Konten dari Pengguna

Digitalisasi Industri Otomotif pada Global Value Chain untuk Korsel & Indonesia

Rizki Faisal Ali
Mahasiswa Magister Hubungan Internasional Peminatan Digital Transformation and Competitiveness Universitas Gadjah Mada
18 Oktober 2023 12:41 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Faisal Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Illustrasi digitalisasi di industri otomotif. Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Illustrasi digitalisasi di industri otomotif. Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Fenomena digitalisasi dalam industri otomotif tidak dapat dihindari untuk meningkatkan nilai produk dan bisnis mereka dalam persaingan pasar global otomotif yang makin meningkat.
ADVERTISEMENT
Digitalisasi pada industri otomotif secara keseluruhan untuk meningkatkan keunggulan produk dan produksinya, meningkatkan produktivitas, berkontribusi pada optimisasi sumber daya, dan memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan efektif berdasarkan data (Szalavetz 2019). Perusahaan otomotif utama pasti mempunyai anak perusahaan dan mitra-mitranya untuk membantu produksi produknya di negara lain.
Tantangan muncul saat perusahaan pusat mengadopsi digitalisasi dalam produksi dan strategi bisnisnya mengubah global value chain di industri otomotif yang mendorong anak perusahaan dan mitra-mitranya untuk ikut serta dalam perubahan arus global value chain-nya.
Hal tersebut mengakibatkan terjadi hubungan vertikal dan salah satu pihak mendapatkan keuntungan lebih besar daripada yang lainnya, tetapi tidak mengganggu produksi dan bisnis strateginya industri otomotif.

Dampak Digitalisasi pada Anak Perusahaan dan Perusahaan Pusat

Illustrasi digitalisasi di anak perusahaan. Sumber: Unsplash
Selama ini para pekerja di anak perusahaan dalam industri otomotif salah memberikan pandangan pada digitalisasi dalam proses produksinya, mereka menganggap digitalisasi akan menendang mereka dari pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Justru bukan itu, teknologi dapat membantu meringankan proses produksinya dengan menyerahkan tahapan yang dianggap dapat dilakukan teknologi dan pekerja akan fokus pada tahapan yang penting untuk lebih meningkatkan value produknya.
Anggap saja proses produksi dalam industri otomotif adalah mengolah data, memonitor, koordinasi, dan eksekusi. Dimulai dengan mengolah data apabila dilakukan oleh manusia, itu akan memakan waktu yang lama karena banyak sekali proses dari menganalisis data dan teknologi dapat memangkas waktu oleh adanya big data.
Memonitor dan koordinasi saat produksi ini sangat penting saat proses produksi, tetapi biasanya komunikasi antar operatornya lambat untuk saling memberikan informasi mengenai kendala, apabila ada teknologi seperti device yang saling terhubung menjadi efektif dan efisien (Szalavetz 2019).
ADVERTISEMENT
Eksekusi dapat dianggap saat pemasangan bagian dari otomotifnya sendiri, seperti body dan bagian lainnya dibantu dengan oleh teknologi, operator tidak memerlukan mengeluarkan tenaga lebih dan ditambah akan memberikan value lebih karena ada detector saat proses pemasangan.
Illustrasi digitalisasi di perusahaan pusat. Sumber: Unplash
Dampak dari digitalisasi untuk perusahaan pusat dan anak perusahaan tentunya mempunyai perbedaan. Kalo anak perusahaan fokus pada sistem produksi yang terdigitalisasi seperti yang dijelaskan sebelumnya, sedangkan perusahaan pusat fokus pada layanan mana yang dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan peran digital.
Perusahaan pusat memaksimalkan digital sebagai alat untuk keamanan data, aplikasi baru dalam sistem navigasi dan hiburan, dan pengembangan sistem bantuan pengemudi seperti perangkat lunak, bahkan mereka menyebut mereka bukan hanya perusahaan otomotif tetapi kami juga perusahaan layanan digital (Szalavetz 2019).
ADVERTISEMENT
Ada salah satu pilar yang menarik mengenai strategi perusahaan utama industri otomotif yaitu membangun platform digital yang dapat terhubung dengan pelanggan secara personal sebelum penjualan dan mendampingi pelanggan saat penjualan beres.
Semua hal dilakukan oleh perusahaan utama otomotif tidak lain adalah untuk meningkatkan pendapatan perusahaan melalui pengembangan, tetapi yang perlu ditekankan dalam bahwa mereka dapat membentuk model bisnis baru yaitu adanya penggabungan fisik otomotifnya dan layanan digital.
Selain itu, mereka juga pastinya menjalin kerja sama dengan mitra baru yang berbasis pada digital, investasi pada layanan digital, dan investasi R&D yang nantinya akan memperluas ekosistem perusahaan (Szalavetz 2019).
Salah satu contohnya adalah investasi dalam bisnis digital intelligence yang akan terintegrasi dengan data pelanggan dan keputusan berbasis data, serta integrasi dengan mitra lainnya untuk meningkatkan koordinasi dan lintasan value chain.
ADVERTISEMENT
Perbedaan digitalisasi terlihat jelas antara perusahaan utama dan anak perusahaan dalam mengadopsi digital. Anak perusahaan fokus meningkatkan sistem produksi yang efisien dan efektif untuk mempersingkat waktu, memotong biaya, dan meningkatkan value (adanya digital dalam kendaraan).
Sedangkan perusahaan pusat fokus pada layanan digital apalagi yang dapat ditambahkan pada produk otomotif dengan menganalisis data yang terintegrasi pada pelanggan.
Selain itu memperluas ekosistem perusahaan dengan melakukan banyak investasi pada digital dan R&D, serta memperluas mitra yang berbasis digital supaya supply & value chain produk otomotifnya meningkat. Dari adanya hal tersebut membuat perubahan dalam global value chain industri otomotif

Dampak Digitalisasi Industri Otomotif Korea Selatan dalam Global Value Chain

Illustrasi bendera korea selatan. Sumber: Unsplash
Dampak digitalisasi pada industri otomotif Korea Selatan dalam global value chain mengalami perubahan yang signifikan, salah satunya adalah pada Hyundai Grup Motor (HMG) yang memiliki perusahaan pusat, mitra-mitranya dan anak perusahaannya di negara lain yang membentuk global value chain baru.
ADVERTISEMENT
HMG ingin meningkatkan produk otomotifnya yang lebih menawarkan layanan digital untuk meningkatkan mobilitas, tetapi ini berdampak pada anak perusahaan, supplier suku cadang, dan pekerja untuk mendorong mereka supaya bisa mengikuti perubahan ini yang menyebabkan hubungan vertikal.
Ada beberapa yang menyebabkan hubungan vertikal yaitu adanya kompetisi yang meningkat antar supplier suku cadang dan pertumbuhan yang lambat dari anak perusahaan. Keduanya sangat penting untuk mendukung perkembangan inovasi digital di industri otomotif.
Mulai dari supplier suku cadang, HMG tentunya akan memilih supplier yang memiliki suku cadang dengan kualitas tinggi untuk meningkatkan value produk otomotif HMG (Won et al. 2021; Hyundai Motor Group 2022, 2020).
Tetapi di era digital ini, supplier harus beradaptasi dengan transisi produk otomotif yang menyatu dengan digital, bukan cuma itu, dari supply management, pekerja, dan pola interaksi dengan produsen otomotif mengalami transisi yang terintegrasi dengan digital. Apabila tidak begitu, mereka akan ketinggalan oleh supplier lain.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan lambat dari anak perusahaan terjadi karena supplier yang menguntungkan cenderung diakuisisi oleh perusahaan pusat dan ini karena banyak supplier yang belum bisa mengikuti transisi ini. Selain itu, memungkinkan keuntungan didapat secara tidak adil oleh anak perusahaan.
Hal paling signifikan adalah dampaknya pada pekerja pabriknya baik itu dari produsen otomotif atau supplier-nya karena mereka juga ingin meningkat value bisnisnya dengan melibatkan digital (Won et al. 2021; Hyundai Motor Group 2022, 2020).
Para pekerja mau tidak mau harus dapat mengikuti transisi karena kedua produsen akan melakukan transisi dengan cepat supaya mereka tidak tersingkir dari global value chain industri otomotif yang keuntungannya sangat besar.
Kerja sama HMG dengan TeamViewer untuk membangun pabrik yang terdigitalisasi. TeamViewer merupakan perusahaan asal india yang menyediakan jasa mengintegrasikan apa pun dalam digital.
ADVERTISEMENT
HMG ingin terus meningkatkan proses produksinya di setiap negara supaya produk otomotif yang menawarkan layanan digital untuk mobilitas tercapai dan yang terbaru ini adalah di Singapura (EZAuto 2022).
Adanya hal ini, supplier dan pekerja harus mengikuti transisi ini karena HMG tentunya akan mengubah seluruh strategi produksi dan bisnisnya yang membentuk global value chain baru, supplier harus bisa bertahan dan tetap dalam global value chain-nya HMG.

Dampaknya untuk Indonesia

Illustrasi Indonesia. Sumber: Unplash
Adanya dampak dari digitalisasi pada global value chain dirasakan juga oleh negara berkembang seperti Indonesia, Indonesia harus ikut dalam transisi di global value chain industri otomotif yang keuntungannya bukan main-main.
Negara berkembang harus bertindak secara tepat dan dinamis karena perusahaan otomotif yang sudah terdigitalisasi pasti terus melakukan inovasi dan transisi yang cepat (Lee, Malerba, and Primi 2020). Tantangan negara berkembang adalah bagaimana mereka dapat bergabung dalam global value chain industri otomotif yang sudah terdigitalisasi.
ADVERTISEMENT
Negara berkembang biasanya menjadi supplier, tetapi jangan sampai negara berkembang hanya menjadi supplier untuk barang mentah saja, walaupun mereka belum dapat menjadi produsen produk otomotif, namun setidaknya mereka dapat menyuplai komponen yang sudah jadi, membuka lapangan pekerjaan, pabriknya berjalan di negaranya, dan ini diperlukan tenaga ahli yang mumpuni.
Dalam konteks Indonesia, Indonesia sedikit demi sedikit sudah masuk global value chain HMG dengan adanya pabrik baterai dari Hyundai untuk kendaraan listrik.
Adanya pabrik ini Indonesia dapat menjadi produsen baterai kendaraan listrik yang merupakan rencana Hyundai untuk mencapai industri otomotif yang bukan hanya menawarkan kendaraan tetapi layanan digital yang meningkatkan mobilitas (Ali 2023). Bahkan Indonesia banyak mengirim tenaga ahlinya ke Korea Selatan untuk belajar mengenai hal ini untuk nanti produksinya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pencapaian Indonesia tidak cukup sampai disini, walaupun Indonesia sudah dapat memproduksi baterai tapi bukan secara penuh pencapaian Indonesia, ada bantuan dari Hyundai yang mendominasi.
Indonesia harus lebih berkontribusi pada global value chain Hyundai yang terdigitalisasi yaitu dengan membuat kebijakan industri dan digital yang spesifik untuk melakukan kolaborasi dengan banyak universitas, tenaga kerja, startup, dan lainnya.
Dari adanya kebijakan ini akan menarik Hyundai untuk lebih melibatkan Indonesia dalam global value chain-nya, bahkan bukan cuman Hyundai. Inovasi digital pada bidang spesifik ini butuh ekosistem yang saling berkesinambungan karena apabila berjalan satu-satu, inovasi itu tidak akan berjalan ke arah inovasi yang memberikan manfaat bahkan berhenti di tengah jalan.
Maka negara berkembang juga harus ikut berinovasi, tidak hanya menunggu perusahaan lain untuk datang ke negaranya karena negaranya mempunyai keunggulan dalam hal sumber daya alam.
ADVERTISEMENT