Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Titik Terang bagi Para Buruh Es Krim Aice
5 November 2017 13:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Di hari keempatnya mogok kerja, para buruh es krim Aice akhirnya mendapat respons dari perusahaan tempat mereka bekerja, PT. Alpen Food Industry. "Kemarin sih sudah ada pertemuan antara serikat pekerja dan perusahaan. Perusahaan telah bersedia dan menyanggupi untuk mengangkat karyawan (menjadi karyawan tetap)," ujar Sarinah, juru bicara Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (SEDAR), pada kumparan (5/11).
ADVERTISEMENT
Namun pengangkatan karyawan tetap harus melalui prosedur tertentu mulai dari psikotest hingga tes kesehatan. "Tapi pihak perusahaan ada bilang kalau sakitnya itu karena paparan amonia dalam pabrik, maka perusahaan bersedia bertanggung jawab," papar Sarinah selanjutnya. Sebelumnya, terdapat kasus buruh terpapar amonia dalam pabrik hingga mengalami sakit pernapasan dan gatal-gatal.
Para buruh ditawarkan untuk menjalani serangkaian tes, meski sebelum ratusan buruh itu bekerja, mereka mengaku telah melakukan tes tersebut. Bukan hanya serangkaian tes yang mereka pernah lalui, namun juga biaya rekrutmen di awal berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta untuk mendapat pekerjaan tersebut.
"Kami kan menurut undang-undang harusnya tidak pakai tes-tesan lagi," ujar Panji Novembri, Ketua Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) yang juga merupakan buruh pabrik es krim Aice.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, bagi para buruh ini adalah titik terang bagi mereka. "Senin kita masuk kerja lagi. Kami beritikad baik agar perusahaan tetap berjalan dan menunggu respon dari perusahaan," tutur Panji selanjutnya.
Bagi Sarinah, janji secara lisan dan tulisan yang telah disampaikan oleh perusahaan harus terus diawasi hingga Surat Keputusan Pengangkatan Karyawan Tetap itu berada di genggaman para pekerja. "Meskipun sudah secara lisan bahkan hingga perjanjian, kan harus tetap dikawal sampai karyawan ini benar-benar menerima SK Pengangkatan," papar Sarinah.
Persoalan kontrak kerja ini menjadi fokus utama yang didahulukan oleh kawan-kawan buruh. "Karena begini, pelanggarannya kan banyak sekali ya, tapi kita fokus pada kontrak kerja terlebih dulu," lanjutnya. Banyak kontrak kerja berusia terlalu pendek, upah Rp 3,5 juta per bulan yang hanya bisa diperoleh jika bekerja penuh --jika izin tidak masuk dengan alasan apapun, maka dikenakan potongan sekitar Rp 140.000-- bahkan terdapat kasus upah di bawah UMK.
ADVERTISEMENT
"Ada juga dalam perjanjian kerja 2016, ditulis seperti ini 'bahwa pekerja bersedia menerima UMK tahun 2015 selama 3 bulan pertama'," cerita Sarinah selanjutnya. Ia memastikan adanya bukti kontrak kerja terkait kasus tersebut yang menimpa sekitar 20 orang buruh. Untuk itulah, ia bersama hampir 700 orang buruh lainnya menuntut terutama kontrak kerja dan pengangkatan karyawan tetap.
Selanjutnya, persoalan sebagian pekerja yang tidak diikutsertakan dalam BPJS hingga minimnya perlindungan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja akan dibenahi kemudian.
"Harapan kita itu tidak ada kondisi kerja yang sangat ekstrem seperti yang terjadi di Pabrik Panca Buana Cahaya Sukses (kasus ledakan pabrik kembang api)," ujar perempuan asal Palu, Sulawesi Tengah, itu. "Karena sebagai masyarakat, kita bisa melaporkan jika ada kondisi kerja yang melanggar norma-norma UU Ketenagakerjaan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
kumparan telah berusaha untuk menghubungi pihak perusahaan, namun hingga berita ini diturunkan kami belum berhasil mendapat konfirmasi dari pihak perusahaan.