Sinergi Pembangunan SDM Generasi Muda di Era Digital

Rindri Andewi Gati
Dosen Politeknik STIA LAN Jakarta.
Konten dari Pengguna
26 Juli 2022 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rindri Andewi Gati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu bagian dalam Pembangunan Nasional Indonesia. Indonesia menghadapi tantangan untuk dapat bersaing dan mengejar ketertinggalan dengan negara lain. Menteri Keuangan Sri Mulyani, menekankan pentingnya pembangunan SDM sebagai kunci kemajuan sebuah negara. Kemajuan ini bisa dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan tata krama. Konsep Pembangunan SDM sendiri berarti berfokus pada peningkatan kualitas SDM untuk mencapai kemampuan profesional dan kepribadian yang saling menguatkan satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Hal ini kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Republik Indonesia dalam 4 kebijakan pokok meliputi: peningkatan kualitas hidup; peningkatan kualitas SDM yang produktif dan upaya pemerataan; peningkatan kualitas SDM yang berkemampuan dalam pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berwawasan lingkungan; dan pengembangan pranata kelembagaan dan peran hukum.
Digitalisasi tentu membuka banyak peluang, tentu saja diikuti oleh ancaman di sisi lain. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo menaruh perhatian serius terhadap percepatan transformasi digital nasional. Harapannya, pengembangan SDM dengan konsep "Talenta Digital Nasional" bisa berjalan sesuai harapan. Jika melihat Target Pembangunan Indonesia Tahun 2022, Pemerintah memiliki beberapa target seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di angka 73,41-73,46, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, menekan tingkat kemiskinan hingga 8,5-9%, dan menekan tingkat pengangguran menjadi sebesar 5,5-6,3%.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Badan Anggaran DPR RI, Rencana Kerja Pemerintah di tahun 2022 memiliki target pertumbuhan SDM menjadi lebih berkualitas. Target Pemerintah di tahun 2022 ini masih mendukung program pemulihan ekonomi dimana perlu adanya reformasi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan perlindungan sosial.
Digital Nomad vs 9-to-5 Job
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Statistik Indonesia 2022 yang menyatakan jumlah penduduk Indonesia per akhir tahun 2021 diperkirakan mencapai 272.682.500 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 206.708.299 jiwa merupakan penduduk usia kerja/usia produktif dengan rentang usia 15-64 tahun. Jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia, angka ini adalah angka yang besar. Fenomena ini disebut sebagai bonus demografi, di mana penduduk dengan usia produktif memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan penduduk usia non-produktif. Fenomena bonus demografi ini biasanya membawa keuntungan tersendiri jika dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.
Sumber: APJII, 2022
Berdasarkan laporan WeAreSocial, jumlah pengguna aktif internet di Indonesia sebanyak 204,7 juta orang pada Januari 2022 dengan persentase penetrasi internet sebesar 73,7% dari total populasi. Jumlah tersebut meningkat 1% dibandingkan tahun sebelumnya. Melihat trennya, jumlah pengguna media sosial di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Walau demikian, pertumbuhannya mengalami fluktuasi sejak 2014-2022. Kenaikan jumlah pengguna media sosial tertinggi mencapai 34,2% pada 2017 dan melambat hingga sebesar 6,3% pada tahun lalu. Rilis dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tentang Profil Internet Indonesia 2022 menyatakan penetrasi internet tertinggi berada di rentang usia 13-34 tahun. Hal ini menunjukkan generasi muda yang paling sering bersentuhan dengan internet dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
ADVERTISEMENT
Pengaruh perkembangan TIK mempengaruhi bagaimana generasi muda memandang pekerjaan. Dahulu, pekerjaan dan jenjang karir dipandang sebagai aktivitas yang mengharuskan ke kantor, berinteraksi dengan atasan dan teman sejawat, memiliki pola dan jenjang karir, serta identik dengan bekerja dari pagi hingga sore hari (9-to-5 job). Pemikiran ini berubah ketika TIK berkembang dan menghilangkan ruang fisik dan pola relasi kerja tidak dijalankan secara tradisional.
Penggunaan gawai seperti laptop, tablet, dan telepon genggam mampu membangun komunikasi yang lebih fleksibel dan portabel. Hal ini yang kemudian mempengaruhi pandangan generasi muda terhadap makna karir/pekerjaan. Cara pandang generasi muda dalam memandang makna pekerjaan juga menimbulkan konsekuensi-konsekuensi terhadap pengelolaan SDM generasi muda. Generasi muda tidak lagi memandang pekerjaan sebagaimana generasi sebelumnya. Pekerjaan tidak lagi harus ke kantor, menggunakan seragam, dan harus siaga dari pagi hingga sore.
ADVERTISEMENT
Konsep bekerja jarak jauh dan istilah digital nomad menunjukkan jam kerja yang lebih fleksibel dan lebih dipilih oleh generasi muda. Hal ini didukung dengan menjamurnya café dan co-working space yang menawarkan fasilitas nyaman seperti kantor dengan koneksi internet yang super cepat. Lalu, dengan adanya kondisi SDM generasi muda Indonesia kini, apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengelolanya?
Tantangan Pengelolaan SDM Indonesia
Banyaknya angka usia produktif membuat Indonesia menghadapi bonus demografi. Bonus demografi bisa memberikan keuntungan namun di sisi lain juga bisa menjadi ancaman. Banyaknya penduduk usia produktif berarti terdapat potensi SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka Indonesia perlu untuk berfokus pada pembangunan yang berpusat kepada manusia. Menurut Korten (1981), people-centered development berarti melihat manusia sebagai sumber daya yang paling penting dan memaksimalkan kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Dimensi ini lebih dari sekedar membentuk manusia yang professional dan terampil, baik secara akademik dan kompetensi, namun juga membentuk karakter dan watak.
ADVERTISEMENT
Karakter dan watak generasi muda sedikit banyak dipengaruhi oleh konten dan interaksi yang terjadi di ranah digital. Jika dilihat dari tingkat literasi digital, mayoritas generasi muda bisa mengoperasikan gawai, mengakses media sosial, dan bersurat secara elektronik. Namun, tidak sedikit dari mereka yang kemudian terpapar informasi negatif atau bahkan melakukan cyber-bullying. Laporan Digital Civility Index (DCI) 2021 dari Microsoft, warga internet (netizen) Indonesia dianggap sebagai yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Hal ini terbukti, sesaat setelah laporan itu disampaikan, akun Instagram Microsoft diserbu netizen Indonesia yang membuat tim admin harus menutup kolom komentar dalam beberapa waktu. Berdasarkan kejadian tersebut, maka penguatan literasi digital harus didukung dengan pembekalan etika berbudaya di dunia digital.
ADVERTISEMENT
Dunia kerja saat ini membutuhkan SDM yang bertalenta, baik secara hard skill maupun soft skill. Beberapa instansi dan perusahaan tidak hanya melihat indeks prestasi saja, tetapi kegiatan dan keahlian yang menjadi nilai tambah seseorang yang mendukung proses bisnis organisasi mereka. Perusahaan raksasa seperti Meta, Apple, dan Google sudah membuka kesempatan bagi mereka yang tidak memiliki gelar namun memiliki kompetensi yang memadai untuk bergabung di perusahaan tersebut.
Di sektor publik, untuk posisi jabatan fungsional tertentu disyaratkan memiliki sertifikasi profesi atau kompetensi agar mengesahkan kompetensi yang dimiliki. Sertifikasi dianggap sebagai bukti bahwa tenaga kerja tersebut memiliki keterampilan dan kemampuan sesuai standar kerja yang ditetapkan. Bagi mahasiswa, ini bisa menjadi bekal dan penunjang dalam bekerja. Maka, perlu edukasi kepada masyarakat luas untuk mengedepankan kompetensi daripada gelar dan nilai di ijazah saja.
ADVERTISEMENT
Strategi Pembangunan SDM Generasi Muda
Strategi Pembangunan SDM Generasi Muda di Era Digital (Sumber: Olahan Penulis)
Setidaknya ada 4 sektor yang berperan dan bersinergi dalam pembangunan SDM generasi muda di era digital yaitu mahasiswa, perguruan tinggi/politeknik, pemerintah, dan dunia kerja. Mahasiswa sebagai representasi generasi muda perlu diberikan penguatan baik dari sisi teknis maupun dalam etika berbudaya di dunia digital. Jika dilihat kebutuhan talenta digital di Indonesia, maka mahasiswa perlu berpartisipasi sebagai talenta digital, pelaku usaha, sekaligus sebagai potensi pasar dalam negeri. Sebagai fasilitator, pemerintah berperan dalam mendukung ekosistem digital. Pemerintah sedang menyiapkan pengembangan SDM dalam bentuk talenta digital, menguatkan ekosistem start-up dan meningkatkan konektivitas sebagai inti dari ekonomi digital. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah juga perlu menginisiasi berbagai pengembangan, kebijakan, dan regulasi.
ADVERTISEMENT
Penguatan perguruan tinggi/politeknik melalui Program Revitalisasi Pendidikan Vokasi yang mewajibkan politeknik dan sekolah vokasi memiliki kerjasama dengan dunia kerja. Ketika mahasiswa politeknik dan sekolah vokasi lulus, mereka tidak hanya memiliki ijazah tapi disertai dengan sertifikat kompetensi. Menurut Agus Sartono, Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko PMK, sertifikat kompetensi ini diakui oleh kampus, perusahaan, serta asosiasi industri nasional dan internasional. Program Revitalisasi Pendidikan Vokasi ini diharapkan mampu mengisi kekosongan antara teori dan praktek yang diajarkan di kampus dengan realita dunia kerja beserta kebutuhan kompetensinya.
Untuk sektor dunia kerja, keseluruhan organisasi dan divisi SDM harus memiliki kapasitas dan kreatifitas untuk bisa mengelola SDM dengan luwes dan melibatkan mereka dalam setiap aktivitas organisasi. Organisasi diminta untuk dapat memberikan ruang bagi gagasan. Hal ini karena generasi muda biasanya penuh kreativitas dan ide-ide segar, sehingga ketika buah pikiran mereka dihargai itu akan berpengaruh terhadap keterikatannya dengan organisasi. Budaya kerja yang humanis, egaliter, terbuka, dan berkelanjutan berarti membuka peluang generasi muda untuk dapat meningkatkan kapasitas diri. Di dalam pengelolaannya, organisasi juga harus mempertimbangkan untuk menggunakan instrumen digital atau elektronik.
ADVERTISEMENT