Konten dari Pengguna

G20 Solusi Dua Pilar untuk Keadilan Perpajakan Internasional

Rini Sarlita
Saat ini sedang menempuh pendidikan S1 jurusan Hubungan Internasional di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2 Oktober 2022 11:23 WIB
Tulisan dari Rini Sarlita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto G20. Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto G20. Freepik.com
ADVERTISEMENT
Di zaman sekarang, bukan tidak mungkin bahwa teamwork antar belahan dunia menjadi hal penting untuk setiap negara. BEPS (Base Erosion Profit Shifting) merupakan salah satu contoh masalah yang tidak bisa dipegang sendirian. BEPS adalah suatu taktik persiapan pajak yang dilaksanakan oleh instansi untuk mengevakuasi profit yang berasal dari pajak yang besar ke pajak yang kecil. Hal ini, instansi hanya membayar pajak ke yurisdiksi tempat mereka mendaftar, walaupun pada dasarnya mengambil profit di negara tetangga atas dasar kewajiban pajak yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Untuk menghilangkan kegiatan dari BEPS, beberapa negara yang sudah termasuk ke OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS mengeluarkan ide rancangan inovasi perpajakan dengan nama Two Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalization of the Economy yang artinya tantangan perpajakan melalui solusi dua pilar dan digitalisasi ekonomi atau yang biasa dikenal dengan istilah Solusi Dua Pilar.
Solusi Dua Pilar merupakan sebuah perjanjian regulasi pajak mendunia yang hingga saat ini sudah disepakati dengan 136 kawasan negara dan segera diimplementasikan di periode berikutnya. Solusi ini ditargetkan demi mengurangi adanya konflik yang bisa terjadi antar kawasan negara yang merupakan awal penerapan BEPS oleh suatu perusahaan atau badan. Solusi tersebut juga diharapkan agar satu tujuan untuk ke arah pajak yang merata, yang subjeknya bisa negara ataupun instansi.
ADVERTISEMENT
Solusi ini terdiri atas dua “paket regulasi” yang dinamakan pilar satu dan dua. Pilar satu (1) mencetuskan hak kepada “yurisdiksi pasar” agar memajaki beberapa laba yang didapat dari kawasan yang bersangkutan. Pilar dua (2) dibuat demi meyakinkan MNC mengeluarkan dana operasi bisnis untuk membayar pajak minimumnya. Jumlah pajaknya akan sesuai di setiap wilayah agar tidak ada peluang sebuah instansi tersebut untuk melakukan kegiatan BEPS.
Pilar satu (1) menawarkan jalan keluar untuk menanggung hak perpajakan agar lebih merata dalam hal digital economy. Pilar ini diterapkan lewat perubahan sistem pajak global yang tidak lagi dengan bentuk yang konkret. Kedaulatan pemajakan seperti ini diserahkan ke yurisdiksi MNC yang mendapatkan perolehan paling sedikitnya 1 juta Euro. Penentu penghasilan ini diputuskan lebih kecil untuk yurisdiksi yang lebih rendah (sesuai PDB <40 miliar), yaitu senilai 250 ribu Euro.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pilar dua (2) merupakan sebuah usaha untuk menaungi kawasan dari kegiatan penerapan BEPS serta memangkas persaingan pajak yang menghasilkan kawasan-kawasan negara lindung pajak. Solusi pilar ini dinamakan Global Anti Base-Erosion (GloBe) yang mempraktikkan pajak minimum senilai 15 persen bagi instansi dengan penghasilan >750 juta Euro.
Tujuan keberadaan regulasi pilar ini bisa didapatkan pada kejadian digitalisasi ekonomi yang makin cepat, apalagi pada saat virus Covid-19 melanda yang mau tak mau ekonomi berpindah ke serba digital. Perusahaan-perusahaan digital-multinasional mendapat privilege berupa mudahnya masuk ke pasar dunia dengan cara yang mudah karena sifat dunia digital yang serba mudah dan cepat.

Manfaat untuk Negara dan Instansi

Penerapan regulasi ini dipercaya akan membawa manfaat di segala pihak, salah satunya yaitu kawasan negara dengan peran fiskus pajak. Sebab, adanya solusi dua pilar ini menjadi pemicu membantu devisa kawasan melalui pajak sebab semakin meluasnya wilayah wajib pajak. Wajib pajak yang awalnya hanya instansi yang sudah ada dengan bentuk badan yang akan segera menyebar sampai ke wilayah instansi digital yang belum ada secara fisik namun diperkirakan ada karena ekonomi dalam satu kawasan.
ADVERTISEMENT
Perluasan wajib pajak ini akan berdampak signifikan pada penghasilan suatu wilayah. Meningkatnya APBN akan sejajar bersama penambahan penghasilan suatu kawasan yang menuju ke pembangunan suatu negara dengan cepat yang memberikan lapangan pekerjaan. Maka dari itu, sistem ini bisa berdampak ke meningkatnya suatu keproduktifitasan sumber daya manusia yang akan berimbas dengan baik terhadap PDB wilayah yang dimaksud.

Agenda Lanjutan G20

Ilustrasi foto Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Freepik.com
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan dalam pertemuannya bersama Pemimpin Provinsi (Gubernur) Bank Umum/Finance Minister dan Central Bank Governor (FMCBG) ke-3 G20 Presidency Nasional (Indonesia), kawasan-kawasan komponen anggota G20 setuju untuk terus mengawal usaha penerapan regulasi yang diyakini memiliki nilai history dalam mengubah arsitektur perpajakan dunia.
Menurut Yon (Staf Ahli MenKeu Divisi Kepatuhan Pajak Yon Arsal) sistem perpajakan global yang dimaksud diterapkan lewat pemindahan hak pemajakan ke wilayah yang ditujukan sebagai inti pasar produk barang dan jasa online yang sering disebut pilar satu (1). Lalu, membuktikan bahwa seluruh MNC mengeluarkan dana untuk membayar pajak minimum di seluruh wilayah instansi yang dimaksud dijalankan atau sering dikenal sebagai pilar dua (2). Beliau pun mengatakan bahwa akan mengusahakan progress supaya bisa tercapai di presidency G20 Nasional (Indonesia) dan nantinya pun bisa mendorong di Presidency G20 tahun 2023 mendatang.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menilai regulasi ini akan membawa impact yang signifikan bagi wilayah-wilayah berkembang. G20 juga harus menolong kawasan berkembang membuat insentif pajak yang cocok dengan peraturan pajak minimum global serta membuat konsep pajak yang sesuai dengan memperkokoh pengorganisasian sumber daya domestik. Karena, Pandemi kemarin telah mewariskan banyak kesedihan dan luka pada negara berkembang, terutama yang berkaitan ruang fiskalnya. Beliau juga memperkirakan pembuatan OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS yang sudah membuat peningkatan kontribusi negara berkembang dalam menyusun serta mempraktikkan standar pajak dunia. Kontribusi negara berkembang menjadi hal utama sebab instansi terkait akan mengalami impact yang besar jika menerapkan persetujuan pajak dunia.