3 Pelajaran dari Tragedi Itaewon

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
31 Oktober 2022 19:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penghormatan untuk korban tragedi Itaewon. Foto: Jung Yeon-je/AFP.
zoom-in-whitePerbesar
Penghormatan untuk korban tragedi Itaewon. Foto: Jung Yeon-je/AFP.
ADVERTISEMENT
Tragedi Itaewon yang menewaskan 154 orang terjadi di antara tragedi Kanjuruhan (132 orang tewas) dan tragedi jembatan India (141 orang).
ADVERTISEMENT
Doa kita untuk seluruh korban dan keluarganya atas semua peristiwa memilukan yang terjadi pada Oktober 2022 itu.
Itaewon adalah daerah di Distrik Yongsan-gu, Kota Seoul, Korea Selatan. Peristiwa nahas itu terjadi di titik di mana bar-bar berada. Lokasi ini mirip Jalan Braga di Kota Bandung namun minus ruas jalan untuk mobil, mirip juga area mal Paris Van Java (juga di Bandung).
YouTuber ini memvideokan Itaewon pada 6 Agustus 2022 (belum lama sehingga masih relevan) dari ujung ke ujung, layak dilihat untuk mendapatkan gambaran kondisinya:
Dari video itu saja sudah jelas bahwa titik lokasi Itaewon itu terlalu kecil untuk dijejali 100 ribu orang lebih (belum terkonfirmasi jumlah pastinya).
Terlepas dari pertanyaan "Kenapa pemerintah setempat tidak sigap mengantisipasi membeludaknya pengunjung?", berikut adalah 3 hal yang sekiranya dapat kita ambil pelajaran dari Korea Selatan atas tragedi Itaewon:
ADVERTISEMENT

1. Sudah Ada Broadcast Message 'SOS' dari Pemerintah

Seorang pengunjung yang menjadi saksi hidup menceritakan bahwa pertama kali ia tahu ada masalah adalah dari broadcast message yang disebar Pemerintah Korea Selatan kepada warga Yongsan-gu. Pesannya: Tinggalkan area Itaewon.
Pengunjung yang menjadi narasumber media Inggris The Guardian ini bilang broadcast message itu lebih cepat dari media sosial. Hanya saja di saat yang bersamaan ia tidak bisa serta merta keluar dari lokasi itu karena saking padatnya, kiri-kanan-depan-belakang dia menempel orang.

2. 911 Korea Selatan

Korea Selatan memiliki sistem pelaporan seperti 911 di Amerika Serikat. Konon, pertama kali Tim 911 ini mendapat laporan "ada orang-orang pingsan di gang-gang Itaewon".
Menurut Korea Reomit melalui channel YouTube-nya, Tim 911 yang ke lokasi lantas kaget lantaran jumlah korban sangat banyak sehingga menaikkan status siaga dan meminta bala bantuan dari tim cepat-tanggap sekitaran Seoul.
ADVERTISEMENT

3. CPR Menjadi Skill Dasar

Banyaknya orang-orang di Itaewon melakukan CPR (Cardiopulmonary resuscitation—membantu pernapasan dengan cara menekan dada) ini ada sebabnya.
Pertama, CPR menjadi skill wajib setiap warga; kedua, warga tahu tubuh manusia yang pingsan akan berhenti mengirimkan oksigen ke otak dalam waktu 4 menit—otak bisa rusak.

Harus Bagaimana?

Tiga hal tersebut mestinya bisa kita pelajari dan bahkan terapkan: Broadcast message kita jangan isinya spam iklan melulu, kita tahu ke mana harus menghubungi bila ada kejadian darurat, dan belajar CPR tanpa terkecuali.
Persoalan Itaewon menjadi sebesar ini lantaran ketika terjadi, mereka tidak tahu sesungguhnya apa yang sedang terjadi: Terlalu berdesak-desakan sampai dada dan punggung mereka menempel satu sama lain sehingga dalam posisi begini mereka jadi terdorong-dorong, terhuyung-huyung. Banyak yang lantas jatuh dan terinjak-injak.
ADVERTISEMENT
Komunikasi antar-orang tidak terjalin dengan baik dan diperparah karena musik dari bar yang sangat bising. Konon, yang di dalam bar pun tidak tahu kondisi di luar sudah separah itu. Sulit membayangkan apa yang mestinya dilakukan bila kita berada di situasi seperti itu, semoga kita selalu terhindarkan dari malapetaka.