Wartawan Badut

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
24 Februari 2020 23:54 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bila si A bilang "Hujan, nih..." dan si B bilang "Enggak hujan, kok..." apa yang seharusnya dilakukan wartawan?
ADVERTISEMENT
Ada dua pilihan:
Perumpamaan tadi sesungguhnya pelajaran dasar seorang wartawan, yaitu cek dan cek dan cek lagi. Biasanya pekerjaan "mengecek" tidak bisa dilakukan dari tempat duduk—wartawan harus pakai kakinya untuk bergerak. [nanti baca tulisanku yang ini: Cari Pakai Kaki]
Lantas bagaimana bila wartawan mendapatkan statement seorang petinggi Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyebut "wanita bisa hamil bila berenang di kolam bareng pria"?
ADVERTISEMENT
"Tidak semua yang terucapkan di bawah langit ini harus jadi berita. Pers mengenal istilah gatekeeper," kata Ikhsan Raharjo, wartawan Aljazeera, teman sebangku aku waktu kuliah.
Memang, salah satu fungsi pers adalah menghibur. Saya kutip:
Tapi mana yang menghibur dan mana yang konyol, beda tipis.
Apa lacur, berita "kolam renang hamil" itu sudah menyita perhatian publik. Sudah pasti banyak yang klik. Mau berujung tawa atau dongkol, yang penting sudah menyumbang trafik.
Semoga tulisan ini jadi bahan kontemplasi wartawan. Karena, toh, di luar sana masih banyak berita bersumber ucapan narasumber belaka. Atau lebih parah: Siaran pers sahaja.
ADVERTISEMENT
Bermodal statement dan identitas narasumber, maka jadilah sebuah berita. Persoalan "mengecek ke lapangan" dilewatkan begitu saja.
Mungkin benar juga kata Ikhsan ini:
"Jangan-jangan kita, wartawan, lupa sedang mengemban amanah dari publik."
Ilustrasi "pers" oleh Nunki Pangaribuan/kumparan