Konten dari Pengguna

Kunci untuk Membangun Kepercayaan di Era Ketidakpastian

Ris Ivon Jayanti
Saya Ris Ivon Jayanti seorang mahasiswa di Universitas Pamulang yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial dan kebijakan publik.
17 Oktober 2024 16:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ris Ivon Jayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah gelombang ketidakpastian ekonomi dan semakin kompleksnya tantangan bisnis, satu pertanyaan krusial muncul: bagaimana perusahaan dapat bertahan dan berkembang? Jawabannya terletak pada satu konsep yang sering kali terabaikan, namun sangat fundamental: tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, GCG). Namun, benarkah semua perusahaan di Indonesia sudah menerapkan prinsip-prinsip ini dengan baik? Mari kita selidiki.
https://www.shutterstock.com/image-photo/top-view-business-people-discuss-idea-2500273101
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/image-photo/top-view-business-people-discuss-idea-2500273101
Kita hidup di era di mana informasi dapat diakses dalam hitungan detik. Namun, masih banyak perusahaan yang enggan membuka tabir transparansi. Ketika berita tentang manipulasi laporan keuangan atau konflik kepentingan muncul, rasa percaya publik langsung pudar. Contohnya, kasus PT Garuda Indonesia yang mengalami kerugian besar akibat skandal keuangan menunjukkan bahwa lemahnya implementasi GCG bisa berakibat fatal. Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, hanya 40% perusahaan yang terdaftar di bursa saham Indonesia yang secara konsisten memenuhi standar GCG. Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar?
ADVERTISEMENT
Prinsip utama GCG meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kesetaraan. Dalam dunia bisnis yang kian kompetitif, penerapan prinsip-prinsip ini bukan hanya sekadar kepatuhan, tetapi juga strategi untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Menurut studi yang dilakukan oleh PwC, perusahaan yang menerapkan GCG dengan baik memiliki kinerja keuangan 30% lebih baik dibandingkan yang tidak. Namun, tantangan nyata ada di depan mata. Bagaimana perusahaan bisa menjaga integritas dan sekaligus meraih keuntungan? Kenapa banyak yang masih memilih jalan pintas?
Solusi untuk masalah ini tidaklah sederhana. Meningkatkan pengawasan dari otoritas seperti OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah langkah awal yang penting. Namun, tanpa adanya komitmen dari dalam perusahaan itu sendiri, semua regulasi yang ada bisa menjadi sia-sia. Perusahaan perlu menginternalisasi budaya GCG dari manajemen puncak hingga seluruh karyawan. Apakah cukup hanya dengan pelatihan? Ataukah ada yang lebih?
ADVERTISEMENT
Mari kita lihat peran pemegang saham, terutama yang minoritas. Sering kali, suara mereka terabaikan, padahal mereka memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan penting. Menurut data dari Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), sekitar 65% pemegang saham minoritas tidak merasa memiliki pengaruh dalam RUPS. Penerapan voting terbuka dalam RUPS bisa menjadi solusi untuk memperkuat suara mereka.
Dalam perjalanan menuju tata kelola yang baik, kita tidak hanya berbicara tentang kepatuhan terhadap regulasi. Ini adalah tentang bagaimana perusahaan menjaga reputasi dan kredibilitasnya. Dengan menerapkan GCG secara konsisten, perusahaan tidak hanya akan bertahan, tetapi juga dapat membangun fondasi yang kuat untuk masa depan. Di era di mana publik semakin kritis dan menuntut transparansi, perusahaan yang mengabaikan GCG berisiko kehilangan lebih dari sekadar keuntungan; mereka bisa kehilangan kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Apakah Anda siap untuk melihat perubahan? Dengan menerapkan tata kelola yang baik, bukan hanya keuntungan finansial yang akan diperoleh, tetapi juga reputasi yang solid dan kepercayaan dari seluruh pemangku kepentingan. Dalam situasi yang serba tidak pasti ini, perusahaan yang proaktif dalam menerapkan GCG akan muncul sebagai pemenang. Di sinilah tantangan sekaligus peluang terletak apakah perusahaan Anda siap menjawabnya?