Bupati Bogor Ditangkap KPK Lagi: Saya Muak Lihat Politik Dinasti yang Korupsi

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
27 April 2022 16:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bupati Bogor Ade Yasin usai menjadi saksi di Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), Selasa (15/12). Ini difoto oleh Novrian Arbi/ANTARA FOTO. Yang menyita perhatian saya adalah mobilnya yang sepertinya adalah Lexus RX itu.
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Bogor Ade Yasin usai menjadi saksi di Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), Selasa (15/12). Ini difoto oleh Novrian Arbi/ANTARA FOTO. Yang menyita perhatian saya adalah mobilnya yang sepertinya adalah Lexus RX itu.
ADVERTISEMENT
Saya terkekeh saja ketika tahu Ade Munawaroh Yasin (Ade Yasin) maju sebagai calon Bupati Bogor di Pemilu Bupati Bogor 2018. Saya tidak menyangka beliau bisa benar-benar jadi pemenang pemilu tersebut dengan raihan 912.221 suara atau sebesar 41,12 persen mengalahkan empat pasangan calon lainnya.
ADVERTISEMENT
Kenapa saya terkekeh? Karena masyarakat Kabupaten Bogor tetap memilih Ade Yasin yang merupakan adik kandung Rachmat Yasin.
Konteksnya: Rachmat Yasin adalah Bupati Bogor (di periode sebelumnya) yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT KPK).
Jadi, alih-alih memilih calon bupati yang tidak memiliki rekam jejak dinasti politik (apalagi dinasti politik yang korupsi), masyarakat Kabupaten Bogor kebanyakan tetap memilih Ade Yasin itu.
Ya, memang benar bahwa perbuatan jahat seorang kakak (dalam hal ini Rachmat Yasin) tidak serta merta membuat sang adik (yakni Ade Yasin) sama jahatnya. Tapi, kan... apa masyarakat Kabupaten Bogor tidak merasa khawatir?

Kasus Apa?

Rachmat Yasin ditangkap KPK pada 7 Mei 2014. Dia selaku Bupati Bogor (ini periode keduanya menjabat bupati) diduga menerima suap hingga Rp 5 miliar.
ADVERTISEMENT
Si pemberi suap adalah Kwee Cahyadi Kumala alias Swee Teng, bukan orang sembarangan. Di atas kertas, ia menjabat Direktur Utama PT Sentul City sekaligus Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri.
Kasus itu terungkap saat saya masih jadi wartawan Tempo yang liputan di KPK, dan saya masih ingat betapa pontang-panting saya berupaya mewawancarai Swee Teng.
Swee Teng selalu tidak mau berbicara ketika kami wartawan mencegatnya di KPK. Biasanya dari gedung KPK (usai diperiksa penyidik), ia masuk ke mobil dan pergi.
Suatu malam, saya mencoba mengejar mobil tersebut menggunakan jasa tukang ojek. Ini ikhtiar saya mewawancarai Swee Teng, supaya berita saya berimbang (cover both side) dan Swee Teng memiliki ruang dan kesempatan berbicara ke publik tentang kasusnya (dari sudut pandangnya).
ADVERTISEMENT
Tapi ikhtiar saya itu malah terlihat seperti seseorang yang sedang memburu maling: Saya berteriak-teriak sambil mengacungkan kartu pers di samping mobil Swee Teng yang melaju kencang di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Upaya dramatis ini, bagaimana pun, tidak membuahkan hasil.
Kejadian tersebut mungkin terjadi pada 21 Juli 2014. Kalian bisa googling ini untuk lihat berita saya yang tayang dini hari keesokan harinya: Diperiksa 12 Jam, Direktur Sentul City Bungkam.
Kembali ke kasus. Singkat cerita, baik Rachmat Yasin dan Kwee Cahyadi Kumala alias Swee Teng telah divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi.
Saya (paling kiri) berupaya mewawancarai Swee Teng yang kala itu hadir sebagai saksi kasus dugaan korupsi Rachmat Yasin.
Saya (paling kanan) berupaya mewawancarai Swee Teng. Pada momen ini, Swee Teng sudah ditahan KPK.

Dugaan Korupsi Ade Yasin, 8 Tahun Kemudian

Sekarang, 27 April 2022, Ade Yasin ditangkap KPK. Komisi antirasuah ini memang belum membeberkan detail korupsi ini, hanya memberi tahu bahwa selain Ade Yasin, ada juga dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Barat (BPK Jabar) yang turut ditangkap.
ADVERTISEMENT
(Oh ya, sebenarnya menarik juga bila kita bahas soal hati dan otak pegawai BPK yang seharusnya bersih dari korupsi, tapi ini nanti saja.)
Ade Yasin dalam pidato pertamanya sebagai Bupati Bogor, Senin, 31 Desember 2018, mengatakan akan merealisasikan janji kampanye sekaligus visi-misi yang ia beri nama Pancacarsa.
"Pancacarsa atau lima keinginan adalah visi-misi kami, yang pertama adalah carsa Bogor membangun, carsa Bogor cerdas, carsa Bogor sehat, carsa Bogor maju dan carsa Bogor berkeadaban," kata Ade kala itu.
Apanya yang maju dan beradab kalau korupsi begini, kan? Tapi kita pakai asas praduga tak bersalah, karena orang yang ditangkap KPK lalu dijadikan tersangka bahkan terdakwa pun belum tentu bersalah. Hakim yang akan menentukan.
ADVERTISEMENT

Dinasti Politik dan Dinasti Politik yang Korupsi

Asumsi "dinasti politik erat dengan korupsi" bisa jadi betul karena kasus-kasus berikut. Semua nama di bawah ini terjerat kasus korupsi:
Saya persempit daftar tersebut menjadi daftar dinasti politik secara praktis (pernah menjabat) dan masing-masing terjerat kasus korupsi.
ADVERTISEMENT
Daftar itu bisa bertambah panjang apabila misalnya Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah Chasan dimasukkan, namun kebetulan adik kandung Atut yang sama-sama terjerat kasus korupsi itu tidak menjabat sebagai aparatur negara.
Di sisi lain, banyak juga dinasti politik yang tidak korupsi. Contoh paling gampang adalah Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI (keenam) memiliki anak yang menjadi Anggota DPR yakni Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas.
Contoh lain: Joko Widodo Presiden RI saat ini punya anak yang menjadi Wali Kota Solo (Gibran Rakabuming Raka) dan menantu yang kini menjabat Wali Kota Medan (Bobby Afif Nasution). Keluarga SBY dan Jokowi, sejauh ini aman-aman saja toh.
Tapi kondisi begini, apa mau dikata. Mau itu dinasti atau tidak pun, yang namanya korupsi tetap saja kacrut.
ADVERTISEMENT
Saya menyinggung begini karena ingar-bingar Pemilu akan kita rasakan tidak lama lagi. Lewat tulisan pendek ini, saya cuma ingin berbagi pandangan untuk calon pemilih (sekaligus calon pemimpin) kelak, tugas-tugas apa yang mestinya tuntas dikerjakan partai politik.