Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengartikulasi Sepi dengan Mencintai Diri Sendiri
2 Juni 2021 14:00 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Riska Arlianda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu hari saya sedang berbincang bersama teman saya, entah mengapa topik pembicaraan kami beralih tentang bagaimana makan di restoran atau sekadar ngopi di kedai sendirian.
ADVERTISEMENT
“Tidak, saya tidak bisa makan sendiri. Saya harus ditemani kalau makan di restoran atau sekadar minum kopi saya juga gak bisa deh sendirian.” Begitu ujar teman saya.
Sebagai perempuan yang sudah terbiasa sendiri, mandiri, dan tangguh, saya mengakui bahwa saya kurang setuju dengan pendapatnya, alih-alih mengejeknya saya mengucapkan, “Ih itu bukanlah hal yang buruk kok, malah bagus buat kamu, karena kamu bisa dapat waktu tenang untuk sendiri tanpa banyak perhatian dari orang-orang sekitar.”
Teman saya sangat takut akan bepergian sendiri, duduk sendiri, karena dapat memicu rasa kesepiannya dan ia tidak ingin mengalami perasaan seperti itu. Ya, saya mengerti bahwa beberapa orang tidak suka sendirian karena beberapa alasan tertentu.
Akhirnya, saya meminta teman saya menjelaskan alasan kenapa ia tidak mau sendirian. Dia menjawab, “Ya menurut saya aneh aja, tidak normal kan duduk sendirian apalagi di tempat keramaian yang notabenenya memang untuk bersosialisasi.” Teman saya kesulitan dalam menemukan kata-kata.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak berpikir kalau ada yang salah dengan kesendirian itu, saya mengerti perasaan dan keinginanmu untuk dikelilingi oleh teman-teman dan menikmati kebersamaan dengan mereka, tetapi bukankah kita terkadang membutuhkan istirahat dari dunia?” ujar saya memberi tahunya.
Teman saya menjadi terpacu ketika diskusi mendalam, kemudian ia berusaha mengganti topik pembicaraan. Terus terang, saya menjadi bingung melihat bahasa tubuhnya. Saya berpikir, “Jika dia bisa memberikannya kesempatan, dia akan bisa merefleksikan perasaan dan berhubungan dengan tubuhnya. Dia akan belajar bahwa dengan kesadaran diri dia akan bisa mencapai apa pun itu, SENDIRI.”
Percakapan terjadi bertahun-tahun lalu dengan saya yang sampai saat ini masih menjadi perempuan yang mandiri secara finansial dan emosional.
Percakapan itu juga terjadi beberapa tahun setelah saya mengalami hubungan kekerasan dalam pacaran. Saya bersumpah kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan menempatkan diri saya dalam situasi itu lagi dan bahwa saya akan fokus dalam menjaga diri saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Banyak trauma yang harus disembuhkan. I hated how I looked. There was a lot of things about myself I loathed. Saya membutuhkan banyak waktu sendiri untuk mengartikulasikan sepi, pulih dan memutus siklus ketergantungan pada orang lain untuk mengais validasi, perhatian, dan kasih sayang.
Individualitas yang Sehat
You know when you’re dependent on a relationship if you’re jumping from relationship to another relationship and you’re not giving yourself the opportunity to get to know yourself especially create your individuality.
Jujur saja, menyendiri di restoran atau tempat umum bukan lagi hal yang tabu, mungkin dulu memang itu adalah aktivitas yang aneh namun, hal itu sekarang didorong sebagai bagian dari perawatan diri dan mencintai diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Saya memiliki beberapa teman perempuan yang memiliki pola hubungan di mana mereka segera dengan cepat menemukan pasangan baru setelah putus. Saya bertanya kepada mereka, mengapa begitu cepat?
Mereka menjawab, “saya suka berada dalam dan menjalin suatu hubungan. Saya tidak suka sendirian atau menjadi mandiri, kamu tahu, seperti girl power and it's not me. Hidup saya berasa tidak masuk akal tanpa berada dalam suatu hubungan. "
Saat mengamati bahasa tubuh dan jawaban mereka, pertanyaan lain muncul di benak saya.
“Ya saya memahami bagian hubungan, tetapi apa menurut kalian adil untuk memiliki ruang di antara hubungan [terutama setelah hubungan yang gagal berulang kali] untuk memeriksa mengapa hubungan kamu tidak berhasil, untuk mematahkan pola hubunganmu itu, dan untuk mencari tahu siapa kamu tanpanya. Apa orang lain yang membentuk identitas mu?" saya bertanya kepada mereka.
ADVERTISEMENT
“Ya, saya bisa, tapi saya tidak bisa dan gak suka sendirian. Saya hanya merasa ditakdirkan untuk menjalin hubungan,” kata salah satu teman saya.
Tentu saja pikiran saya dipenuhi dengan lebih banyak pertanyaan. Saya ingin mengajukan sejuta pertanyaan kepada mereka, tetapi ada pertanyaan penting yang sangat ingin saya ketahui jawabannya.
Oke, saya menjadi penasaran.
Mereka tergagap, “Yah, eh, (berpikir) ya, ya, saya rasa. Tapi saya senang dengan pacar baru saya sekarang. "
Kebutuhan akan kesadaran diri
Mungkin kamu adalah salah satu dari orang-orang yang suka menyendiri dan mendambakan ketenangan seperti saya. Saya suka 'me time', terutama setelah hubungan romansa saya yang begitu toksik. Saya menjadikannya bagian dari perawatan diri harian saya untuk mengatur waktu dalam jadwal saya dengan perasaan, pikiran, dan hati saya.
ADVERTISEMENT
Itu meningkatkan kesadaran saya tentang apa yang terjadi dengan saya dan bagaimana saya bereaksi terhadap kehidupan. Untuk beberapa saat setelah hubungan romansa saya, hidup saya menjadi lebih indah dan saya dapat berkembang menjadi diri saya sendiri. Saya merangkul kemerdekaan saya sepenuhnya.
Itulah salah satu dari banyak alasan saya menemukan diri saya dalam hubungan yang tidak sehat. Untuk jangka waktu yang lama, saya berpikir bahwa pasangan saya bertanggung jawab atas kebahagiaan saya. Mungkin sama seperti teman perempuan yang saya tanyakan. Mereka tidak tahu bagaimana membuat diri bahagia dengan atau tanpa adanya pasangan.
Kesadaran diri menjadi sangat penting karena dalam kasus kegagalan hubungan yang berulang kali ini, adalah bagian dari mencintai diri (self-love) dan perawatan diri untuk memberi dirimu ruang dalam memeriksa kembali keinginan dan kebutuhanmu dalam hubungan romantis dan untuk menemukan siapa kamu.
ADVERTISEMENT
Tanpa identitas yang kokoh, seseorang bisa tersesat dalam segala hal. Ketika kamu sudah memahami dan mengetahui siapa dirimu, kamu dapat menjalin hubungan yang mendukung siapa kamu tanpa mengubah identitasmu.
Ya, hubungan dapat membentuk identitas, tetapi hanya untuk mendorong dirimu sendiri dan menjadi individu yang mandiri.
Hidup itu akan menyebalkan ketika kamu dikelilingi oleh orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan tidak mendukung segala bentuk yang bernilai positif.
Jika kamu bisa menjelajah lebih jauh, hidup bisa menjadi lebih buruk, karena mungkin kamu tidak membiarkan orang mencintaimu apa adanya. Atau mungkin kamu harus mencoba mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri. Hidup kamu yang di dalamnya termasuk hubungan persahabatan, kemitraan, romansa, keuangan, dan keluarga menjadi kosong dan tak bernilai itu apa karena kamu tidak mencintai diri sendiri?
ADVERTISEMENT
Ketakutan atau cintakah? Sebenarnya mana yang memotivasi kamu dalam menjalin suatu hubungan?