Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Belajar Menerima Kodrat Wanita dari Film 'Kim Ji-Young, Born 1982'
13 Desember 2019 10:30 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Reyne Raea tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kim Ji-Young, seorang wanita kelahiran tahun 1982, tumbuh besar dari keluarga dan lingkungan yang amat kental dengan patriarkisme.
ADVERTISEMENT
Ibunya, bahkan rela berhenti sekolah demi membantu biaya sekolah adik-adik lelakinya.
Setelah menikah, ibunya melahirkan 2 anak perempuan, dan meskipun akhirnya bisa melahirkan 1 anak lelaki, tapi tetap belum bisa membahagiakan banyak keluarganya.
Karenanya, sering terjadi Kim Ji-Young melihat ibunya meminta maaf karena telah melahirkan anak perempuan, yang mana di Korea, anak lelaki lebih diinginkan ketimbang anak perempuan.
Saat beranjak dewasa, Ji-Young juga pernah mengalami pelecehan seksual, beruntung dia ditolong oleh seorang ibu.
Ayahnya yang menjemputnya, malah menyalahkan dia karena pulang malam serta berpakaian yang mengundang pikiran kotor lelaki.
Sungguh Ji-Young tidak mengerti, mengapa justru pakaian wanita, yang sebenarnya masih dalam tahap normal dan sopan yang disalahkan, mengapa bukan otak kotor lelaki yang disalahkan?
ADVERTISEMENT
Setelah dewasa, Ji-Young kembali merasa didiskriminasikan hanya karena dia terlahir sebagai seorang perempuan.
Ji-Young sebenarnya sangat berpotensi di perusahaannya, kinerjanya bagus dan selalu memuaskan. Namun, saat pemilihan anggota team yang menjadi impiannya, dia sama sekali tidak masuk team tersebut.
Atasannya sengaja memilih anggota team yang keseluruhannya adalah lelaki, dengan alasan demi team yang solid jangka panjang, karena perempuan seusia Ji-Young bisa jadi akan disibukkan menjadi istri dan ibu dalam beberapa waktu ke depan.
Hal-hal demikian yang membuat Ji-Young merasa tidak ingin menikah, apalagi mempunyai anak.
Sayangnya, takdir berkata lain. Dia jatuh cinta pada seorang lelaki baik yang akhirnya mau menikah atas tuntutan keluarga sang lelaki.
ADVERTISEMENT
Setelah menikah, ternyata tuntutan tidak berhenti sampai di situ. Ji-Young diminta untuk segera mempunyai anak. Suaminya yang ingin melindungi Ji-Young dari segala tuntunan orang tuanya, membujuk Ji-Young agar mau punya anak, dan berjanji akan membantunya mengurus anak sekuat tenaganya.
Begitulah, awal mula Ji-Young terpaksa menjadi ibu rumah tangga. Setelah punya anak, ternyata meski sudah dibantu suaminya, itu tidaklah cukup.
Nyatanya Ji-Young terpaksa resign dari kantornya, demi mengasuh anaknya.
Suaminya menepati janjinya, dia sengaja untuk selalu pulang lebih awal demi membantunya mengurus anak mereka. Pun juga anaknya dimasukan ke daycare agar Ji-Young masih bisa punya waktu untuk dirinya sendiri, tidak melulu direcokin anak.
Mereka juga tinggal di sebuah apartemen sederhana, namun dengan fasilitas yang lengkap untuk memudahkan pekerjaan Ji-Young.
ADVERTISEMENT
Sungguh sebuah kehidupan yang sempurna, setidaknya cukuplah untuk membuat perempuan-perempuan zaman sekarang bisa lebih waras menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga.
Tapi, Kim Ji-Young malah semakin depresi dan bahkan mulai mengkhawatirkan, karena sering menunjukan sikap yang aneh, yang berubah bagai orang yang berbeda.
Kim Ji-Young Tidak Bersyukur dan Lupa Kodratnya?
Jika dilihat dari kacamata orang awam, sungguh Ji-Young adalah gambaran perempuan yang tidak bersyukur.
Tidak ada yang kurang dari hidupnya, yang kurang hanyalah imannya. Demikian mungkin kebanyakan orang awam akan men-judge-nya.
Tapi begitulah, dengan latar belakang masa kecil Ji-Young yang dipenuhi oleh patriarkisme dan diskriminasi gender, serta tidak adanya didikan atau nasehat khusus dari orang tuanya, terhadap apa yang sebenarnya terjadi. Membuat dia tumbuh sebagai seseorang yang hanya melihat apa yang dia alami sejak kecil adalah diskriminasi gender, bukan karena peran kodrat seorang wanita.
ADVERTISEMENT
Kodrat Wanita Yang Harus Dipahami
Sesungguhnya, apa yang terjadi pada Ji-Young adalah cerminan banyak perempuan zaman sekarang, khususnya yang menjadi ibu rumah tangga.
Sayapun pernah mengalaminya, merasa tidak berguna, seorang sarjana yang hanya bisa menyimpan ijazah rapat-rapat di lemari, lalu kembali ke dunia nyata, sibuk mengurus anak-anak dan membereskan rumah.
Namun, apalagi yang bisa dilakukan? Selain ikhlas menjalani kodrat tersebut?
Ji-Young tidak bisa bekerja bukan karena dilarang, tapi memang karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Sama dengan saya, yang Alhamdulillah suami tak pernah melarang saya bekerja di luar atau tidak.
Tapi saya tidak bisa kerja di luar, karena menitipkan anak itu sulit, dan saya tidak tega membebani ibu mertua atau ibu saya yang sudah sepuh untuk kembali ribet mengurus anak kecil lagi.
ADVERTISEMENT
Mencari pengasuhpun tidak semudah yang dibayangkan, selain biayanya yang mahal. Demikian juga untuk menitipkan anak di daycare.
Pada akhirnya, hanya keikhlasanlah yang harus saya, Ji-Young, dan para ibu lainnya bisa lakukan.
Ikhlas menjalani kodrat kita sebagai perempuan, yang sehebat apapun kita dalam dunia karier, ujung-ujungnya dihadapkan dengan kodrat kita sebagai istri dan ibu.
Ikhlas dan bangga menjalani kodrat kita, karena sesungguhnya, menjadi ibu rumah tangga itu bukanlah hal yang buruk.
Bukan pula suatu profesi yang membuat kita jadi tidak bernilai karena tidak menghasilkan uang.
Sesungguhnya menjadi ibu rumah tangga itu adalah sebuah profesi mulia, karena seringnya menciptakan suami yang sukses dalam dunia karier/bisnisnya, serta anak-anak yang tumbuh bahagia dan siap menyongsong dunia.
ADVERTISEMENT
Dan, bayarannya? surga anak-anak kita ada di haribaan kita sebagai ibu.
Maka semangatlah selalu wahai para ibu rumah tangga, demikian pula para ibu yang bekerja di luar sana.
Live Update