Konten dari Pengguna

Gotong Royong sebagai Seni Komunikasi di Tengah Perbedaan

Rifki Hidayat
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan
21 November 2024 10:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifki Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Masyarakat Gotong Royong. Foto Dok. M Rifki Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Masyarakat Gotong Royong. Foto Dok. M Rifki Hidayat
ADVERTISEMENT
Gotong royong bukan sekadar kerja sama fisik, tetapi juga sebuah seni dalam membangun komunikasi yang efektif, terutama di tengah masyarakat yang semakin beragam. Di era modern ini, keberagaman suku, agama, budaya, hingga pandangan hidup menjadikan komunikasi sebagai tantangan yang memerlukan kepekaan dan kemampuan kolaboratif. Gotong royong hadir sebagai pendekatan yang menonjolkan nilai-nilai kesetaraan, kebersamaan, dan saling pengertian dalam setiap interaksi.
ADVERTISEMENT
Komunikasi yang efektif dalam praktik gotong royong mengandalkan empati. Dengan memahami sudut pandang orang lain, kita dapat menjembatani perbedaan dan menciptakan ruang diskusi yang inklusif. Empati ini memungkinkan setiap individu merasa dihargai, meskipun mereka memiliki latar belakang atau pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, dalam sebuah komunitas multikultural, mendengar tanpa menghakimi merupakan langkah awal membangun kepercayaan. Kepercayaan ini menjadi fondasi yang memperkuat kerja sama di atas perbedaan.
Selain empati, keterbukaan dalam menyampaikan gagasan adalah elemen penting dalam gotong royong. Ketika setiap orang diberi kesempatan untuk berbicara dan didengarkan, mereka merasa menjadi bagian dari solusi bersama. Komunikasi yang partisipatif ini mendorong semua pihak untuk aktif berkontribusi. Namun, keterbukaan ini juga harus diimbangi dengan kemampuan menerima kritik atau pandangan yang berbeda. Di sinilah seni komunikasi dalam gotong royong teruji—bagaimana kita menyelaraskan berbagai suara tanpa mereduksi identitas masing-masing.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, gotong royong tidak lepas dari tantangan, terutama ketika ego dan kepentingan pribadi mendominasi percakapan. Dalam situasi seperti ini, kepemimpinan komunikatif sangat diperlukan. Pemimpin yang mampu mengarahkan diskusi ke arah yang produktif tanpa menekan pihak tertentu menjadi agen penting dalam menjaga harmoni. Kepemimpinan ini bukan tentang kekuasaan, melainkan tentang kemampuan menginspirasi dan menyatukan.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, seni komunikasi dalam gotong royong juga berkembang. Media sosial dan platform digital menjadi alat untuk memperluas kolaborasi, namun di sisi lain juga dapat memunculkan konflik jika tidak digunakan dengan bijak. Misalnya, misinformasi dapat memicu perpecahan jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, transparansi dan klarifikasi menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi gotong royong di era digital.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, gotong royong sebagai seni komunikasi bukan hanya tentang menyelesaikan tugas bersama, tetapi juga membangun hubungan yang kokoh di tengah keberagaman. Nilai-nilai seperti empati, keterbukaan, dan kepemimpinan komunikatif menjadi dasar yang membuat gotong royong relevan di berbagai konteks, baik tradisional maupun modern. Dalam perbedaan, gotong royong mengajarkan bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan kita untuk mendengar, memahami, dan bersinergi demi tujuan bersama.