Konten dari Pengguna

Tantangan Kependudukan di Maluku Utara

Ridwan Prayogi
Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Maluku Utara
31 Agustus 2023 17:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ridwan Prayogi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemandangan Danau Laguna (bawah) dengan latar belakang Pulau Maitara dan Pulau Tidore di Kelurahan Fitu, Kota Ternate, Maluku Utara, Minggu (25/6/2023). Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Pemandangan Danau Laguna (bawah) dengan latar belakang Pulau Maitara dan Pulau Tidore di Kelurahan Fitu, Kota Ternate, Maluku Utara, Minggu (25/6/2023). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sejak lahirnya Orde Baru pada bulan maret 1966 sampai sekarang, masalah kependudukan menjadi fokus perhatian pemerintah yang meninjaunya dari berbagai perspektif. Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah dan terkait dengan penduduk, atau dengan kata lain penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka mewujudkan “Maluku Utara Sejahtera” sebagai visi pembangunan jangka menengah Provinsi Maluku Utara 2020-2024, maka analisis demografi yang didasarkan pada proyeksi penduduk diperlukan untuk menyusun strategi masa depan yang lebih baik. Melaui tulisan ini penulis mencoba menguraikan situasi kependudukan di tahun 2020 hingga 2035 dan implikasinya bagi strategi pembangunan masa depan Maluku Utara.

Situasi Kependudukan

Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Maluku Utara 2020-2035 Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Maluku Utara tahun 2020 sebanyak 1,28 juta jiwa diproyeksikan terus bertambah hingga mencapai 1,37 juta jiwa pada tahun 2025, 1,45 juta jiwa pada tahun 2030, dan 1,53 juta jiwa pada tahun 2035.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan, pertumbuhan penduduk Provinsi Maluku Utara pada periode 2020–2025 sebesar 1,31 persen secara bertahap melambat menjadi 1,11 persen pada periode 2025–2030 dan menjadi 0,95 persen pada periode 2030–2035. Akan ada tambahan sekitar 256 ribu penduduk dalam kurun waktu 15 tahun ke depan, hal ini tentu berimplikasi terhadap tambahan kebutuhan pelayanan publik.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, Kabupaten Halmahera Selatan menjadi tempat tinggal bagi 19,35 persen penduduk Maluku Utara, diikuti Kota Ternate (15,98 persen), dan Kabupaten Halmahera Utara (15,41 persen). Sementara kabupaten dengan distribusi penduduk paling kecil yaitu Pulau Morotai sebesar 5,80 persen, kemudian Pulau Taliabu (4,52 persen) dan Halmahera Tengah (4,42 persen). Hingga tahun 2035, distribusi penduduk tidak banyak berubah, hanya sedikit terjadi perubahan peringkat di mana Kabupaten Pulau Taliabu menjadi wilayah dengan persentase penduduk terkecil setelah Halmahera Tengah.
Kota Ternate dengan luas wilayah paling kecil dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain, masih menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terbesar kedua sekaligus menjadikannya sebagai wilayah terpadat. Perlu diperhatikan bahwa proyeksi ini belum memperhitungkan pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan dalam beberapa tahun ke depan. Memperkuat konektivitas wilayah tidak boleh luput dari perhatian, sebagai upaya untuk memperbaiki kesenjangan pembangunan dan menciptakan persebaran penduduk yang lebih merata.
ADVERTISEMENT
Struktur umur penduduk Maluku Utara masih didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) dengan komposisi sebesar 67,75 persen di tahun 2020 lalu meningkat menjadi 68,71 persen dari jumlah total penduduk di tahun 2035. Angka tersebut jauh melampaui komposisi penduduk usia muda (0-14 tahun) sebesar 23,38 persen dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebesar 7,91 persen dari jumlah total penduduk di tahun 2035.
Kepulauan Widi, di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto: Dok. Pemkab Halmahera Selatan
Rasio ketergantungan pada tahun 2020 adalah sebesar 47,60. Rasio ketergantungan ini menurun menjadi 46,20 di tahun 2025. Kemudian, rasio ketergantungan ini terus menurun hingga mencapai 45,53 pada tahun 2035. Hal tersebut menunjukkan terdapat 46 penduduk usia non produktif untuk setiap 100 penduduk usia produktif. Persentase rasio ketergantungan yang semakin rendah mengindikasikan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia belum produktif dan tidak produktif.
ADVERTISEMENT
Pada rentang 2020–2035 Maluku Utara berada dalam kondisi yang sangat menguntungkan secara struktur kependudukan, periode ini merupakan puncak bonus demografi yang mungkin tak akan pernah terulang lagi dalam sejarah. Namun, bonus demografi layaknya pisau bermata dua di mana bonus demografi bisa menjadi windows of opportunity atau windows of disaster.

Kesempatan Emas

United Nations Population Fund (UNFPA) menyatakan bahwa suatu negara dapat menikmati bonus demografi ketika setiap orang menikmati kesehatan yang baik, pendidikan yang berkualitas, pekerjaan yang layak, dan kemandirian anak muda. Bonus demografi menjadi momentum yang tepat bagi Provinsi Maluku Utara untuk fokus pada investasi sumber daya manusia yang produktif, kompetitif, dan berdaya saing. Pemerintah daerah harus mengambil langkah dan respons yang tepat agar mampu secara nyata mentransformasi bonus demografi menjadi bonus ekonomi.
ADVERTISEMENT
Melimpahnya penduduk usia produktif harus memberikan dampak positif terhadap kemajuan daerah dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Periode bonus demografi jangan dibiarkan berlalu begitu saja, pemerintah dan masyarakat harus melek dan berkolaborasi melihat peluang yang ada. Membenahi keadaan angkatan kerja agar dapat optimal bekerja secara layak merupakan salah satu upaya nyata yang dapat menjadikan bonus demografi ini memberikan kontribusi dari sisi ekonomi.
Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Februari 2023 menunjukkan terdapat 645,9 ribu penduduk Maluku Utara yang termasuk kelompok angkatan kerja, di mana 29,7 ribu penduduk di antaranya masih berstatus pengangguran. Sebanyak 417,8 ribu orang (67,80 persen) bekerja di sektor informal dan sisanya bekerja di sektor formal.
Masih lebih banyak mereka yang bekerja di sektor informal dibandingkan formal. Kebanyakan mereka yang bekerja di sektor informal bukanlah wirausaha yang punya potensi untuk tumbuh karena adanya kesempatan, melainkan mereka yang tidak punya pilihan lain untuk bekerja di sektor formal.
ADVERTISEMENT
Jika ingin pekerja kita bekerja lebih layak dan sejahtera, proporsi pekerja di sektor formal harus ditingkatkan. Cara yang bisa kita lakukan yaitu dengan memperbaiki daya saing di pilar kesehatan, teknologi, dan terutama pendidikan. Sistem pendidikan harus menghasilkan manusia unggul yang berkarakter, inovatif, dan berbakat tinggi.
Kita harus mengembangkan strategi pendidikan yang adaptif terhadap kemajuan teknologi guna mendukung peningkatan daya saing penduduk Maluku Utara. Pendidikan bukan hanya sekadar mengajarkan siswanya agar lulus ujian dan mendapat ijazah. Tetapi lebih dari itu, pendidikan harus mendidik siswa untuk mampu memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis dan kreatif, memiliki kecerdasan emosi, dan mampu menjadi pribadi berkarakter lifelong learning.
Jika daya saing meningkat, tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan investasi, kemudian kesempatan kerja di sektor formal menjadi terbuka lebar, dan memberi kesempatan bagi penduduk usia produktif kita untuk dapat bekerja dan menciptakan lapangan kerja yang layak.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, kita akan mampu mentransformasikan bonus demografi menjadi bonus ekonomi, mewujudkan Maluku Utara yang lebih sejahtera.