news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cara Diplomat Menawar Durian (Bagian 1)

Rina Komaria S
Menulis untuk berbagi
Konten dari Pengguna
19 Maret 2021 21:55 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Komaria S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Meskipun musim durian masih lama, circa bulan Juni-Agustus, tapi enggak ada salahnya kita belajar dari sekarang tentang bagaimana strategi menawar harga ala diplomat.
Ilustrasi buah durian, Image by truthseeker08 from Pixabay
Kalau kalian adalah contoh kegagalan di dunia tawar-menawar dan ujung-ujungnya selalu membayar kemahalan, berarti ada yang salah dari strategi menawar yang digunakan. Di sisi lain, jika kalian selalu mendapat harga yang paling murah, tapi berujung di-black list sama, semisal, asosiasi pedagang durian se-Pasar Induk Kramat Jati, ya sama aja. Itulah mengapa kita perlu mempelajari ilmu negosiasi dan debat dari diplomat. Bukan tanpa alasan. Seorang diplomat mempelajari ilmu tentang bagaimana meyakinkan manusia lain selama bertahun-tahun sepanjang karirnya.
ADVERTISEMENT
Apa sih bedanya negosiasi dan debat? Mengutip Kamus Hubungan Internasional dan Diplomasi yang ditulis Khasan Ashari, negosiasi adalah proses tawar-menawar antar aktor hubungan internasional melalui mekanisme yang disepakati bersama untuk mencari penyelesaian atas masalah atau isu tertentu. Tawar-menawar harga pun merupakan proses negosiasi.
Dalam proses negosiasi, biasanya dua pihak memiliki kepentingan yang berbeda, namun keduanya memiliki itikad baik untuk mencapai konsensus. Pembeli ingin dapat harga semurah-murahnya untuk barang yang diinginkan, sementara penjual ingin menghasilkan profit setinggi-tingginya. Di antara dua kepentingan ini, kedua pihak harus bisa menyepakati keputusan yang win-win. Tidak merugikan penjual, namun juga tidak menguras dompet pembeli.
Namun demikian, sering kali pihak yang lebih lemah, dalam hal ini pembeli, tidak mengetahui bahwa harga yang disepakati masih lebih tinggi dari harga yang sebenarnya bisa tercapai. Sederhananya, kita bayar karena ngerasa murah, padahal sebenarnya mahal.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika saya pernah berbelanja durian di sebuah pasar dekat rumah. Durian yang dijual di pasar itu mayoritas berasal dari Purworejo, rasanya cukup manis dan legit. Setelah proses tawar-menawar dilakukan, saya cukup bahagia dengan harga 3 buah durian berukuran sedang yang saya bawa pulang.
Sampai di rumah, kakak saya yang juga baru membeli durian di pasar yang sama sempat mampir untuk sebuah keperluan. Mengetahui ia membawa durian, saya pun menanyakan harganya. Dia membeli dengan harga Rp 50 ribu lebih murah daripada durian yang saya beli. Penasaran dengan rasanya, kami pun bersama-sama menikmati semua. Ternyata durian yang dibeli kakak saya lebih manis dan legit, meskipun punya saya juga tidak terlalu mengecewakan.
ADVERTISEMENT
Di situlah saya menyadari bahwa bernegosiasi saja tidak cukup. Butuh pemahaman tentang seni berdebat untuk bisa mencapai harga durian yang paling optimal. Berdebat adalah seni mematahkan argumen dari pihak lawan. Dalam debat, tidak ada kesepakatan absolut yang harus tercapai. Tujuan utama adalah membuat lawan bicara meragukan keyakinannya sendiri.
Debat, jika dilakukan dengan tepat, dapat membumbui negosiasi. Dengan kata lain, terkadang menawar harga durian perlu dihiasi dengan sedikit perdebatan, untuk sekadar meyakinkan penjual bahwa kita tidak bisa dibodohi.
Nah, untuk bisa melakukan perdebatan dengan baik, maka kita harus berbekal argumen yang kuat. Ada 4 langkah menyusun argumen dengan baik. Yang pertama, assertion atau menyampaikan pernyataan yang tegas dan meyakinkan. Kedua, kita harus menyiapkan reasoning atau alasan mengapa pernyataan kita adalah sebuah kebenaran. Ketiga, kita harus menyampaikan bukti atau evidence yang menyokong pernyataan kita, dan yang terakhir adalah link back atau membuat kesimpulan yang mengembalikan pada premis awal kita.
ADVERTISEMENT
Begini contoh argumen dalam menawar buah Durian.
"Bapak, saya mau beli duren nih, mumpung harganya udah turun. Sekarang seratus ribu udah bisa dapat 3 ya Pak, saya mau beli 300 ribu–(Assertion). Udah mulai sepi yang jualan ya Pak, paling cuman durian sisa aja nih yang dijual. Mungkin karena udah nggak musim, duriannya udah pada jelek-jelek, jadi sepi yang beli–(Reasoning). Itu si Bang Dahlan, yang jualan di pojokan juga duriannya udah jelek-jelek, Pak. Kayaknya udah nggak nyetok durian lagi kali, ya? Udah habis panennya mungkin –(Evidence). Kalo gitu biar bulet, saya beli 300 ribu dapat 10 ya, Pak, bonus satu! Daripada lama-lama nggak ada yang beli, malah busuk kayak durian di tokonya Bang Dahlan. Ok, Pak?–(Link Back).
ADVERTISEMENT
Hanya saja, besar kemungkinannya tukang durian tidak akan mau mendengar argumen sepanjang itu sebagai alasan mengapa dia harus memberikan harga Rp 300 ribu untuk 10 buah durian yang akan kita beli. Di sinilah proses tawar-menawar perlu kita jalankan, agar argumen yang kita ajukan tidak membuat dia geleng-geleng kepala.
Terdapat 5 teknik berdebat yang bisa kita praktikkan dalam menawar buah durian atau apapun yang ingin kita tawar. Kelima teknik ini adalah Refutation, Countering, Comparing, Questioning the tone dan yang terakhir Ad Hominem. Teknik berdebat dapat kita aplikasikan sebagai 'bumbu' dalam upaya tawar-menawar yang akan kita lakukan.
Apa sajakan pengertian dari teknik tersebut dan bagaimanakah implementasinya dalam dunia tawar-menawar harga? Untuk memahaminya, nantikan tulisan kedua saya yang akan menceritakan perjuangan Bu Eva dalam membeli durian medan yang dia idam-idamkan.
ADVERTISEMENT