Jingoisme: Nasionalisme yang Berlebihan dalam Politik dan Diplomasi

Rizki Maulana Firdaus
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
Konten dari Pengguna
17 September 2023 9:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Maulana Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilutrasi patriotisme | Foto by: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilutrasi patriotisme | Foto by: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jingoisme adalah sikap atau tindakan berlebihan dalam mendukung kebijakan nasionalistik atau bahkan agresif dari suatu negara. Istilah ini pertama kali muncul pada abad ke-19 di Inggris dan merujuk pada keinginan untuk mempertahankan kepentingan nasional dengan cara apa pun, termasuk melalui penggunaan militer.
ADVERTISEMENT
Meskipun mungkin ada elemen patriotisme yang sehat dalam jingoisme, sikap ini seringkali membawa dampak negatif dalam politik dan diplomasi.
Jingoisme sering kali muncul dalam situasi-situasi ketika ketegangan internasional meningkat, seperti konflik militer atau ketidaksetujuan terhadap negara lain.
Para jingois cenderung untuk melihat negara mereka sebagai yang paling unggul dan memiliki hak mutlak untuk mempertahankan kepentingannya, terlepas dari implikasi yang mungkin terjadi. Pada titik tertentu, sikap ini dapat membawa negara menuju konfrontasi, bahkan perang.
Ilutrasi pesawat tempur | Foto by: Pixabay.com
Salah satu contoh sejarah jingoisme adalah selama periode Perang Dingin, ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet bersaing dalam perlombaan senjata dan pengaruh global.
Kedua belah pihak seringkali terlibat dalam retorika keras yang mempromosikan superioritas nasional dan mendemonstrasikan ketidaksetujuan terhadap lawan politik mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, jingoisme tidak selalu terbatas pada konflik militer. Dalam era modern, dampak jingoisme juga terasa dalam konteks diplomasi ekonomi dan lingkungan.
Negara-negara dapat mengambil sikap keras terhadap masalah perdagangan, hak asasi manusia, atau perlindungan lingkungan, tanpa mempertimbangkan kerja sama internasional yang lebih luas.
Ilustrasi orang memegang bendera Amerika | Foto by: Pixabay.com
Meskipun beberapa level nasionalisme dapat bermanfaat dalam membangun identitas dan solidaritas di antara warga negara, jingoisme yang berlebihan seringkali mengaburkan pemahaman tentang kerja sama internasional dan konsekuensi global dari tindakan-tindakan keras. Jingoisme dapat menghambat dialog terbuka, merusak hubungan diplomatik, dan meningkatkan risiko konflik yang tidak perlu.
Dalam rangka mempromosikan stabilitas dan perdamaian global, penting untuk menghindari jingoisme yang berlebihan dan mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas hubungan internasional. Kebijakan yang bijak haruslah didasarkan pada kerja sama, dialog, dan penghargaan terhadap kepentingan bersama, bukan hanya kepentingan nasional semata.
ADVERTISEMENT