Konten dari Pengguna

Kartosuwiryo Pemimpin Pemberontakan DI/TII Jawa Barat

Rindham Dimitri Mahayana
Mahasiswa Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Semarang
20 Maret 2022 11:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rindham Dimitri Mahayana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar dari penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar dari penulis
ADVERTISEMENT
Latar Belakang Pemberontakan
Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo memiliki gagasan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sejak masa pendudukan Jepang. Untuk merealisasikan gagasannya, langkah awal yang dilakukan Kartosuwiryo yaitu mendirikan Institut Suffah sebuah pesantren untuk merekrut para pengikutnya. Selain sebagai tempat pendidikan Islam, pesantren ini juga digunakan sebagai tempat latihan kemiliteran bagi para pemuda Islam, yaitu Hizbullah dan Sabilillah serta pusat penyebaran propaganda tentang penyebaran negara Islam.
ADVERTISEMENT
Setelah Agresi Militer Belanda 1, tepatnya pada 14 Agustus 1947, Kartosuwiryo menyatakan perlawanan terhadap Belanda akibat kekecewaannya terhadap hasil Perundingan Renville. Sehingga Kartosuwiryo menganggap wilayah Jawa Barat bukan bagian dari Indonesia, maka Kartosuwiryo bersama pasukan Hizbullah dan Sabilillah tetap memilih tinggal dan mempertahankan wilayah Jawa Barat
Jalannya Pemberontakan
Pada Februari 1948, Kartosuwiryo sebagai sekertaris Partai Masyumi membekukan kegiatan Masyumi di Jawa Barat. Melalui konfrensi di Cisayong, dibentuklah Negara Islam Indonesia dan Tentara Islam Indonesia yang dipusatkan di daerah pegunungan di Jawa Barat.
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer 2 yang mengakibatkan jatuhnya ibu kota Republik Indonesia di Yogjakarta. Hal ini dinilai oleh Kartosuwiryo sebagai akhir dari riwayat Republik Indonesia. Ia juga menganggap bahwa Jawa Barat merupakan daerah de facto Negara Islam Indonesia. Pasukan Siliwangi yang melakukan perjalanan panjang dari Jawa Tengah menuju Jawa Barat dianggap sebagai tentara liar.
ADVERTISEMENT
Kontak senjata dengan TNI terjadi pertama kali pada 25 Januari 1949, ketika pasukan Divisi Siliwangi kembali dari Jawa Tengah menuju Jawa Barat, kemudian terjadi perang segitiga antara Tentara Nasional Indonesia, Tentara Islam Indonesia, dan Tentara Belanda. Upaya perdamaian dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Natsir sebagai Pimpinan Pusat Masyumi, namun mengalami kegagalan. Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo menyatakan dengan resmi berdirinya Negara Islam Indonesia.
Upaya Penumpasan Pemberontakan
Penumpasan Pemberontakan DI/TII ini dilakukan melalui 2 jalur, yaitu jalan damai dan operasi militer.
Upaya menghentikan pemberontakan Kartosuwiryo, Pemerintah Republik Indonesia Serikat membentuk panitia yang bertugas menjalin komunikasi dengan Kartosuwiryo, yaitu Wali Alfatah pada masa Kabinet Natsir membujuk Kartosuwiryo untuk berunding juga mengalami kegagalan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah melalui jalan damai untuk menyelesaikan pemberontakan mengalami kegagalan, karena Kartosuwiryo hanya bersedia berunding jika pemerintah mengakui Keberadaan Tentara Islam Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setelah berbagai upaya yang dilakukan pemerintah mengalami kegagalan, seperti pendekatan musyawarah. Akhirnya, pemerintah mengambil tindakan tegas dengan menerapkan operasi militer. Divisi Siliwangi melakukan Operasi Militer Bharatayudha dengan strategi pagar betis dan berhasil mendesak kelompok DI/TII.
Pada 4 Juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditangkap di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat oleh pasukan dari Batalyon 328 Divisi Siliwangi, Kartosuwiryo kemudian dieksekusi mati pada 5 September 1962 di Kepulauan Seribu, Jakarta.