Konten dari Pengguna

Mengatasi Diskriminasi dalam Masyarakat: Apakah Sudah Efektif?

Rizky Maulana Firdaus Ginting
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
12 Desember 2022 17:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky Maulana Firdaus Ginting tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi stop diskriminasi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi stop diskriminasi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Diskriminasi hingga saat ini masih menjadi fenomena yang marak terjadi, baik di lingkungan terbuka maupun tertutup. Dilihat dari sisi keberagaman di Indonesia, tidak dapat dipungkiri untuk terjadinya diskriminasi. Diskriminasi merupakan suatu tindakan untuk membatasi, melecehkan, atau bahkan mengecualikan sesuatu, baik secara langsung maupun tidak dalam yang didasarkan atas perbedaan latar belakang yang dimilikinya, baik itu budaya, ras, agama, dan sebagainya. Dalam hal ini, kota Depok merupakan salah satu wilayah dengan tingkat toleransinya yang rendah, yakni sebesar 3,57% dan akan berpotensi pada tingginya tingkat diskriminasi.
ADVERTISEMENT
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), terdapat sekitar 101 pelanggaran atas tindakan diskriminasi dalam pada rentang tahun 2011-2018. Terkait dengan ini, telah dilakukan survey terhadap masyarakat secara luas dan mendapatkan hasil bahwa sekitar 70% dari responden tidak pernah melihat tindakan diskriminasi dan 90% dari responden belum pernah mengalami tindakan diskriminasi, namun sebagian besar dari responden mengatakan bahwa akan terjadi potensi besar dalam tindakan diskriminasi dan mengakui bahwa akan melakukan tindakan apabila mereka menerima tindakan diskriminasi.
Jika dilihat berdasarkan data di atas, terbukti bahwa maraknya tindakan diskriminasi hingga saat ini, baik secara langsung yang dirasakan oleh masyarakatnya ataupun tidak. Kemungkinan, kasus diskriminasi di Indonesia akan berpotensi untuk meningkat, hal ini dikarenakan faktor historis dan geografis dari negara Indonesia sehingga menimbulkan keberagaman dan membuat masyarakatnya harus bisa untuk menerima segala bentuk perbedaan tersebut dan menjaga satu kesatuan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, masih banyak dijumpai perilaku tindak diskriminasi, baik itu di ruang lingkup masyarakat secara umum maupun ruang lingkup pendidikan, misalnya sekolah dan universitas. Terdapat kasus yang belakangan ini baru saja terjadi, terdapat kasus tindakan diskriminatif yang melibatkan seorang pelajar di SMAN 2 Depok. Hal ini bertentangan dengan prioritas Kemendikbud Ristek dalam mewujudkan lingkungan belajar yang terbebas dari tindakan diskriminasi.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Seksual di Lingkungan Satuan Pendidikan. Peraturan ini merupakan salah satu bentuk antisipatif dalam menghadapi tindakan diskriminatif khususnya di ruang lingkup pendidikan. Namun, peraturan ini dikatakan belum berjalan secara efektif karena masih dapat dilihat tindakan diskriminasi serupa yang terjadi pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pada kenyataannya, bentuk tindakan diskriminasi juga dapat terjadi secara langsung dengan melakukan pemukulan, penganiayaan, ataupun tindak kekerasan lainnya yang mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan secara tidak langsung melalui perkataan (verbal) yang seakan menyudutkan atau mengucilkan salah satu pihaknya. Sebenarnya, banyak hal yang dapat dilakukan dalam menghadapi tindakan diskriminasi, mudahnya dengan memulai dari diri kita sendiri dengan menghormati dan menghargai orang lain, menganggap bahwa orang lain itu sederajat tanpa memandang latar belakang seseorang tersebut.
Sampai saat ini, masih menjadi pertanyaan besar mengapa diskriminasi masih terus bermunculan dan bahkan akan berpotensi untuk terus meningkat. Pluralisme budaya menghasilkan suatu kebudayaan yang disebut budaya patriarki yang masih banyak ditemukan di sebagian wilayah di Indonesia, yakni dengan menarik garis keturunan dari laki-laki dan menganggap bahwa derajat seorang laki-laki itu di atas perempuan. Selain itu, budaya patriarki juga memberikan persepsi seksisme terhadap perempuan sehingga terciptanya batasan bagi perempuan dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari, dengan kata lain adalah ketidaksetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hal ini dapat disebabkan karena munculnya prasangka, stigma, atau pandangan negatif yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok orang pada orang atau kelompok lainnya. Dan juga karena keberagaman di Indonesia sehingga terbentuk golongan-golongan dalam masyarakat dan mengakibatkan munculnya kelompok yang minoritas yang sangat rentan untuk mendapatkan perlakuan diskriminatif karena adanya dominasi yang kuat oleh masyarakat mayoritas.
Sebenarnya, apabila bentuk atas tindakan diskriminatif itu dibiarkan begitu saja, dapat mengganggu Kesehatan mental atau psikis seseorang dan bahkan dapat mempengaruhi hidupnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari karena didasari dengan rasa trauma atas perlakuan yang diterimanya.
Menanggapi permasalahan ini, peran pemerintah dengan mengeluarkan sebuah peraturan untuk mengatasinya, yakni dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dengan mempertimbangkan bahwa segala bentuk diskriminasi bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara. Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, berbagai langkah antisipatif yang dilakukan dinilai belum maksimal.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dengan adanya undang-undang yang mengatur terkait dengan hal tersebut, dapat menjadi salah satu bentuk antisipatif dan merupakan solusi terbaik yang diberikan oleh pemerintah dalam menangani segala bentuk tindak diskriminasi yang terjadi di Indonesia.