarakat Amerika tanpa memandang ras, agama, atau golongan.
Contoh lainnya adalah kemenangan pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat itu Jokowi-Ahok adalah sosok outsider yang baru pertama kali ikut Pemilihan Kepala Daerah, apalagi didukung oleh partai kecil PDIP. Mereka tidak didukung politik uang dan minim dana kampanye.
ADVERTISEMENT
Strategi pemenangan Jokowi-Ahok adalah dengan mendekatkan diri ke warga Jakarta melalui blusukan. Mereka sering terjun langsung ke kampung-kampung dan menemui warga secara personal untuk mengenali permasalahan yang ada (Pratama, 2020). Selain itu mereka aktif memanfaatkan media sosial dan relawan untuk menyebarkan pesan dan program kerja.
Kampanye Jokowi-Ahok sangat minim unsur fanatisme dan lebih mengutamakan pendekatan emosional dengan warga Jakarta. Mereka berjanji akan bekerja bersama rakyat untuk mewujudkan Jakarta yang lebih baik. Hasilnya, dengan modal seadanya Jokowi-Ahok mampu mengalahkan incumbent Fauzi Bowo dan memenangkan Pilkada DKI 2012.
Pada Pilpres 2019 juga ada beberapa capres yang berupaya berkampanye hemat biaya dan menghindari fanatisme berlebih. Misalnya Jokowi yang mengusung kampanye #IndonesiaBisa untuk mengajak seluruh elemen bangsa bersatu membangun Indonesia. Ia berupaya menghindari kampanye negatif dan serangan yang berlebihan ke lawan politiknya.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Capres Prabowo Subianto yang mengusung tema Indonesia Adil Makmur sebagai visi kampanye. Kendati terdapat elemen pendukung yang bersikap fanatik pada kedua kubu kandidat Capres, namun secara umum rangkaian kampanye Pemilihan Presiden tahun 2019 berlangsung relatif santai dan kondusif tanpa adanya gesekan yang berarti antarkubu.
Meskipun ujaran kebencian kerap mencuat di media sosial, hal tersebut tidak berpengaruh pada kondisi perpolitikan nasional yang berjalan stabil. Artinya tema dan janji-janji kampanye kedua Capres mampu diterima dengan baik secara luas oleh konstituen tanpa adanya respon yang berlebihan. Dengan kata lain masyarakat umum cukup rasional dalam bersikap sebagai pemilih.
Berdasarkan contoh kampanye tanpa dana dan fanatisme di atas, dapat ditarik bahwa implementasi kampanye tanpa menggunakan uang dan sentimen berlebihan sangatlah dimungkinkan untuk diwujudkan. Faktor mendasar yang perlu diperhatikan adalah merumuskan visi, misi, dan agenda kerja yang terarah dengan jelas, kemudian mendekati dan meyakinkan konstituen terkait manfaat program yang dicanangkan apabila terpilih kelak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kandidat harus pintar memanfaatkan media sosial dan relawan untuk menjaring dukungan. Dalam berkampanye, hindari politik uang dan fanatisme berlebihan agar situasi tetap kondusif. Jika hal itu bisa dijalankan, kemenangan dalam pesta demokrasi sesungguhnya ada di depan mata.
DAFTAR BACAAN
Masduki. 2014. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta: UII Press.
Pratama, A. 2020. Strategi Pemenangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Vol. 10, No. 1, hlm 15-25.
Sekretariat Negara RI. 2021. Obama dan Kampanye Tanpa Fanatisme Berlebihan. (Online). (https://setneg.go.id/?p=41358, diakses 10 Januari 2023).