Karena Hidup Adalah Berlari Maraton

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
22 Februari 2021 15:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by David Mark from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Image by David Mark from Pixabay
ADVERTISEMENT
Ketika kamu berlari maraton, akan ada momen di mana napasmu tersengal-sengal, dadamu berat, kakimu sakit, yang ujung-ujungnya bikin pikiranmu hampir menyerah. Mentalmu—yang jadi sandaran pikiranmu—akan berkali-kali bilang "sudahlah".
ADVERTISEMENT
Saat krisis itu terjadi, kamu akan setengah lupa keceriaan langkah-langkah pertama di awal maraton sewaktu badanmu bahkan belum berkeringat. Tubuh dan pikiranmu memberontak, tidak tahan disiksa.
Pilihanmu ada dua: Berhenti di situ atau melanjutkan maraton itu.
Bila berhenti, maka semuanya usai. Napasmu akan mulai normal, dadamu kembali enteng, kakimu nyaman. Pikiranmu akan tidak lagi memberontak karena semuanya sudah mulai baik-baik saja.
Namun bila kamu melanjutkan maraton itu, semuanya akan terasa berat. Amat berat. Langkah demi langkah kakimu akan terasa bagai ujian. Bahkan seringkali harus dicicil "Satu lagi", "Satu lagi", "Satu lagi". Mentalmu bergejolak.
Kamu harus memilih, berhenti atau lanjut.
Guru olahraga SMA-ku pernah bilang, ada teori second wind di dunia maraton. Entah benar atau tidak, intinya second wind adalah momen ketika kamu berhasil melewati krisis tersebut dan mulai menata langkah-langkah menuju garis finis.
ADVERTISEMENT
Hmm, mungkin penjelasan Wikipedia ini lebih mudah dimengerti:
Second wind baru bisa dicapai bila tubuhmu sudah di fase krisis. Persoalannya, second wind tidak sederhana atau malah terlalu sederhana sehingga berpotensi gugur menjadi teori fatamorgana.
Maka, kata guru olahragaku itu, "Teruslah berlari. Temukan kecepatanmu dan konsisten mempertahankannya."
Jarak tanah yang akan terasa lebih panjang harusnya tak masalah karena garis finis tak ke mana-mana.
Teruslah berlari.