Polemik Taksi Umum vs Online yang Kian Meruncing

22 Maret 2017 17:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Diskusi polemik Taksi Umum vs Daring. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi polemik Taksi Umum vs Daring. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Maraknya taksi online yang bermunculan di Indonesia kini menuai pertentangan dari banyak pesaingnya yaitu taksi reguler. Demonstrasi besar besaran kerap terjadi hingga menimbulkan korban luka dari kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengeluarkan Permenhub Nomor 32 tahun 2016, namun seiring perjalanannya sejak tahun lalu, peraturan ini sering menuai banyak tuntutan dari beberapa kalangan pelaku bisnis transportasi umum dan khusus.
Melihat permasalahan ini, Kemenhub mengeluarkan 11 poin revisi Permenhub Nomor 32 tersebut. Namun dari 11 poin tersebut nampaknya pihak angkutan khusus masih keberatan terkait batas tarif, kuota jumlah angkutan sewa, serta kewajiban STNK berbadan hukum.
Direktur Angkutan dan Multimoda yang mewakili Kementerian Perhubungan, Cucu Mulyana, menjelaskan pihaknya sudah melakukan beberapa pertemuan. Pertemuan tersebut menghadirkan pihak taksi online dan komunitas taksi reguler.
Polemik Taksi Umum vs Daring. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Polemik Taksi Umum vs Daring. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
"Kami telah menghimpun persoalan yang ada, dari seluruh masukan tim khusus memetakan sekitar 11 revisi tersebut, ujarnya saat ditemui di Hotel Mercure, Jakarta Barat, Rabu (22/3).
ADVERTISEMENT
Terkait poin yang dipermasalahkan oleh taksi daring ini, lanjut Cucu, dirinya melihat makin tingginya persaingan yang ada, baik antara dua komunitas maupun didalam taksi daring itu sendiri.
"Permohonan pencantuman batas jumlah kendaraan, pengaturan tarif atas bawah, itu merupakan permintaan komunitas para pelaku taksi reguler dan daring. Mereka merasa pendapatan mereka kian menurun karena persaingan, bukan hanya terjadi antara mereka, tetapi di dalam taksi daring yang begitu ketat," jelasnya.
Cucu khawatir jika pihak taksi daring tersebut sampai 'banting' harga, keselamatan pelanggan akan menjadi taruhan. Dirinya meneruskan alasan pendapatan yang turun itu disebabkan karena demand yang tak berubah.
Ilustrasi Taksi Online (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Taksi Online (Foto: Thinkstock)
Di kesempatan yang sama, Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Organda, Ateng Haryono, menilai banyak kendaraan bertrayek merasa 'berat' dengan persaingan yang begitu tinggi dari angkutan daring.
ADVERTISEMENT
"Memang teman-teman yang di angkot, yang saya sebutkan bertrayek, beranggapan itu menjadi kompetitor, mereka berjalan ke mana saja, sudah sangat on demand, itu menjadi sesuatu yang sangat dirasakan berat oleh teman-teman," ujarnya.
"11 Revisi ini kan untuk mempertajam dan memepertegas. Kalau bisa betul-betul dilakukan, tujuannya bisa memberikan jaminan kepada pengguna, serta ada asas kesetaraan, minimal itu saja dulu," tegas Ateng.
Disamping permasalahan yang terjadi di lapangan saat ini, kembali Cucu menegaskan, saat ini pemerintah terus melakukan beberapa pembenahan pada sektor angkutan umum berbasis jalan raya. Pemerintah melalui Kemenhub tengah menggodok pengadaan angkutan bus harus sudah ada di setiap provinsi sampai tahun 2019 mendatang.
"Mudah mudahan, karena kita hanya bisa niat, kemudian ikhtiar dan doa supaya apa yang dikerjakan ada manfaat demi mewujudkan usaha yang saling berdampingan," tegasnya.
ADVERTISEMENT