Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Melawan Alam dan Inovasi Usaha Pangan di Tengah Krisis Lingkungan
1 Februari 2025 15:57 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Rully Raki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Hawa panas siang itu cukup menyengat di padang Nggolonio Kabupaten Nagekeo. Wilayah ini terbentang di pantai Utara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Di kiri dan kanan jalan, masih terlihat lahan yang belum terurus dipenuhi dengan rerumputan liar dan semak belukar yang mulai mengering karena dibakar panasnya matahari setiap hari. Kondisi ini memang cukup sulit jika ingin mengembangkan pertanian untuk ketersediaan pangan.
ADVERTISEMENT
Di sebelah utara jalan terlihat pantai dengan hamparan sawah yang mulai dibajak sembari ada yang masih menunggu hujan. Berhadapan dengan itu, terbentang perbukitan kecil yang membentang sepanjang jalan. Pemukiman penduduk pun cuma terlihat di beberapa daerah terpisah satu dengan yang lainnya.
Di satu sisi, model kontur alam seperti ini menjadi pemandangan yang memanjakan mata, apalagi ketika musim hujan dengan rerumputan yang menghijau di perbukitan. Wilayah Labuan Bajo, sebagai salah satu destinasi wisata, bisa menjadi salah satu contohnya. Namun demikian, di sisi lain, kondisi alam yang indah tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi pertanian dan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sana.
Di beberapa wilayah di bentangan utara pulau Flores, kondisi alam yang indah memang tidak selalu menopang kondisi pertanian yang baik. Di wilayah seperti di Nggolonio misalnya, suhu udara yang panas di tambah dengan rendahnya curah hujan, menjadikan alam begitu keras bagi manusia untuk bertahan hidup. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi tanah untuk lahan perkebunan dan pertanian yang menantang masyarakat untuk bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Inovasi Pertanian Di Tengah Krisis Lingkungan
Pertemuan COP24 di Azerbaijan November 2024 lalu, semakin tegas membahas soal krisis lingkungan hidup seperti pemanasan global dan naiknya suhu bumi, telah membawa dampak yang cukup masif bagi perubahan iklim. Dampaknya sudah banyak dirasakan oleh manusia, terutama mereka yang hidup dari pertanian seperti cuaca yang tidak menentu atau kekeringan air (Garai & Ku, 2024). Kondisi lainnya adalah berbagai macam bencana seperti banjir maupun kekeringan di berbagai belahan dunia.
Alam seperti tidak lagi mau bersahabat dengan manusia dan membuat kehidupan manusia semakin sulit terutama berkaitan kesulitan pasokan pangan. Faktor-faktor seperti tingginya cuaca panas, kandungan CO2 di udara, menipisnya lapisan ozon, keberadaan biotoxin, atau pemanasan global pada umumnya, sangat mempengaruhi penurunan produksi pangan (Miron et, al.,2023). Untuk daerah-daerah seperti NTT, tahun 2024 kemarin menjadi tahun dengan kekeringan ekstrem yang terjadi di bulan April di beberapa wilayah di Timor, Sumba dan Flores (Kompas.id,26/04/2024). Pangan menjadi persoalan serius yang kemudian terlihat dari angka kesehatan (kurang gizi atau stunting) seperti yang melekat erat dengan NTT (Bryant et al., 2024; Picauly et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Sulitnya kehidupan manusia, sungguh dialami masyarakat di wilayah utara pulau Flores, seperti di wilayah Nggolonio. Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, antara bulan November sampai Maret, menjadi bulan paling kritis bagi kehidupan masyarakat setempat. Meskipun bulan-bulan ini menjadi bulan musim penghujan umumnya masyarakat di Indonesia, di wilayah Nggolonio malah terjadi sebaliknya. Bulan-bulan itu menjadi masa dengan cuaca kering namun tuntutan ekonomi, seperti hidup, atau kebutuhan pendidikan anak malah harus dipenuhi. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat hanya bertahan hidup dengan mengerjakan sawah di wilayah lain, atau dengan menjual ternak yang tersisa, jika memang ada.
Pertanian dan perkebunan tidak bisa menjadi sektor penopang bagi masyarakat karena kondisi tanah yang tidak mendukung, ditambah dengan curah hujan yang sangat sedikit. Di tengah situasi bumi yang semakin memanas, yang pada tahun ini sudah naik 1,5 derajat celcius dan menyebabkan perubahan iklim (Kompas.com, 9/11/24) tentu akan berdampak pada semakin sulitnya kondisi hidup masyarakat. Lebih jauh, problem yang demikian, membuat orang-orang muda, usia produktif di sana kebanyakan memilih untuk merantau, karena kalau pun bertahan di kampung, tidak akan ada banyak pekerjaan yang bisa diusahakan.
ADVERTISEMENT
Selain cuaca dan curah hujan yang sangat sedikit, ketersediaan air menjadi pokok persoalan utama. Meskipun jauh sebelumnya ada proyek pengadaan air, namun air yang sudah mengalir beberapa tahun akhirnya berhenti mengalir karena lemahnya manajemen dan konflik. Konflik itu muncul akibat persoalan pengelolaan air dan juga beberapa pihak yang ingin memonopoli penggunaan air untuk kebutuhan ternak pribadi. Di titik ini, persoalan alam, ditambah pelik dengan persoalan pemahaman dan tingkat pemikiran manusia setempat yang semakin memperburuk keadaan.
Namun demikian, kondisi alam yang keras dan serta situasi sosial yang sulit, tidak memutuskan asa berusaha segelintir orang. Meskipun tidak banyak yang menyadari, kondisi tanah yang demikian ternyata cukup cocok untuk pertanian beberapa tanaman. Melalui usaha dan inovasi pertanian kreatif yang dimulai dengan analisis jenis tanah, kreasi pengadaan air melalui sumur bor, sistem pengairan yang baik, ternyata beberapa tanaman seperti lombok, tomat dan pepaya diusahakan oleh petani seperti Stevanus Mega di lahan yang sekarang dinamai beliau Caras Land Garten di wilayah Nggolonio.
ADVERTISEMENT
Jalan panjang usaha dan perjuangan melawan kerasnya alam dan merawat tanaman akhirnya berbuah hasil, meskipun beliau sendiri menamatkan pendidikan S2 Pendidikan Bahasa Inggris di Bali. Berkat pertanian kreatif dan inovasi, sekarang perkebunan ini, peralahan mulai bisa menghasilkan lombok dengan rata-rata 20-50 kg per hari. Hasil ini cukup untuk memberikan pemasukan untuk biaya perawatan kebun serta membayar upah beberapa pekerja yang bekerja di lahan pertanian itu. Hal ini juga menunjukkan peran perkebunan seperti ini dapat membuka lapangan kerja bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.
Selain itu, terdapat usaha ternak ayam yang dikembangkan di lahan ini. Dalam perencanaan ke depan, kotoran ayam akan dipakai untuk menjadi pupuk yang bisa digunakan untuk tanaman yang ada di perkebunan sehingga menjadi model pertanian yang lebih ramah lingkungan. Hal itu memang demikian karena model yang coba dikembangkan di sini adalah model pertanian organik yang selain bisa memangkas biaya produksi yang mempengaruhi harga lombok sehingga lebih bisa dijangkau oleh daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain tantangan kondisi alam yang panas, dengan curah hujan yang sulit, terdapat juga tantangan lainnya. Persoalan ini seperti soal ketersediaan modal untuk mendukung jalannya usaha pertanian. Selain itu ada juga serangan hama yang datang menyerang tanaman. Tantangan ini menuntut adanya dukungan permodalan oleh lembaga lain di luar petani. Selain itu, perlu juga usaha kreatif dan modifikasi pertanian yang mestinya diupayakan, baik oleh perkebunan lombok di Nggolonio, tetapi juga oleh perkebunan dan usaha pertanian lain yang terdapat di wilayah-wilayah sulit seperti di NTT.
Visi dan Peluang Usaha Pertanian
Mengusahakan pertanian di lahan dengan curah hujan rendah dan hawa panas yang menggigit memang seperti usaha yang melawan alam. Di sini perlu usaha ekstra yang tidak kenal lelah, niat dan ketahanan mental yang tahan berhadapan dengan kendala menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Namun usaha yang dilakukan ini sebenarnya mempunyai misi yang mulia dan dapat mendatangkan kegembiraan.
Model pertanian seperti demikian, di wilayah NTT yang panas dengan curah hujan yang tidak menentu menjadi model pertanian yang bisa membantu menguatkan ketersediaan pangan yang juga bisa dijangkau oleh masyarakat setempat. Ketersediaan pangan yang merupakan produksi lokal dibutuhkan untuk mitigasi ketika stok pangan yang didatangkan dari luar daerah tidak mencukupi atau tidak bisa dijangkau oleh masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, misi mulai ini, sejauh seperti yang ada di Nggolonio belum mendapatkan perhatian secara serius baik oleh pemerintah setempat maupun pemerintah daerah. Padahal usaha yang sudah dibuat oleh masyarakat ini, palung kurang dapat menjadi proyek contoh yang bisa dikembangkan oleh pemerintah setempat guna memajukan ekonomi masyarakat lokal, menguatkan ketersediaan pangan sekaligus merawat alam dan mengedukasi masyarakat.
Hal ini sebenarnya senada dengan mimpi pemilik Caras Land Garden yang ingin menjadikan perkebunannya bukan hanya menjadi pemasok pangan lokal, tetapi juga menjadi tempat di mana orang-orang lain, terutama generasi muda yang ingin belajar dan memperoleh pengetahuan bagaimana mengembangkan perkebunan seperti yang telah dibuat. Ini harusnya jadi motivasi banyak orang terutama bagi generasi muda, sebab masa depan alam dan masa depan pertanian juga akan menentukan nasib dan masa depan generasi muda.
ADVERTISEMENT
Usaha-usaha ini amat penting diperjuangkan di tengah isu perubahan iklim, bencana, dan kerusakan alam. Model pertanian yang demikian bisa menjadi contoh dan model berdaya-nya masyarakat di kantong-kantong wilayah yang kering dan panas di Indonesia untuk swasembada pangan dan usaha melestarikan bumi. Apabila perjuangan secara massal dan masif untuk ketahanan pangan di daerah kering dan kritis masih sulit diusahakan, maka perjuangan di kantong-kantong wilayah bisa menjadi salah satu alternatif-nya.