Konten dari Pengguna

Mengubah Data Paspor Tidak Memerlukan Penetapan Pengadilan

Romi Hardhika
Berprofesi sebagai hakim yang hobi bermain piano. Saat ini berdinas di Pengadilan Negeri Pare-Pare
2 Desember 2024 14:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Romi Hardhika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Paspor merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada warga negaranya untuk melakukan perjalanan antarnegara dan berlaku selama jangka waktu tertentu. Dalam paspor, tercantum berbagai data identitas yang meliputi foto, nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta tanda tangan pemegang paspor.
ADVERTISEMENT
Terkadang, terjadi perbedaan data identitas paspor dengan data pada dokumen kependudukan. Hal ini dapat terjadi terutama jika pengurusan paspor dilakukan melalui calo, sehingga pemegang paspor tidak langsung menyadari telah terjadi kekeliruan. Untuk mengoreksi kesalahan ini, pemegang paspor kerap kali diarahkan ke pengadilan negeri untuk mengajukan permohonan perubahan data. Apakah praktik ini sudah tepat?
Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik
Pada prinsipnya, Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan menentukan bahwa pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan jika terdapat regulasi yang mengatur. Dalam konteks ini, peraturan mengenai perubahan data pada paspor diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor berikut ini:
ADVERTISEMENT
1. Terjadi perubahan data identitas diri pemegang paspor biasa yang meliputi nama, tempat tanggal lahir, atau jenis kelamin;
2. Pemohon mengajukan penggantian paspor biasa kepada kepala kantor imigrasi atau pejabat imigrasi dengan menyiapkan identitas diri seperti KTP, KK, akta kelahiran serta ijazah/buku nikah sebagai pembanding;
3. Pejabat imigrasi melaksanakan penelaahan dalam bentuk berita acara pemeriksaan;
4. Kepala kantor atau pejabat imigrasi memberikan persetujuan;
5. Direktur Jenderal Imigrasi memberikan persetujuan;
6. Penerbitan paspor.
Berdasarkan regulasi di atas, sama sekali tidak ada ketentuan yang mensyaratkan dokumen kelengkapan berupa penetapan pengadilan, maupun peraturan yang memberikan kewenangan pengadilan untuk mengubah data paspor. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan data paspor merupakan prosedur administratif yang hanya melibatkan pejabat internal di lingkungan keimigrasian. Maka dari itu, perubahan data identitas diri paspor sama sekali tidak memerlukan penetapan pengadilan.
ADVERTISEMENT
Secara kasuistis, penetapan pengadilan memang diperlukan jika sebelumnya terjadi perubahan data pada akta kelahiran pemegang paspor. Misalnya nama pemegang paspor pada akta kelahiran semula adalah “Muhamad Ali”, akan tetapi diubah menjadi “Muhammad Edo”. Merujuk Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, perubahan nama pada akta kependudukan wajib dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Dalam situasi ini, penetapan pengadilan yang mengabulkan permohonan perubahan nama tersebut dapat menjadi tambahan dokumen pembanding untuk memperbarui data paspor. Namun tetap saja, penetapan ini hanya berfungsi sebagai bukti bahwa identitas akta kelahiran seseorang telah diubah. Pemegang paspor sama sekali tidak perlu mengajukan permohonan terpisah untuk mengubah identitas diri pada paspor.
ADVERTISEMENT
Praktik Pengadilan
Terdapat beberapa penetapan pengadilan yang tidak mengabulkan permohonan perubahan identitas paspor. Melalui penetapan Nomor 641 /Pdt.P/2019/PN Jkt.Utr, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan permohonan tidak dapat diterima karena “tidak ada ketentuan yang menunjuk atau memberi kewenangan kepada pengadilan”. Penetapan Pengadilan Negeri Bontang Nomor 3/Pdt.P/2020/PN Bon dan Nomor 5/Pdt.P/2020/PN Bon juga sama-sama menyatakan jika data akta kelahiran pemohon telah benar, maka tidak diperlukan penetapan untuk mengubah paspor. Dengan pertimbangan yang sedikit berbeda, penetapan Pengadilan Negeri Pare-Pare Nomor 56/Pdt.P/2017/PN Pre menolak seluruh permohonan "perbaikan" paspor dengan alasan kewenangan ini "mutlak berada di tangan pihak Kantor Imigrasi sendiri". Beberapa produk lain yang mengandung kaidah serupa adalah penetapan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor 101/Pdt.P/2021/PN Byw dan penetapan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 119/Pdt.P/2020/PN SDA.
ADVERTISEMENT
Untuk menghindari permohonan perbaikan paspor ditolak, pemohon kerap kali diarahkan untuk menyatakan diri sebagai orang yang sama. Permohonan semacam ini sebenarnya tidak lebih dari penyelundupan hukum, karena hasil penetapan pada akhirnya digunakan sebagai dasar untuk mengurus perubahan identitas paspor. Padahal, pendaftaran permohonan ke pengadilan pasti memakan biaya dan waktu. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang efektif dan efisien.
Demi menghindari repetisi permohonan yang sia-sia, penting bagi setiap aparatur negara untuk memahami prosedur internal instansinya sebagai panduan utama dalam bertugas, alih-alih menciptakan interpretasi individual yang pada akhirnya membebani masyarakat. Karena regulasi mengenai perubahan identitas paspor telah dirumuskan secara tegas, maka berlaku adagium interpretatio cessat in claris. Artinya, penafsiran tidak diperlukan jika (peraturannya) sudah jelas.
ADVERTISEMENT