Gerakan Wadon Wadas: Implementasi Gerakan Ekofeminisme Kontemporer di Indonesia

Revo Linggar Vandito
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
25 November 2022 12:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revo Linggar Vandito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gerakan Feminisme, Sumber: Pexel.com
zoom-in-whitePerbesar
Gerakan Feminisme, Sumber: Pexel.com
Wadon Wadas adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh perempuan perempuan di Desa Wadas untuk menolak penambangan andesit di desa mereka. Perempuan perempuan wadas ini menganggap bahwa penambangan andesit di desa mereka akan menimbulkan kerusakan desa mereka dan membahayakan keberlangsungan hidup mereka. Ekofeminisme disisi lain adalah sebuah gerakan feminisme berbasis lingkungan yang menganggap bahwaperempuan dan lingkungan sama sama didominasi oleh budaya patriarki yang agresif. Para ekofeminis menganggap bahwa rusaknya lingkungan akan memberikan dampak paling besar terhadap perempuan. Dalam tulisan ini akan dijelaskan hubungan dan kemiripan antara gerakan wadon wadas dengan gerakan ekofeminisme kontemporer.
ADVERTISEMENT
Ekofeminisme adalah sebuah gerakan feminisme yang lahir pada feminisme gelombang ketiga. Salah satu ciri khas utama dari gerakan feminisme gelombang ketiga adalah mencoba memberikan pemahaman adanya hubungan segala bentuk penindasan manusia (Arrivia, 2018). Dalam konteks ekofeminisme adalah hubungan antara perempuandengan alam. Gerakan ekofeminisme melihat bahwa eksploitasi terhadap perempuan dan lingkungan berasal sumber yang sama yaitu budaya patriarki yang sarat akan hubungan dominasi dan subordinasi. Budaya Patriarki yang melekat pada masyarakat menghasilkan ketimpangan relasi dan eksploitasi pada perempuan dan lingkungan. Ekofeminisme percaya bahwa kerusakan lingkungan akan membuat perempuan terdampak paling besar dalam kehidupan sosial
Dalam teori feminisme eksistensialis yang meminjam teori eksistensialisme dari Jean Paul Sartre yang mengemukakan 3 modus “Ada” yang menggambarkan eksistensi pada manusia sebagai makhluk (Arivia, 2018) yaitu etre en soi (ada pada dirinya), être pour soi (Ada bagi dirinya), dan etre pour les autres (Ada untuk orang lain). Dalam être pour les autres Sartre melihat relasi serta hubungan antara manusia didasarkan pada konflik. Konflik adalah sebuah interaksi sosial intersubjektif yang mana terdapat 2 subjek yang memperebutkan sesuatu. Dalam konflik tersebut setiap subjek mencoba untuk mempertahankan kesubjekannya dan membuat yang lain menjadi objek. Dalam konteks ekofeminisme para feminis melihat bahwa lingkungan dan perempuan adalah objek dari budaya patriarki yang mendominasi tatanan dunia. Dalam tuntutanya gerakan ekofeminisme menuntut perempuan dan alam sebagai subjek dan bukan objek.
ADVERTISEMENT
Efektivitas gerakan ekofeminisme dapat dikatakan sangat efektif hal ini terjadi karena banyaknya gerakan gerakan ekofeminisme yang berhasil menahan pembangunan yang destruktif terhadap alam. Contoh dari gerakan ekofeminisme yang berhasil adalah Wadon Wadas yang berhasil menahan penambangan andesit di desa wadas, Gerakan Mama Aleta Baun di NTT yang menolak penambangan marmer di desanya atau dari dunia internasional kita dapat melihat Gerakan Chipko di India yang menolak penebangan pohon. Ekofeminisme dalam gerakan nya menganggap bahwa terdapat hubungan emosional antara perempuan dan lingkungan.
Contohnya dalam konteks penambangan andesit di Desa Wadas yang akan merugikan masyarakat apabila dilaksanakan. Namun para perempuan di Desa Wadas membuat sebuah gerakan ekofeminisme yaitu gerakan wadon wadas yang bertujuan untuk melindungi desa mereka dari penambangan yang akan dikerjakan pihak pemerintah. Gerakan Wadon Wadas jelas merupakan implementasi dari gerakan ekofeminisme kontemporer di Indonesia melawan budaya patriarki yang penuh akan dominasi dan agresifitas yang diperankan oleh aparat.
ADVERTISEMENT
Wadon Wadas merupakan sebuah organisasi perempuan yang menolak penambangan andesit di Desa Wadas. Organisasi yang berdiri 2021 silam merupakan salah satu ujung tombak dalam penolakan penambangan di Desa Wadas. Wadon Wadas juga melakukan penghadangan aparat dengan mengucapkan “Hasbunallah Wa Ni'mal wakil (Hanya allah pelindungku). Munculnya gerakan wadon wadas merupakan bagian dari keresahan perempuan di wadas yang akan terdampak secara langsung dari proses penambangan yang ada di desa mereka. Perempuan-perempuan di Desa Wadas ini juga tidak merasa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang sangat berdampak bagi kehidupan mereka, untuk itu mereka menolak penambangan andesit di desa mereka karena mereka takut akan berdampak buruk lingkungan dan kehidupan mereka dan anak cucu mereka. Gerakan ekofeminisme sendiri merupakan gerakan yang lahir pada masa postmodernism sekitar tahun 1970, namun sebenarnya jiwa dari gerakan ekofeminisme sendiri sudah berlangsung dengan landasan kearifan lokal seperti kisah Mama Aleta Baun di NTT dan Gerakan Wadon Wadas di Purworejo.
ADVERTISEMENT
Gerakan Wadon Wadas merupakan gerakan berdasarkan kearifan lokal dan kecintaan akan alam namun memiliki jiwa dan semangat dari gerakan ekofeminisme. Gerakan organisasi Wadon Wadas didasari oleh kekhawatiran masyarakat bahwa penambangan di Desa Wadas akan berdampak buruk bagi lingkungan, ekosistem, dan kelangsungan hidup masyarakat wadas khususnya perempuan yang terdampak dalam berbagai aspek. Asas dari Wadon Wadas sangat linear dengan ekofeminisme karena paham ekofeminisme menganggap bahwa alam harus dijadikan sebagai subjek yang harus dijaga kelestarianya dan jika lingkungan tidak dijaga akan berdampak buruk khususnya bagi perempuan yang memiliki banyak ikatan emosional dengan alam.
Dapat disimpulkan bahwa gerakan organisasi Wadon Wadas merupakan implementasi dari gerakan ekofeminisme kontemporer di Indonesia. Hal ini bisa dipastikan karena adanya kesamaan tuntutan dan adanya kemiripan pola gerakan ekofeminisme di masa lalu seperti Gerakan Chipko di India. Selain itu tujuan untuk melindungi alam juga linier dengan tujuan ekofeminisme yang berfokus pada perlindungan alam sebagai subjek dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Arivia, G. (2018). Filsafat Berperspektif Feminis. YJP Press, Yayasan Jurnal Perempuan.
Astuti, T. M. P. (2012). Ekofeminisme dan peran perempuan dalam lingkungan. Indonesian Journal of Conservation, 1(1).
Fahimah, S. (2017). Ekofeminisme: Teori dan Gerakan. Jurnal Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 1, 14.
Nursalim, N., & Riyono, S. (2022). ANALISIS PERLAWANAN PEREMPUAN TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI DESA WADAS. MIMBAR ADMINISTRASI FISIP UNTAG Semarang, 19(1), 32-49.