Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Buka Puasa di Gulai Tikungan, Street Food Jakarta Selatan
26 April 2022 14:13 WIB
Tulisan dari Ririn Ariana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gulai Tikungan atau lebih akrab disebut Gultik merupakan salah satu tempat untuk menyantap makan malam yang selalu ramai di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Kumpulan pedagang di simpang empat jalan Mahakam dan Bulungan ini sebenarnya telah eksis sejak tahun 1980-an. Meski merupakan tempat makan pinggir jalan, gultik tetap menarik bagi masyarakat, mulai dari remaja hingga dewasa dan dari berbagai kalangan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Gultik pernah menjadi tempat pilihan saat sahur. Namun, semenjak pemberlakuan PPKM Gultik baru dibuka pukul 16.00 WIB dan akan tutup sekitar pukul 22.00 WIB. Perubahan jam operasional tersebut tidak menyurutkan minat pengunjung untuk menyantap makan malam dan bercengkrama di sana.
Penjual gulai yang kebanyakan menggunakan gerobak pikul akan menyediakan meja dan kursi untuk pengunjung yang disusun di sepanjang trotoar jalan. Penjual gulai di simpang jalan ini cukup banyak, tetapi rasa dan harga yang ditawarkan tidak jauh berbeda sehingga pengunjung tak perlu bingung memilih untuk makan di sebelah mana.
Sejak tahun 1980-an, harga satu porsi gulai telah beberapa kali mengalami kenaikan. Harga yang semula hanya Rp. 500, saat ini telah dipatok mulai dari sepuluh ribu untuk satu porsi nasi, gulai, dan kerupuk. Pedagang juga menyediakan berbagai jenis sate, seperti telur puyuh, usus, ati ampela dan bakso dengan harga lima ribu per tusuk. Namun, satu porsi nasi gulai tidak terlalu banyak, sehingga rata-rata pengunjung dapat menghabiskan 2-3 porsi nasi gulai setiap kali makan.
ADVERTISEMENT
Ramadan dan Pandemi, Alasan Naik Turunnya Penghasilan Penjual Gultik, Blok M.
Budi Nugroho (32), seorang penjual gulai di simpang empat jalan Mahakam dan Bulungan sejak tujuh tahun lalu. Berdasarkan penuturannya, rata-rata hasil penjualan gulai per hari antara satu setengah sampai dua juta rupiah.
“Kalau penjualan nggak bisa ditentukan toh. Kadang banyak, kadang sedikit tapi ya rata-rata 1,5 sampai 2. Kalau Ramadan biasanya bisa naik sampai 40%an.” tutur Budi.
Pandemi ikut andil dalam total penghasilan Budi. Seperti tahun lalu misalnya, ketika pemerintah membatasi mobilitas warga dan memberlakukan larangan mudik lebaran, pengunjung Gultik sangat ramai. Namun, ketika tahun ini warga sudah diberi kebebasan untuk pulang kampung, pengunjung tidak lagi sebanyak tahun lalu.
ADVERTISEMENT
“Karena sekarang kan orang sudah bebas pulang, jadi pada pulang kampung. Kalau tahun lalu kan orang-orang pada di sini semua makanya ramai, jadi ya Ramadan tahun ini lebih sepi.” jelasnya.
Tidak ada alasan khusus mengenai jam buka Gultik. Menurut Budi, alasannya cukup sederhana, Gultik memang mengambil bahu jalan, sehingga tidak diperbolehkan untuk berjualan sejak pagi karena akan mengganggu aktivitas pengguna jalan.
Bukan Hanya tentang Teman atau Kekasih, Santap Malam di Gultik Blok M juga Tradisi Keluarga.
Wulan (20), salah satu pengunjung asal Jagakarsa, Jakarta Selatan, mengaku sering pergi ke Gultik bersama teman ataupun kekasihnya. Ia memilih berbuka puasa dengan teman-temannya di Gultik karena jarak yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Namun, meski cukup sering ke sini, Wulan tidak memiliki langganan khusus untuk makan.
ADVERTISEMENT
"Aku pertama kali tau tempat ini dari temanku waktu SMA, terus jadi sering ke sini juga sama pacar soalnya deket dari rumah. Lumayan enak sih menurutku, tapi karena rata-rata rasanya nggak jauh beda, jadi kalau ke sini ya makan di mana aja,” ujar Wulan.
Cerita menarik lainnya lahir dari Mukhtar (21), seorang pengunjung yang mengaku mengenal tempat ini dari ayahnya.
“Aku lumayan sering ke sini, tapi nggak sering banget. Mungkin sebulan sekali, tahun ini pun baru sekarang buka puasa di sini sama teman-teman. Pertama tahu sih dari Bapak, dulu Bapak juga sering makan di sini, terus dia nyuruh aku cobain datang ke sini.” ungkap Mukhtar.
Menurut Mukhtar, selain harganya yang pas untuk kantong mahasiswa, cita rasa merakyat dari gulai juga sangat cocok untuk lidahnya. Harga satu porsi gulai memang murah, tetapi untuk mengisi perutnya Mukhtar seringkali tidak puas dengan membeli satu porsi.
ADVERTISEMENT
“Aku sering ke sini karena murah juga sih, tapi biasanya emang nggak cukup satu porsi, bahkan bisa makan sampai tiga porsi kalau lagi lapar. Kalau sekarang baru habis satu porsi, tapi aku juga masih nunggu teman yang lain.”
Riuh lalu lalang kendaraan dan tawa penuh keakraban dari pengunjung sekitar menjadi ambient sound yang setia menemani santap malam. Tak lupa alunan lagu dari musisi jalanan yang sesekali mampir di sekitar meja makan. Meski tempat kuliner di kawasan Blok M terus bertumbuh, Gultik tetap menarik hati pengunjung untuk kembali berlabuh.