Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Luhut: Tak Ada Alasan Reklamasi Harus Dihentikan
8 Mei 2017 17:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menegaskan pemerintah akan terus berupaya dalam proses reklamasi, pembangunan 17 pulau di utara teluk Jakarta.
ADVERTISEMENT
Luhut mengatakan bahwa pembangunan itu akan terus diupayakan mengingat kondisi tanah di Jakarta kian lama kian memperlihatkan, karena terus terjadi penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.
"Gak ada alasan kita membatalkan sampai hari ini ya, saya enggak tahu nanti setelah keluar, tapi mustinya enggak ada sih. Karena kalau itu tidak kita laksanakan Jakarta itu turun antara 8 cm sampai 23 cm," kata Luhut di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat Senin (8/6).
Luhut mengatakan hingga kini pembangunan pulau G dalam rencana reklamasi akan terus dilakukan pengkajianya. "Mungkin ada penyesuaian sana sini tergantung hasil studinya lah," kata Luhut. Seperti diketahui, Bappenas terus melakukan pengkajian dengan negara-negara di luar seperti Belanda dan Korea Selatan terkait pembangunan di pulau reklamasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Baca juga:
Saat ditanya kebijakan yang akan dibawa oleh Anies Baswedan nanti, Luhut mengaku hingga saat ini belum ada komunikasi lebih lanjut. Luhut tetap bersikukuh pentingnya reklamasi harus terus diupayakan.
"Saya enggak melihat ada alasan tapi kalau mau disetop ya bikin saja situ stop, nanti kalau sudah Jakarta tenggelam atau menurun ya tanggung jawab. Jadi jangan nanti lari dari tanggung jawab di kemudian hari," imbuhnya.
Dasar hukumnya pelaksanaan reklamasi tersebut, menurut Luhut sudah jelas, yakni mengacu kepada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Sejak era presiden Seoharto sudah cukup menjelaskan bahwa reklamasi harus terus berjalan disamping kajian-kajian yang ada yang telah dilakukan selama ini.
ADVERTISEMENT
"Sudah ada semua kajiannya itu dari mulai kepresnya pak Harto, jangan keliru lho, sama keppresnya pak SBY. Jangan dikaitkan sama pak Jokowi. Dia hanya melanjutkan keppres dari pak Harto kemudian pak SBY. Jadi landasan hukumnya sangat kuat," pungkasnya.