Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hunian yang Tidak Bisa Dimiliki Para Pekerja (2)
19 Juni 2024 17:54 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Reynaldo Dion tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hunian yang tidak bisa dimiliki para pekerja, merupakan judul tulisan saya sebelumnya yang membahas terkait problematika harga hunian yang semakin naik tanpa diimbangi dengan kenaikan upah yang selaras. Rumah merupakan prioritas utama untuk setiap masyarakat, karena termasuk salah satu hak asasi manusia. Hal ini sering diabaikan oleh pemerintah, padahal pemerintah harus menjamin masyarakatnya untuk bisa memiliki hunian yang layak.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Ini merupakan salah satu hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi, di mana pemerintah wajib untuk memenuhi hak asasi manusia ini melalui usaha usaha yang nyata dan konkret.
Muncullah Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang merupakan cara dari pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan rumah. Tapera merupakan program penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.
Beberapa bulan ini topik Tapera menjadi pemberitaan di seluruh media. Karena mendapatkan respons buruk dari berbagai kalangan Masyarakat. Apindo sebagai perwakilan dari pihak pengusaha menyatakan penolakan mengenai peraturan ini, begitu juga dari serikat kerja yang merasa peraturan ini menjadi beban bagi para pekerja.
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pembaharuan Tapera yang sebelumnya diperuntukkan untuk ASN, TNI-Polri dan BUMN akan tetapi nantinya karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah juga menjadi peserta Tapera dengan iuran yang cukup besar. Ketentuan ini tertuang dalam PP no. 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP no. 25 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tapera. Pada pasal 15 PP no. 25 tahun 2020 disebutkan mengenai jumlah iuran Tapera.
Besaran iuran peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja, dan dari penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Sementara besaran simpanan peserta untuk pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 % dan pekerja sebesar 2,5 %.
ADVERTISEMENT
Peraturan ini nantinya akan berlaku paling lambat tujuh tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut pada 20 Mei 2020 sesuai dengan Pasal 68 PP 25 tahun 2020 menyebut para pemberi kerja atau perusahaan harus mendaftarkan para pekerjanya kepada BP Tapera. Di mana jika Perusahaan tidak mendaftarkan karyawannya, maka sanksi yang didapat bertahap hingga pencabutan izin usaha. Sehingga masih ada sisa dua tahun untuk pembahasan ini terus berjalan dengan tujuan pembatalan.
Program Tapera yang sebelumnya sudah ada ternyata mengalami banyak permasalahan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, pada 2021 ada 124.960 peserta Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) belum menerima pengembalian dana sebesar Rp 567,45 miliar. Hal tersebut terungkap pada audit BPK yang tercantum di Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2021.
ADVERTISEMENT
BPK mencatat, tak hanya itu peserta pensiun ganda yang sebanyak 40.266 orang juga belum bisa mencairkan dana Tapera sebesar Rp 130,25 miliar. Jumlah yang cukup besar dari sumber pendaan dengan skala yang kecil pada waktu itu tanpa diikut sertakannya pekerja swasta dan mandiri. Hal ini yang membuat merasa kecewa dengan program Tapera yang skalanya akan diperbesar, ada ketakutan dan tidak percaya bisa mendapatkan rumah melalui program Tapera.
Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, mengatakan ketentuan tersebut adalah sebagai prinsip gotong royong. Saat ini kesenjangan kepemilikan rumah di Indonesia masih tinggi, di mana angka backlog perumahan di Indonesia sebesar 9,9 juta. Secara umum backlog perumahan dapat diartikan sebagai kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat.
ADVERTISEMENT
Dengan pengertian ini, Backlog Perumahan adalah kuantitas rumah yang belum/tidak tertangani. Beliau juga mengatakan pihaknya tidak hanya membantu pembiayaan rumah tapak saja. Melainkan juga menyediakan kredit untuk Rusun. Hal ini juga didukung oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna yang mengatakan lokasi rumah program Tapera tergantung dengan kebutuhan.
Beliau menjelaskan harga rumah tapak di perkotaan sudah mulai mengalami kenaikan. Hal itu mendorong pemerintah untuk menggunakan alternatif lain yakni rumah susun (Rusun). Kali ini pemerintah selaras dengan peraturan mengenai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Berdasarkan, KHL terdiri dari 60 item, termasuk hunian di dalamnya.
Adapun kriteria hunian yang dijelaskan dalam Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tersebut adalah tempat tinggal yang dapat menampung seluruh item KHL. Beberapa pihak menafsirkan kriteria hunian tersebut sebagai sebidang kamar indekos belaka.
ADVERTISEMENT
Alasannya, dalam Permen tersebut menuliskan bahwa sewa kamar yang dimaksud dalam permenaker adalah harga sewa kamar dalam kondisi yang kosong sederhana yang biasa ditempati oleh satu orang pekerja/buruh untuk satu bulan yang dapat menampung jenis KHL lainnya. Dengan selarasnya pernyataan dengan peraturan ini, maka tidak dipungkiri nantinya rumah yang dijanjikan mungkin adalah rumah susun.
Nantinya jika peraturan Tapera ini diterapkan maka besar para pekerja yang akan merasakan beban yang berat. Salah satu contoh peserta untuk pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja di mana Perusahaan dibebankan 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Padahal sebelumnya para pekerja sudah mendapatkan potongan untuk pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Di bawah ini merupakan bagan yang menjelaskan berapa gaji yang didapatkan para pekerja dalam satu bulan.
Semakin banyaknya iuran yang diberikan kepada pemerintah nantinya akan berdampak pada kenaikan upah. Salah satu faktor yang mempengaruhi upah minum adalah perhitungan nilai pertumbuhan ekonomi atau inflasi dan mengacu pada rata-rata konsumsi per kapita anggota rumah tangga yang bekerja.
ADVERTISEMENT
Basis penentuan upah yang ada pada undang undang omnibus law berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi dengan memperhitungkan produktivitas kerja. Sehingga bisa jadi nantinya gaji yang sudah tidak selaras dengan kenaikan harga rumah, akan tidak selaras juga dengan harga kebutuhan bahan pokok.