Mewujudkan Masyarakat Madani dalam Bingkai NKRI

Romahurmuziy
Ketua Umum PPP 16-21, Anggota Komisi XI DPR 14-19, Ketua Komisi IV DPR 11-14, anggota Komisi VII DPR 9-11.
Konten dari Pengguna
11 Januari 2017 14:27 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Romahurmuziy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia (Foto: Pixabay)
Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah telah membuka era baru bagi perjuangan menyampaikan tugas kerasulan.
ADVERTISEMENT
Di Madinah, di samping berfungsi sebagai Rasul, Nabi SAW juga merangkap sebagai kepala negara di mana warganya terdiri atas berbagai macam agama dan golongan yang sebelumnya saling bersengketa dan bermusuhan.
Untuk menyatukan warga yang majemuk itu, sebagai upaya pendukung bagi negara baru yang dibangunnya, diperlukan adanya satu konsensus yang mewajibkan semua pihak tunduk pada persetujuan bersama.
Persetujuan bersama inilah yang diberi nama Piagam Madinah, satu konstitusi negara yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Dari sinilah diturunkan istilah “Madani”, yang secara harfiah bermakna “berperadaban”.
Pray (Foto: Istimewa)
Pertanyaannya, nilai-nilai peradaban seperti apa yang dicoba dibangun Nabi SAW?
ADVERTISEMENT
Al-Musaawah (Persamaan)
Manusia adalah sesama keturunan nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah. Berdasarkan asas ini setiap warga masyarakat memiliki hak kemerdekaan dan kebebasan (hurriyah) yang sama.
At-Tasaamuh (Toleransi)
Piagam Madinah memuat ajaran toleransi, di mana umat Islam menegaskan dirinya hidup damai dalam masyarakat multi religius, dengan kaum Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan musyrik.
Bersama-sama mengikatkan diri ke dalam konsep ummah sebagaimana termuat di dalam Piagam. Setiap agama mendapat perlindungan dan kebebasan dalam melaksanakan agamanya masing-masing.
At-Tasyaawur (Musyawarah)
Sebagaimana diisyaratkan dalam surat Ali Imran ayat 159:
Meskipun Rasul SAW memiliki status sosial yang tertinggi dalam masyarakat sebagai kepala negara, beliau tetap meminta pendapat para sahabat dalam menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan urusan dunia dan sosial budaya.
ADVERTISEMENT
At-Taa’awun (Tolong-Menolong)
Tolong-menolong sesama muslim, dibuktikan dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin (dari Mekkah) dan Anshor (dari Madinah).
Sedangkan tolong-menolong lintas agama dibuktikan dengan ikatan piagam Madinah yang mewajibkan seluruh kabilah dari berbagai agama untuk mengikatkan diri ke dalam sebuah pakta pertahanan bersama menghadapi kaum kafir Quraisy. Hal ini didasarkan atas Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2:
Al-‘Adalah (Keadilan)
Berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap kabilah dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana dituangkan di dalam Piagam. Prinsip ini berpedoman pada Al-Qur’an surat al Maidah ayat 8:
ADVERTISEMENT
dan surat an-Nisa’ ayat 58:
Piagam Madinah tidak hanya mengisyaratkan kesejajaran pada penerimaan terhadap nilai-nilai umum kemanusiaan, namun juga konsekuensi adanya hak dan kewajiban yang sama pada setiap kabilah untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan yang beradab.
ADVERTISEMENT
Ajaran tentang persamaan sesama insan, toleransi antar agama dan golongan, musyawarah dalam menghadapi setiap persoalan, tolong-menolong dalam kebaikan, dan menegakkan keadilan; adalah pokok-pokok terpenting dalam Piagam Madinah yang digali oleh para pendiri bangsa dan kemudian ditetapkan sebagai dasar negara dan dinamai Pancasila.
Dengan demikian, visi untuk “mewujudkan masyarakat madani dalam bingkai NKRI”, sesungguhnya adalah sebahagian visi kenabian yang diterjemahkan ke dalam bahasa ketatanegaraan berupa Pancasila.
Namun dalam konteks berbangsa dan bernegara, Indonesia masih dihinggapi ketidakadilan di berbagai bidang yang sudah menahun.
Society (Foto: Pixabay)
Di bidang ekonomi, ada ketidakadilan kue pembangunan dan akses sumber daya.
ADVERTISEMENT
Di bidang kesejahteraan, Indeks Gini yang menunjukkan kesenjangan antara pendapatan kaya-miskin masih bertengger di angka 0,4 yang merupakan kategori “sangat senjang”.
Untuk mengatasi kedua hal itu, PPP mendukung upaya yang dicanangkan Presiden Jokowi untuk melakukan pemerataan, utamanya dengan sejumlah program aksi yang kongkrit yakni:
1. Redistribusi aset produktif, agar kekayaan tidak hanya terkonsentrasi kepada sejumlah kecil warga kaya. Hal ini sejalan dengan ajaran Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 57:
“… agar harta tidak hanya berputar di kalangan orang kaya di antara kalian saja”.
2. Peningkatan akses permodalan UMKM dikaitkan sertifikasi tanah rakyat secara besar-besaran mengingat sebanyak-banyaknya baru 50% tanah rakyat yang sudah disertifikasikan.
Di sektor perbankan, ada ketidakadilan biaya bunga yang sangat timpang antara kredit korporasi skala besar dengan kredit mikro.
ADVERTISEMENT
Hingga 2015 kredit skala besar hanya dikenakan bunga 9-12% per tahun, sedangkan menurut penelitian Bank Dunia, kredit mikro dikenakan bunga 1,8-2,2% per bulan atau 22-26% per tahun. Jarak bunga yang demikian tinggi membuat UMKM kita lebih banyak menanggung ketidakefisienan publik.
3. Pendidikan kejuruan atau vokasional, dalam rangka meningkatkan kewirausahaan masyarakat. Rendahnya pendapatan masyarakat terlemah dan kelemahan pokok UMKM adalah kemampuan olah-teknis dan pengendalian kualitas. Pendidikan kejuruan yang lebih menitikberatkan pada penguasaan teknis diharapkan mampu mengerek pendapatan lapisan ekonomi terlemah rakyat.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing langkah dan perjuangan kita!