Ganja dan Pledoi Cinta Fidelis

25 Juli 2017 14:02 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Papa tahu selama ini Mama sudah letih dan putus asa karena sakit yang Mama derita tidak kunjung sembuh, padahal sudah berganti-ganti rumah sakit, sudah memakan bermacam-macam obat dari dokter, pergi ke berbagai pengobatan alternatif, dan minum obat-obatan herbal.”
ADVERTISEMENT
Rabu (19/7), Fidelis Arie Suderwarto membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, seperti dikutip dari kompas.com. Fidelis, tersangka kepemilikan 39 batang ganja yang ia tanam sendiri, dituntut hukuman lima bulan penjara dan denda Rp 800 juta subsider satu bulan.
Di hadapan majelis hakim dan pengunjung, Fidelis membacakan pledoinya dengan bahasa yang paling ia, dan kita, pahami: Cinta. Rasa haru pun menyergap, meruak memenuhi udara ruang sidang. Suara isak menjadi musik latar pembacaan surat, yang menjadi bagian nota pembelaan, untuk istrinya.
Empat bulan sebelumnya, 19 Februari 2017, Fidelis ditangkap oleh BNNK (Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota) Sanggau, Kalimantan Barat.
Ganja, tanaman yang dilarang di negara ini, menjadi penyebab ia ditahan. Tiga kali dites urin, tiga kali pula hasil negatif selalu didapatkan. Jelas saja, karena ganja yang ia tanam sendiri itu memang bukan untuk dikonsumsi sembarang. Fidelis nekat menanam ganja semata demi mengobati istrinya, Yeni Riawati, yang menderita Syringomyelia sejak 2013.
ADVERTISEMENT
Apakah ia sembarang memberi ekstrak ganja untuk istrinya? Tidak.
Kenekatannya itu lahir setelah semua daya dan upaya pengobatan untuk istrinya telah ia jalani, setelah jalinan komunikasinya dengan sekian ahli dan dokter di dunia maya, setelah hembus nafas perempuan yang ia cintai makin sulit. Ia nekat mengambil pilihan yang beresiko itu. Apapun ia berani coba di tengah ketidaktahuannya untuk memperoleh izin dan dispensasi dalam penggunaan ganja untuk medis.
Dalam pledoinya, Fidelis menyatakan informasi pertama ia peroleh dari artikel yang ditulis Christina Evans, pengidap Syrongmyelia, berjudul Fighting Syrongmyelia with Cannabis Oil.
Dalam artikelnya itu, Christina menyatakan bahwa dirinya kini bisa kembali hidup normal setelah dua tahun mengkonsumsi ekstrak ganja. Harapan tentu terbit di hati Fidelis. Membayangkan istrinya bisa kembali bergerak, hidup, dan berbagi cerita. Pria berusia 36 tahun dan berprofesi sebagai PNS di Kabupaten Sanggau ini juga tidak serta merta percaya atas informasi yang ia peroleh dari jaring-jaring internet.
ADVERTISEMENT
Ia kemudian menjelajahi lebih lanjut, mencari sumber-sumber yang bisa lebih dipercaya. Jurnal kesehatan dari berbagai profesor di universitas mulai dari Israel, Jerman, Amerika Serikat, dan Inggris, yang berbicara soal manfaat medis ekstrak ganja ia baca.
"Jorge Cervantes yang tinggal di Israel dan Edward Rhosental dari Amerika yang dua-duanya berprofesi sebagai ahli tanaman holtikultura menegaskan bahwa cannabinoid yang baik digunakan untuk pengobatan adalah yang berasal dari bunga ganja yang dirawat secara khusus. Beruntung Papa bisa mendapatkan bimbingan untuk merawat tanaman ganja secara organik dari sepasang suami istri, John dan Amanda Seckar, yang tinggal di Washington D. C, Amerika Serikat. Papa juga dibantu oleh Emily Grand, seorang botanical steel di Kanada yang memilihkan lampu agar klorofil A dan klorofil B pada tanaman dapat bekerja secara maksimal."
ADVERTISEMENT
Fidelis mencoba menanam dan mengekstrak sendiri tanaman ganja untuk memperoleh zat cannabinoid yang diperlukan. Fidelis bercerita, di awal tahun 2017 itu akhirnya ia kembali bisa mendengar suara istrinya, "Papa sungguh bahagia bisa mendengarkan Mama bernyanyi kembali setelah Papa mencampurkan minyak ganja pada makanan atau minuman Mama."
Kebahagiaan itu ternyata hanya mampu bertahan sesaat. Setelah dirinya ditahan pada pertengahan Februari itu, Yeni yang kemudian dipindahkan ke rumah sakit tidak lagi memperoleh ekstrak ganja yang bertahap mulai memulihkan tubuhnya.
Tepat 32 hari setelah Fidelis ditahan, Yeni mengembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.
Fidelis berhadapan dengan hukum di Indonesia yang menjeratnya. Pasal 111 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa kepemilikan ganja apapun jenisnya adalah terlarang.
ADVERTISEMENT
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
ADVERTISEMENT
Namun Fidelis masih mampu bersyukur karena Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut hukuman lima bulan penjara. Bagaimana pun hukumannya bukan hanya berdampak pada dirinya sendiri, tapi juga terhadap kedua putranya Yuvensius Finito Rosewood (15) dan Samuel Finito Sumardinata (3).
"Bagaimana juga dengan kedua buah hati kita? Pasti mereka akan merasa minder dan malu karena papanya adalah seorang narapidana atau mantan narapidana ketika Papa bebas nanti."
Cinta seringkali tak berdaya di hadapan hukum dan kekuasaan.
Pledoi Fidelis Arie Suderwarto (Foto: Shabrina Saraswati/kumparan)