Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memutus Mata Rantai Kekerasan
9 Oktober 2023 16:09 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Rizki Dewantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kasus kekerasan dalam pendidikan, seperti lagu lama yang diputar kembali, terus menghantui.
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan dalam pendidikan , seperti lagu lama yang diputar kembali, terus menghantui kita. Kejadian-kejadian ini, yang melibatkan baik siswa maupun pendidik, sepertinya tak pernah berhenti mengemuka.
ADVERTISEMENT
Apalagi dengan kehadiran media sosial yang menjalar seperti virus, kabar tentang tindakan kekerasan dengan cepat menyebar ke seluruh negeri, menjadi pukulan bagi moral dan integritas pendidikan kita.
Kabar terbaru tindakan perundungan dan kekerasan dilakukan pelajar di Cilacap. Video perundungan atau penganiayaan itu menyita perhatian publik. Seusai mereka melakukan tindakan tak pantas tersebut, tampak pelaku melakukan selebrasi hingga korban terkapar di tanah.
Perundungan atau bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja. Pelaku perundungan biasanya dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat dengan tujuan menyakiti.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) pada tahun 2021 melakukan Survei Nasional tentang Pengalaman Anak dan Remaja. Hasilnya menunjukkan bahwa 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan berusia 13 hingga 17 tahun mengakui pernah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan dalam 12 bulan terakhir.
Sementara itu, di tahun berikutnya Hasil survei Asesmen Nasional menunjukkan, sekitar 34,51 persen siswa (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual, diikuti oleh 26,9 persen yang berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen menghadapi potensi perundungan.
ADVERTISEMENT
Peristiwa miris ini turut dipengaruhi teknologi seperti tayangan-tayangan di televisi termasuk media sosial akan ditiru oleh sehingga membawa suatu perubahan yang berdampak pada kenakalan pelajar. Damanik (2019) menyebut kehancuran dalam dunia pendidikan terjadi karena nilai akademik memburuk namun karena moral yang hancur.
Menurutnya pendidikan moral sangat penting dalam dunia pendidikan karena yang bukan hanya mengajarkan tentang akademik namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang baik.
Namun, kita tidak boleh hanya meratapi fakta ini. Kita harus bertindak untuk memutus mata rantai kekerasan di lingkungan pendidikan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah pencegahan. Pendidikan bukanlah tempat untuk kekerasan; sebaliknya, ia seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung perkembangan anak-anak kita.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan. Pertama pendidikan dan kesadaran. Masyarakat, sekolah, dan keluarga harus bersama-sama bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak kekerasan dalam pendidikan. Semua pihak harus memahami bahwa kekerasan tidak hanya merusak fisik dan mental korban, tetapi juga merusak integritas pendidikan itu sendiri.
Kedua, pembinaan karakter. Program pembinaan karakter di sekolah dapat membantu siswa memahami nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan penghormatan terhadap orang lain. Ini adalah pondasi yang kuat untuk menghindari tindakan kekerasan.
Ketiga, pelibatan orang tua. Orang tua harus dilibatkan aktif dalam pendidikan anak-anak mereka. Mereka harus berperan dalam pemantauan perkembangan anak mereka dan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung di rumah.
ADVERTISEMENT
Keempat, penyediaan sarana pengaduan. Penting untuk menyediakan saluran pengaduan yang aman bagi siswa dan guru yang merasa terancam atau menjadi korban kekerasan. Mereka harus merasa nyaman melaporkan insiden-insiden ini tanpa takut mendapatkan hukuman atau reprisal.
Apalagi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan dapat secara langsung terkait dengan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Permendikbudristek tersebut adalah peraturan yang mengatur secara resmi tindakan-tindakan yang harus diambil oleh satuan pendidikan dalam upaya memutus mata rantai kekerasan.
Permendikbudristek mengamanatkan pihak sekolah untuk mengintegrasikan pendidikan dan peningkatan kesadaran tentang kekerasan dalam kurikulum mereka.
Hal ini sesuai dengan semangat peraturan tersebut untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman. Termasuk mendorong sekolah untuk menyediakan dukungan psikologis yang memadai untuk korban kekerasan.
Selain itu, upaya pencegahan kekerasan dapat mencakup promosi kegiatan positif di sekolah, seperti klub, kegiatan seni, olahraga, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
ADVERTISEMENT
Melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan ini tidak hanya memberikan mereka peluang untuk berkembang dalam berbagai bidang, tetapi juga mengalihkan perhatian mereka dari perilaku destruktif yang berhubungan dengan kekerasan.
Pemberian beasiswa juga menjadi salah satu insentif untuk mendorong siswa untuk berprestasi akademik dan berpartisipasi dalam kegiatan positif.
Sekolah dapat mengaitkan pemberian beasiswa dengan pencapaian akademik yang baik, perilaku positif, dan partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Ini dapat memberikan motivasi tambahan kepada siswa untuk berkinerja lebih baik.
Kita semua bertanggung jawab untuk memutus mata rantai kekerasan dalam pendidikan. Dengan langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, mendukung, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ini adalah tanggung jawab kita untuk membentuk masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
ADVERTISEMENT