Cinta Beda Agama, Salah Siapa?

Rosdinda If
Seorang pendakwah mandiri yang belajar di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, STIBA Ar-Raayah Sukabumi.
Konten dari Pengguna
29 April 2021 11:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rosdinda If tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Jika kehidupan adalah air sungai, maka keyakinan adalah arus yang mengalirkan air ke muara. Manusia dalam kehidupannya terus dan selalu dipengaruhi oleh keyakinan. Keyakinan-lah yang menentukan tujuan hidup manusia, dan menuntunnya agar sampai pada tujuan tersebut. Di sisi lain, manusia juga adalah makhluk sosial yang di pengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Keyakinan sendiri, bisa jadi terbentuk oleh lingkungan. Namun dalam beberapa kasus, terkadang lahir di tengah sebuah lingkungan, seseorang dengan keyakinan bertolak belakang.
ADVERTISEMENT
Perbedaan keyakinan tidak bisa dianggap sepele. Hal ini bahkan menimbulkan adanya blok barat dan blok timur setelah Perang Dunia II. Blok barat yang berkeyakinan atau berideologi liberalis, dan blok timur yang berideologi komunis. Karena sejatinya manusia yang berbeda keyakinan cenderung tidak bisa hidup berdampingan, kecuali dengan tegaknya aturan-aturan yang dengan adil mengatur kehidupan sosial. Perbedaan keyakinan juga menjadi sebab banyaknya perang antar suku, dan daerah, juga banyaknya diskriminasi kelompok suatu kelompok minoritas.
Indonesia adalah negara dengan banyak pulau, adat dan budaya. Ada 6 agama yang diakui di Indonesia, yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu. Berbeda agama tentu saja berarti berbeda keyakinan. Perbedaan-perbedaan tersebut disatukan dengan semboyan negara Indonesia, Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi hanya satu jua. Namun pada kenyataannya, masih banyak sekali kasus-kasus yang melanggar atau tidak sesuai dengan semboyan tersebut. Seperti rasis, bullying, penistaan agama, bahkan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa semboyan Bhineka Tunggal Ika belum benar-benar efektif untuk mengatur masyarakat dengan berbagai perbedaan.
ADVERTISEMENT
Dengan banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia, hubungan cinta antar agama-pun tak dapat dihindari. Karena memang kita tidak bisa memilih siapa yang kita cintai. Cinta yang datang dan tumbuh di hati kita adalah sebuah karunia dari Sang Mahacinta. Lalu, bagaimana jika cinta yang ada pada hati kita jatuh pada seseorang yang berbeda keyakinan? Salahkah kita? Kita tentu tidak pernah berharap akan jatuh cinta pada seseorang yang berbeda keyakinan. Jadi, hubungan cinta yang berbeda keyakinan ini salah siapa?
Sebagai seorang muslim, selain berpatok pada Al-Quran dan Hadits dalam mengambil sikap, kita juga perlu untuk meneladani sikap Rosul Shalallahu alaihi wassalam, para sahabat Radhiyallahu anhum. Dalam kasus seperti ini, kita dapat meneladani sikap dari Zainab binti Rosul Shalallahu alaihi wassalam dalam sikapnya ketika sang suami belum menerima islam.
ADVERTISEMENT
Ketika Islam mulai memancarkan sinarnya, Zainab Radhiyallahu anha yang merupakan anak sulung dari Rasulullah Shallahu alaihi wassalam dengan Khadijah Radhiyallahu anha memilih untuk mengikuti ayahnya, dan meninggalkan kesyirikan. Saat itu suaminya Abul Ash bin Rabi yang juga merupakan keponakan Nabi Shalallahu alaihi wassalam sedang pergi berdagang. Ketika suami tercintanya Abul Ash bin Rabi pulang, Zainab segera menyampaikan risalah Islam kepada suaminya berharap ia juga akan memeluk Islam bersamanya. Namun, siapa sangka? Risalah Islam yang merupakan kabar gembira untuk Zainab, belum tentu menjadi kabar gembira untuk suaminya. Abul Ash lebih memilih untuk teguh pada apa yang dianut nenek moyangnya.
Ketika kaum Quraish semakin gencar memusuhi dan menyiksa orang-orang yang masuk Islam. Abul Ash dihasut agar menceraikan istrinya, Zainab Radhiyallahu anha. Namun karena rasa cintanya kepada sang istri, dia menolak seruan kaumnya tersebut. Hati Zainab Radhiyallahu anha gundah gulana memikirkan sang suami yang masih teguh menyembah berhala. Celaan, hinaan, dan siksaan terus menerus dilayangkan oleh kaum Quraish kepada orang-orang yang memeluk islam. Hingga akhirnya Nabi Shalallahu alaihi wassalam dan para Sahabat Radhiyalahu anhum memutuskan untuk berhijrah ke Madinah termasuk adik-adik Zainab.
ADVERTISEMENT
Ketika Perang Badar berkecamuk, Zainab Radhiyallahu anha harap-harap cemas memikirkan sang ayah. Namun disisi lain, ia juga cemas akan suaminya Abul Ash yang ikut serta dalam pasukan kaum Quraish. Kabar yang dinanti-nanti pun tiba, Zainab Radhiyallahu anha merasa senang dengan kemenangan ummat muslim, namun barang sedetik ia cemas dengan kabar suaminya yang menjadi salah satu tawanan kaum muslimin.
Kaum muslimin meminta uang sebagai bentuk tebusan bagi kaum Quraish yang tertawan. Pada saat itu, keluarga Abul Ash yang merupakan keluarga kaya ingin menebusnya, namun Zainab Radhiyallahu anha menginginkan agar dia sendiri yang menebus suaminya. Ketika uang tebusan Zainab Radhiyallahu anha untuk Abul Ash yang berupa perhiasan sampai pada Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, Nabi Shalallahu alaihi wassalam tertegun, karena perhiasan yang dikirim adalah hadiah pernikahan Zainab yang diberikan oleh ibunya, istri Nabi, Khadijah Radhiyallahu anha.
ADVERTISEMENT
Nabi Shalallahu alaihi wassalam memutuskan untuk kembali bermusyawarah dengan para Sahabat Radhiyallahu anhum dan meminta keridha-an kaum muslimin untuk membebaskan Abul Ash tanpa menerima tebusan dari Zainab, namun sebagai gantinya Abul Ash harus merelakan Zainab dan mengembalikannya kepada Nabi Shalallahu alaihi wassalam.
Tak lama setelah Abul Ash kembali ke Mekkah, datang utusan Nabi Shalallahu alaihi wassalam untuk menjeput Zainab Radhiyallahu anha. Semakin berat bagi Zainab untuk meninggalkan suami yang sangat dicintainya karena dia sedang mengandung janin yang belum genap mencapai 4 bulan, namun ia harus mendahulukan perintah Allah Subhanahu wataala dan RosulNya Shalallahu alaihi wassalam diatas apapun. Dalam perjalanannya menuju Madinah, Zainab Radhiyallahu anha dihadang oleh kaum Quraish yang menyebabkan keguguran janin yang dikandungnya. Mendengar keguguran sang putri, Rosulullah Shalallahu alaihi wassalam memerintahkan seseorang untuk membunuh kaum Quraish yang menjadi sebab keguguran putrinya.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa tahun berpisah, Zainab Radhiyallahu anha ditakdirkan untuk bertemu kembali pada suaminya. Saat itu Abul Ash yang sedang dalam perjalanan dagang dari Syam dihadang oleh pasukan kaum muslimin berhasil menyelinap ke rumah istrinnya Zainab. Zainab yang kala itu terkejut pun tetap menyambutnya dengan baik, dan menerima permintaan Abul Ash agar memberikan perlindungan kepadanya.
Mendengar kabar keberadaan Abul Ash dikediaman Zainab, Nabi Shalallahu alaihi wassalam segera menemui putrinya untuk menanyakan kebenaran berita itu. Nabi pun membenarkan sikap Zainab Radhiyallahu anha dan memberikan pesan agar jangan sampai Abul Ash menyentuhnya. Saat Abul Ash hendak pulang menuju Mekkah, para Sahabat Radiyallahu anhum menitipkan harta rampasan milik kaum Quraish agar dikembalikan kepada pemiliknya.
ADVERTISEMENT
Sekembalinya Abul Ash kepada kaumnya di Mekkah, dia mengembalikan harta rampasan tersebut kepada pemiliknya. Barulah setelah selesai membagikan dan yakin bahwa tak ada satu orang pun yang belum mendapatkan kembali hartanya, dia berseru kepada kaumnya bahwasannya ia masuk islam. Abul Ash segera kembali ke Madinah agar dapat berkumpul dan bersua dengan istri yang teramat ia cintai. Zainab Radiyallahu anha pun juga tetap sabar menanti kedatangan suaminya.
Begitulah kisah seorang Zainab Radiyallahu anha menghadapi cinta yang terhalang keyakinan. Jadi dari sini kita mengetahui, bahwasannya ketika cinta kita jatuh pada seorang yang berbeda keyakinan, maka tidak ada yang perlu disalahkan. Karena cinta adalah sebuah karunia, dapat memberi hikmah dan pelajaran. Yang perlu diperhatikan kala itu adalah, bagaimana sikap kita. Apakah kita tetap teguh mempertahankan hubungan tersebut? Atau melepaskannya? Dalam kisah Zainab Radiyallahu anha, dia tetap mencintai suaminya yang teguh menganut namun tetap dengan ikhlas untuk meninggalkannya ketika mendapat perintah dari Nabi Shalallahu alaihi wassalam. Itulah bentuk cinta Zainab Radhiyallahu anha kepada suaminya. Cinta dalam makna sebenarnya adalah mengikhlaskan, menyerahkan semua hal kepada Sang Mahacinta. Jika saja Zainab Radhiyallahu anha tidak mengikuti perintah Nabi Shalallahu alaihi wassalam dan memilih untuk tetap tinggal bersama dengan suaminya, mungkin akhir dari kisah cintanya tak akan seindah itu.
ADVERTISEMENT
Hikmah yang juga dapat diambil adalah, untuk selalu memprioritaskan perintah Allah Subhanahuu wataala dan Nabi Shalallahu alaihi wassalam di atas kemauan dan hawa nafsu kita. Percayalah bahwa dibalik semua yang dikehendaki-Nya terdapa hikmah yang kita tak akan tahu kecuali setelah menjalani perintah tersebut. Dalam kisah Zainab Radhiyallahu anha, beliau Radiyallahu anha mengambil sikap untuk mentaati perintah ayahnya, Muhammad Shalallahu alaihi wassalam diatas kemauannya untuk terus bersama suaminya. Hikmahnya, dia dapat kembali bersatu dengan suaminya dalam keadaan islam. Hal ini tentu saja lebih baik jika dibandingkan dengan jika dia berkumpul bersama suaminya dalam keadaan berbeda keyakinan.
Dalam hubungan dengan yang keyakinan, kita juga tidak seharusnya memaksakan pemahaman dan keyakinan kita terhadap pasangan. Serulah dan ajaklah pasangan kita dengan cara yang lembut, dan tetap mendoakan yang terbaik. Karena Allah Subhanahu wataala menyebutkan dalam Kitabnya, Surat Al-Qoshosh ayat : 56 yang artinya “Sesungguhnya engkau (muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah pada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. Setelah kita menyeru kepada Islam, maka kita serahkan segalanya kepada Allah Subhanahu wataala. Namun, hidup bukan drama korea, jikalau pasangan belum dapat menerima islam, maka cinta adalah mengikhlaskan. Karena seperti pada penjabaran di atas, kita tentu tak bisa hidup dengan orang yang berbeda keyakinan. Bertawakkal kepada Allah Subhanahu wataala, dan meminta yang terbaik. Disatukan dengan satu pemahaman. Atau Allah Subhanahuu wataala hapuskan cinta yang ada,dan menggantinya dengan cinta yang lebih baik. Karena tentu Allah-lah yang paling mengetahui hambaNya.
ADVERTISEMENT
Allahu a’lam bishowab
*Mahasiswi Semester 4 Prodi KPI STIBA Ar-Raayah Sukabumi
Referensi :
https://kalam.sindonews.com/read/50341/70/tatkala-suami-masih-kafir-kisah-mengharukan-zainab-putri-rasulullah-1590674733 ,diakses pada Jumat 26 Maret 2021 Pukul 15.22 WIB
https://www.islampos.com/sepenggal-kisah-zainab-binti-muhammad-61403/, diakses pada Jumat 26 Maret 2021 Pukul 16.10 WIB
https://kisahmuslim.com/2003-zainab-binti-rasulullah-shallallahu-%E2%80%98alaihi-wa-sallam.html,diakses pada Jumat 26 Maret 2021 Pukul 16.19 WIB