Konten dari Pengguna

A Cup Of Tea, A Self-Love Seorang Gita Savitri Devi

Rina Purwaningsih
Wiraswata. Tinggal di Surabaya
17 September 2020 9:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Purwaningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Buku a cup of tea dengan tampilan simple dan natural namun kaya makna.
zoom-in-whitePerbesar
Buku a cup of tea dengan tampilan simple dan natural namun kaya makna.
ADVERTISEMENT
Membaca buku yang berjudul a cup of tea ini, membawa pembaca seolah-olah sedang membuka buku harian seseorang. Gita Savitri Devi, sang penulis, seakan mengajak pembaca untuk ikut merasakan sebuah perjalanan panjang yang melelahkan untuk menemukan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Gita Savitri Devi sudah tidak asing lagi di kalangan millennial masa kini. Memilih untuk menempuh pendidikan dan berkarir di Jerman, ia dikenal sebagai seorang blogger, kreator konten youtube dan social media influencer. Ini adalah tulisan kedua dari kisah perjalanannya yang ia wujudkan dalam bentuk buku.
Sekilas buku ini mengingatkan saya dengan novel perjalanan 99 cahaya di langit Eropa karya Hanum Salsabiela Rais di tahun 2011 lalu. Keduanya sama-sama menggunakan gaya bertutur personal, yang dibumbui cerita tentang keindahan kota-kota di Eropa beserta masyarakatnya yang multikultural. Bedanya, Hanum lebih fokus pada sejarah kejayaan Islam di masa lalu, sedangkan Gita berusaha mengkaitkan setiap peristiwa yang terjadi di masa kini dengan nilai-nilai spiritual Islam yang ia anut.
ADVERTISEMENT
Keunikan buku ini adalah tidak menyertakan daftar isi. Pembaca yang terbiasa membaca secara urut, akan terkecoh dengan penyajian per-babnya yang terkesan acak. Mengukuhkan gambaran letupan-letupan emosional si penulis yang ia akui sebagai “terlalu sensitif” tanpa bisa ia prediksi sebelumnya.
Tapi jangan khawatir, di hampir setiap bab, pembaca akan dimanjakan dengan berbagai foto cantik koleksi pribadi Gita dan berbagai tempat eksotik di Eropa. Gaya bertutur Gita - tak jauh beda dengan semua tulisan di blognya - ringan, ekspresif, dan Jakarta-minded, rasanya cukup familiar untuk tipe pembaca remaja dan dewasa awal.
Memilih hidup mandiri nun jauh di negeri orang, Gita mengungkapkan banyaknya kesulitan yang ia hadapi mulai dari masalah pendidikan, pergaulan, finansial bahkan politik internasional. Alih alih menyerah, ia memilih struggling, ber-kontemplasi untuk menemukan makna di setiap situasi.
ADVERTISEMENT
Misalnya pada bab “Words Cut Deeper than Knives”, Gita menemukan persamaan dirinya dengan Sulli, seorang artis Korea Selatan yang bunuh diri akibat cyber bullying. Menurutnya, masyarakat dunia telah mengalami perubahan yang mengerikan bersamaan dengan berkembangnya internet. Setiap individu berperan sebagai juri bagi individu lain.
Ketiadaan interaksi secara langsung menjadikan lebih mudah bagi siapapun untuk men-dehumanisasi seseorang. Melalui perjuangannya menghadapi berbagai macam bentuk cancelling dan cyber bullying, Gita mengetuk hati siapapun untuk menghidupkan kembali rasa empati dan kesadaran bersama bahwa tidak ada satupun manusia yang sempurna.
Kemudian, Gita menjawab pertanyaan orang lain tentang cara keluar dari pertemanan yang toksik dalam bab berjudul “ Let There Be Spaces”. Ia menemukan bahwa semua orang pada dasarnya hidup sendiri. Akan menjadi bom waktu pada saatnya nanti, jika seseorang menggantungkan kebahagiaan pada orang lain, bahkan yang paling dekat sekalipun semacam orang tua, sahabat dan pasangan hidup.
ADVERTISEMENT
Memberi batasan pada ekspektasi dan detachment sangat membantu seseorang untuk lebih objektif dan kritis terhadap diri sendiri. Sehingga mampu memilih mana yang lebih esensial dan nyaman. Tak lupa Gita menambahkan bahwa prinsip yang dijalaninya tidak bersifat one size fits all. Ia sadar setiap pribadi punya cara unik untuk menemukan diri mereka sendiri.
Curhat inspiratif Gita di bab-bab yang lain juga mampu memotivasi pembaca untuk kembali mengenali dan mencintai diri sendiri, tanpa melupakan untuk bersikap bijak terhadap orang lain. Paparan yang natural dan lugas, serta penggunaan ungkapan bahasa Inggris di sana sini menarik perhatian pembaca untuk menggali lebih dalam lagi.
JUDUL BUKU : A Cup of Tea
PENULIS : Gita Savitri Devi
ADVERTISEMENT
PENERBIT : GagasMedia
CETAKAN : Pertama, 2020
TEBAL : 163 halaman
ISBN : 978-979-780-957-7