Haikal Hacker 'Gantengers', Harus Dibina atau Dipidana?

2 April 2017 13:56 WIB
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Media sosial berbasis Internet. (Foto: WDNet Studio via Pexels)
Sultan Haikal (19) sudah membobol 4.200 situs. Antara lain situs Polri, Go-Jek, sampai tiket.com. Miliaran rupiah dia dapatkan dari ulahnya itu. 
ADVERTISEMENT
"Dia memanfaatkan bug di situs-situs itu," kata Kasubdit I Dittipid Siber AKBP Idham Wasriadi yang dikonfirmasi kumparan (kumparan.com), Minggu (2/4).
Bug ini adalah kesalahan atau kelemahan dalam sistem. Haikal yang belajar otodidak lewat internet mengetahui hal itu dan meretasnya.
Haikal dijemput polisi di rumahnya pada Kamis (30/3). Bersama dia ada tiga lainnya anggota klub gantengers di facebook juga diciduk. Haikal menjadi pimpinan kelompok.
Lalu bagaimana pandangan ahli security jaringan mengenai ulah Haikal, pemuda yang sedang mencoba mengikuti kejar paket B (setara SMP) ini?
Pendapat Ahli
Ahli dari LIPI, Ika Atman Satya, memberi pandangan soal kasus Haikal. Menurut dia membobol website sebenarnya sulit dilakukan secara manual.
Sultan Haikal (Foto: Dok. Istimewa)
"Tetapi dengan menggunakan tool rootkit akan lebih mudah seperti rooting Android. Umumnya kalau model Haikal ini dia awalnya coba-coba  dan memilih secara acak targetnya," beber Satya.
ADVERTISEMENT
Haikal mungkin melakukan penelusuran situs-situs tersebut. Kemudian dia menemukan bug dan meretasnya. "Website yang menggunakan CMS umumnya lemah dan mudah di-hack menggunakan SQL injeksi," jelas Satya.
Secara umum apa yang dilakukan Haikal adalah yang dilakukan para pemula. Tapi dia memiliki kemampuan lumayan untuk meretas situs-situs itu.
Menjadi pertanyaan lagi, dengan kemampuan Haikal, apakah dia mesti dibina atau dipidana?
Aktivis Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar punya pandangan. Menurut dia, dalam pemidanaan sosok seperti Haikal ini harus mempertimbangkan usia dan kemampuannya.
"Kemampuan dia yang layak dikembangkan untuk kepentingan yang lebih besar, seperti kebutuhan keamanan dunia maya (cyber security)," jelas Wahyudi.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum di Indonesia, lanjut Wahyudi, hal ini merujuk kepala UU ITE, menyerang sistem elektronik secara illegal ialah salah satu bentuk perbuatan pidana. Lepas dari ketidaktahuan si pelaku, mekanisme itu tetap berlaku.
Kemudian, ada kebutuhan yang lebih besar terkait dengan keamanan dunia maya di Indonesia sehingga kemampuan si pelaku ini dapat dibina untuk kepentingan itu. Jadi, lanjut Wahyudi, merespons kasus-kasus seperti itu, ada beberapa hal yang mesti disiapkan.
Internet (Foto: Istimewa)
"Perlunya strategi keamanan dunia maya nasional. Sistem pemidanaan kita bentuknya bisa lebih luwes, sehingga bisa mengakomodasi pembinaan dan pemasyarakatan untuk pelaku kejahatan cyber, yang sesungguhnya dibutuhkan kemampuannya," beber Wahyudi.
Sementara menurut ahli hukum pidana UI, Ganjar Bondan, pada Haikal tetap perlu dilakukan pembinaan. Tetapi perlu juga pemidanaan.
ADVERTISEMENT
"Mengingat ada sifat jahat pada perbuatannya. Pembinaan bisa dilakukan berbarengan dengan proses pemidanaannya," ungkap Ganjar.
Kemudian, lewat proses pengadilan akan terlihat apakah perbuatan yang bersangkutan memang dilandasi sikap batin jahatnya.
"Karena perbuatannya telah menguntungkan dirinya sekaligus menimbulkan kerugian di pihak lain, perlu proses hukum. Setidaknya dengan pidana percobaan," tutup Ganjar.
Bagaimana menurut kamu?