Ridwan Mukti, Gubernur Bengkulu Ketiga yang Terlibat Korupsi

20 Juni 2017 19:40 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laode Syarif memberikan penjelasan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Laode Syarif memberikan penjelasan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan bahwa pihaknya memberikan perhatian lebih pada pemimpin daerah di Provinsi Bengkulu. Karena tak hanya Ridwan Mukti gubernur yang ditangkap karena diduga menerima suap, dua gubernur Bengkulu terdahulu juga pernah terjerat hal serupa.
ADVERTISEMENT
"Salah satu yang memang Bengkulu yang diperhatikan," ujar Laode di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (20/6).
Meski begitu, Laode mengaku tak ada perhatian khusus yang diberikan KPK pada Provinsi Bengkulu. Karena kepala daerah manapun yang ketahuan korupsi, pasti akan ditindak tegas.
"Tidak ada perhatian khusus, kami punya pilot province itu ada, tapi tidak harus di 6 provinsi itu, kalau ada korupsi di provinsi lain juga, ya akan ditindak," kata Laode.
Sebelum Ridwan, ada Agusrin Maryono Najamuddin, Gubernur Bengkulu periode 2005-2012. Dia terbukti bersalah melakukan korupsi dana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta bea perolehan hak atas tanah bangunan di tahun anggaran 2006, yang merugikan negara hingga Rp 21,3 miliar.
ADVERTISEMENT
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (Foto: ANTARA FOTO/David Muharmansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (Foto: ANTARA FOTO/David Muharmansyah)
Bulan April 2011, Najamuddin dituntut 4,5 tahun penjara oleh jaksa, namun majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan Najamuddin dalam sidang vonis pada bulan Mei 2011. Beberapa minggu setelah bebasnya Najamuddin, KPK menangkap Hakim Syarifuddin, yang menjadi ketua majelis hakim persidangan Najamuddin. Kasus ini kemudian bergulir hingga ke Mahkamah Agung, yang menghukum Najamuddin 4 tahun penjara.
Pengganti Najamuddin, yakni Junaidi Hamzah yang menjabat gubernur pada periode 2012-2015 pun ikut terjerat kasus korupsi. Pada tahun 2015 Bareskrim Polri menetapkan Junaidi sebagai tersangka dalam kasus korupsi pembayaran honor tim pembina di RSUD M Yunus.
ADVERTISEMENT
Junaidi dinilai telah menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 17 Tahun 2011 tanggal 21 Februari 2011 tentang Pembentukan Tim Pembina Manajemen RSUD M Yunus. Pembentukan jabatan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan Peraturan Mendagri No 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).