Madrid dan Beberapa Alasan Mengapa Mereka Mendominasi Eropa

7 Juni 2017 15:15 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Madrid dan Liga Champions. (Foto: Reuters/Pawel Kopczynski )
zoom-in-whitePerbesar
Madrid dan Liga Champions. (Foto: Reuters/Pawel Kopczynski )
Gelar Liga Champions 2016/17 akhirnya jatuh ke tangan Real Madrid pada akhir pekan lalu. Lewat pertandingan yang sempat berjalan sengit —tapi akhirnya berjalan berat sebelah di babak kedua— El Real menghantam Juventus 4-1.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Madrid untuk merengkuh gelar Liga Champios 2016/17 bukan hanya merusak ekspektasi banyak orang yang memprediksi bahwa Juventus akan menyulitkan mereka, tetapi lebih dari itu, Madrid semakin menahbiskan diri sebagai jagoan Eropa dalam beberapa musim terakhir.
Fakta bahwa Madrid menjadi adalah tim terkuat Eropa saat ini memang sulit (atau tidak bisa) disingkirkan. Pasalnya, dalam empat edisi Liga Champions terakhir, kesebelasan besutan Zinedine Zidane itu berhasil mendapatkan tiga gelar juara.
Pertanyaannya, mengapa Madrid begitu mendominasi kompetisi Eropa dalam empat tahun terakhir?
Pengalaman di Level Internasional
Jack Pitt-Brooke dari The Independent berkata bahwa pengalaman adalah hal pertama yang Anda butuhkan jika bermain di kompetisi Eropa. Dan benar, Madrid memanfaatkan itu dengan baik meraih gelar-gelar di Eropa.
ADVERTISEMENT
Pengalaman 18 dari 24 pemain Madrid musim ini bermain di level internasional benar-benar membantu. Mereka tidak hanya membuat Madrid kuat secara teknik, tetapi juga mentalitas bermain.
Real Madrid juara Liga Champions! (Foto: UEFA via Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Real Madrid juara Liga Champions! (Foto: UEFA via Reuters)
Hal tersebut pun dibuktikan dalam setiap laga di kompetisi Eropa yang dilakoni oleh Madrid musim ini. Dalam 13 pertandingan, tak sekalipun Madrid memetik kemenangan dengan hanya modal keberuntungan.
Misal: pada laga melawan Bayern Muenchen, Zidane paham bahwa salah satu cara untuk meruntuhkan tembok pertahanan Bayern adalah dengan menggunakan umpan silang. Perlu dicatat bahwa Madrid bukanlah kesebelasan yang melulu menggunakan umpan silang, namun kematangan dan level teknik pemain-pemainnya memungkinkan strategi itu tereksekusi dengan baik.
Buah Kebijakan Transfer Brilian
Awal 2000-an lalu, Madrid memiliki kebijakan transfer tak masuk akal. Mengandalkan sumber daya keuangan yang tak habis-habis, mereka berani mendatangkan pemain-pemain usia matang dengan harga tak karuan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan tersebut menghasilkan tanggapan positif dan negatif. Positifnya, kekuatan Madrid secara instan langsung meningkat. Negatifnya, kekuatan tersebut tak bertahan lama. Madrid hanya mampu bersaing dalam periode pendek.
Kebijakan tersebut perlahan diubah oleh manajemen dalam beberapa musim terakhir. Pemain dengan label bintang memang kerap dikabarkan menjadi target, tetapi Madrid juga tak saklek dengan mesti mendatangkan mereka. Sebagai gantinya, mereka juga kerap pemain muda yang memiliki potensi menjadi bintang. Simak bagaimana salah satunya, Marco Asensio, tampil impresif musim ini.
Asensio, bintang masa depan Madrid. (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Asensio, bintang masa depan Madrid. (Foto: Reuters/Carl Recine)
Tidak hanya itu, pemain yang didatangkan dalam beberapa musim terakhir tidak sekadar menyandang nama besar, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan tim. Imbasnya, skuat Madrid cukup bisa bertahan dalam beberapa tahun tanpa bongkar-pasang besar-besaran.
ADVERTISEMENT
Pilihan tersebut tak salah. Dari 18 pemain yang dibawa Madrid saat melawan Juventus, sembilan di antaranya adalah pemain yang juga ikut berangkat saat mereka melakoni partai final Liga Champions 2014 lalu.
La Liga yang Tidak Terlalu Menyulitkan
Hal terakhir yang mestinya membuat Madrid bersyukur adalah kompetisi yang mereka ikuti. Betapa tidak, La Liga—kompetisi lokal yang mereka ikuti saat ini—tidak menjanjikan persaingan panas antara 20 kesebelasan peserta.
Dari 20 kesebelasan, barangkali hanya tujuh kesebelasan yang bisa memberikan perlawanan untuk anak asuh Zinedine Zidane. Sisanya? Ya, hanya bisa berdoa supaya tidak dibobol terus menerus oleh Cristiano Ronaldo dkk.
Dengan kenyataan ini, Zidane pun dapat menyiasati setiap pekannya dengan menurunkan pemain-pemain cadangan. Menyedihkan memang, tetapi mau bagaimana lagi?
ADVERTISEMENT